"Biasanya update di Twitter, kalau ada salah satu paslon yang kena fitnah, terus dibuktikan dengan fakta dari berita, terus dibaca. Ngikutin perkembangan politik yang sengit karena jadi kebongkar semua sifat capres-cawapresnya. Aku ngikutin debat (capres-cawapres) dan semakin yakin sih karena calon yang saya pilih itu intelek," ungkap Sarah.
Begitu pula Yaseer dan Alfan, mereka juga kerap menonton konten debat dan hasil cek fakta dari materi debat.
Keduanya juga mengikuti serangkaian peristiwa yang menjadi perdebatan di kalangan pendukung masing-masing paslon.
"Akhir-akhir ini saya melihat berita tentang presiden yang menunjukkan kalau beliau kurang netral. Ada juga paslon yang memutuskan untuk mundur dari jabatan menteri dan (mengikuti) kampanye capres-cawapres di daerah di Indonesia," beber Yaseer.
Yaseer berpendapat, penting bagi pemilih pemula untuk memahami gagasan paslon dengan basis data.
Yakni melalui rekam jejaknya, visi misinya, hingga prestasinya. Bahkan dia juga mengecek latar belakang paslon maupun parpol serta kebijakannya melalui bijakmemilih.id.
Yakni platform gerakan independen yang dibuat agar masyarakat bisa membuat pilihan politik berdasarkan informasi yang berkualitas.
Baca juga: Ahok Sebut Megawati Jalankan Sistem Meritokrasi dengan Memilih Ganjar-Mahfud
"Kita harus jadi pemilih rasional, bukan emosional. Kalau hanya mengedepankan emosional tanpa membaca data, seperti kata Bu Menkeu Sri Mulyani, kita akan mudah dihasut, digiring, dan diprovokasi," tutur Yaseer.
Meski sesekali menikmati konten berita politik yang dibalut hiburan atau politainment, ketiganya senada bila dalam menenetukan pemimpin perlu didasari data dan pertimbangan yang rasional.
Yaseer dan Alfan berharap, konten informasi faktual berdasarkan data lebih banyak mendominasi jagad media sosial.
Sehingga, masyarakat tidak terpolarisasi konten yang hanya berdasar asumsi dan menimbulkan perpecahan hanya karena perbedaan pilihan.
"Butuh informasi yang valid dan berdasar data agar tidak menyebabkan hoaks di mana-mana. Serta tidak terjadi politik pecah belah di masyarakat Indonesia," tandas Alfan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.