KOMPAS.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mewanti-wanti sejumlah pemerintah daerah dan penyelenggara pemilu di Pulau Jawa agar mempersiapkan diri dengan memetakan lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada di kawasan rawan banjir.
Sebab, merujuk pada prakiraan cuaca BMKG pada 12-14 Februari 2024, wilayah Jawa Tengah bagian tengah dan utara memiliki peluang kejadian tinggi untuk hujan intensitas sedang hingga lebat.
Hingga Selasa (13/02), 10 desa di Kabupaten Demak masih terendam banjir.
Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah, Handi Tri Ujiono, mengatakan total ada 114 TPS yang dipastikan bakal melakukan pemungutan suara susulan.
Baca juga: 106 Sekolah di Demak dan Grobogan Terendam Banjir, Sebagian Terapkan pembelajaran Daring
Adapun lembaga pemantau pemilu di Semarang khawatir penundaan pemilu mengancam hilangnya hak demokrasi warga. Selain itu akan meningkatnya kerentanan politik warga terhadap manipulasi, sabotase, dan intimidasi.
Banjir yang merendam permukiman warga di Kabupaten Demak terjadi akibat jebolnya tanggul Sungai Wulan pada Kamis (08/02).
Seorang warga yang terdampak, Hasan, bercerita saat tanggul jebol rumahnya langsung diterjang banjir keesokan harinya.
Juwaisyah, salah satu warga Desa Wonoketingal, mengaku sedih melihat kondisi rumahnya yang terencam banjir setinggi satu meter lebih.
Ia berkata, banjir datang begitu cepat. Usai salat Jumat, sambungnya, air mulai masuk ke dalam rumah dan pada sore hari banjir telah merendam rumahnya.
"Rumah saya kondisinya segini," kata perempuan 50 tahun ini kepada wartawan Furqon sambil menunjuk leher setinggi orang dewasa. "Kalau masuk rumah langsung megap-megap," imbuhnya.
Baca juga: Cerita Pilu Warga Demak, Gabah Simpanan Membusuk Terendam Banjir
Adapun rumah Nadhifah (48 tahun) tak jauh berbeda dengan Juwaisyah.
Katanya banjir yang sangat cepat membuatnya tak sempat menyelamatkan barang-barang miliknya.
"Semua terendam banjir," tuturnya. "Ini saja pakaian dapat sumbangan di posko," sambungnya sambil menunjukkan pakaian yang dikenakan.
"Seperti kiamat kecil," ungkap Nadhifah menceritakan kejadian banjir tersebut.
Banjir yang terjadi tahun ini adalah yang paling parah sepanjang hidup Sudarman (60 tahun). Ketika masih kecil ia bercerita belum pernah terjadi banjir di Wonoketingal.
Dia juga tak pernah mendengar cerita dari sang ayah atau kakeknya soal banjir di desanya.
"Ini baru pertama kali sepanjang saya hidup," katanya.
Baca juga: Tanggul Jebol di Demak Kelar Ditutup, Basuki: Tinggal Memperkuat dan Meninggikan
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Demak per 12 Februari menyebutkan banjir telah merendam 2.965 hektare sawah, 38 sarana ibadah, dan membuat setidaknya lebih dari 20.000 orang mengungsi.
Dari pantauan di lapangan, sepanjang Jalan Demak-Kudus mulai dari Pasar Gajah sampai perbatasan Demak-Kudus, warga mendirikan posko seadanya untuk menampung bantuan-bantuan dari masyarakat.
"Kami butuh bahan makanan. Apa saja yang penting kebutuhan sehari-hari," kata Nadhifah.
Baca juga: Semangat Harti Terjang Banjir Demak demi Nyoblos: Pemilu Itu Penting
Kata dia, mulanya hanya sembilan desa yang ditunda. Tapi karena dampak banjir semakin luas, maka jumlahnya bertambah menjadi 10 desa -yang berada di Kecamatan Karanganyar.
Desa tersebut antara lain Wonoketingal, Cangkringrembang, Cangkring, Undaan Kidul, Undaan Lor, Ngemplak Wetan, Wonorejo, Karanganyar, Ketanjung, dan Tuwang.
Dari 10 desa itu, ada 114 Tempat Pemungutan Suara (TPS) dengan jumlah pemilih 26.000 lebih.
Sejumlah lokasi yang sedianya menjadi lokasi TPS di Kecamatan Karangannyar masih terendam banjir dengan ketinggian bervariasi. Mulai 40 sentimeter sampai satu meter.
Baca juga: Banjir di Jalur Pantura Demak-Kudus Mulai Surut, Truk dan Bus Kucing-kucingan dengan Polisi