Dia meminta para sopir mengerti situasi saat ini. Karena banyak masyarakat yang mendukung penghentian aktivitas angkutan batu bara lewat jalur darat.
Kendati demikian pemerintah juga harus memiliki solusi untuk para sopir angkutan batubara yang selama ini menggantungkan hidup dari aktivitas transportasi batubara.
Catatan Pemprov Jambi, lebih dari 11.000 orang bekerja sebagai sopir tambang batubara. Sedangkan warga Jambi yang bekerja di sektor pertambangan pada 2022 sekitar 56.000 orang.
Menurut Feri, jalur sungai yang saat ini digunakan untuk angkutan batubara adalah solusi sementara. Dia khawatir aktivitas angkutan batubara melalui jalur sungai berkepanjangan akan berdampak buruk terhadap ekosistem sungai.
“Belum lagi masyarakat kita masih banyak yang memanfaatkan sungai. Kalau sampai terjadi pencemaran dari angkutan batu bara itu tidak hanya ekosistem sungai yang rusak, warga sepanjang aliran sungai juga terdampak," katanya.
Pemerintah, sambung Feri, harus melakukan pengawasan total terhadap aktivitas angkutan batubara di sungai.
Jangan sampai ada batubara yang tumpah atau kejadian kemarin tongkang nabrak jembatan. Jadi ini harus diawasi. Kalau tidak ini hanya akan mengalihkan masalah dari darat ke sungai.
Mantan Direktur Walhi Jambi ini menuntut pengusaha tambang batubara dan pemegang IUP bertanggungjawab. Sebab, tuntutan para sopir disebabkan ketidakmampuan para pengusaha tambang batubara membuat jalur khusus.
"Bukan hanya pemerintah yang tanggung jawab, perusahaan tambang juga harus ikut tanggung jawab. Kalau dia sudah membuka tambang, berarti sudah siap dengan risiko yang harus dihadapi," imbuh dia.
Perkumpulan Hijau mencatat ada 67 perusahaan tambang yang kini beroperasi di Jambi. 18 berada di Kabupaten Sarolangun, 16 di Tebo, 13 di Batanghari, 12 di Bungo, 5 di Muaro Jambi, dan 3 di wilayah Tanjung Jabung Barat.
Dia juga mendukung penuh Gubernur Jambi untuk menyelesaikan persoalan tambang batubara dari hulu sampai hilir. Termasuk kerusakan lingkungan akibat tambang batubara.
Feri menyebut banyak lubang tambang yang ditinggal begitu saja tanpa direklamasi. Bahkan lubang bekas tambang batubara di Tebo telah menelan korban.
“Rakyat Jambi sekarang dikorbankan, sopir truk batubara, pengguna jalan, dan masyarakat yang rumahnya di pinggiran jalan yang menjadi jalur angkutan batubara, semua jadi korban," ucapnya.
Pemerintah harus mengevaluasi semua izin tambang di Jambi, yang terbukti lalai harus dicabut.
“Semua ini karena pengusaha tambang mengelola tambang dengan cara barbar. Jangan Cuma ngeruk hasilnya saja, tapi dampak dan risikonya masyarakat yang disuruh nanggung," tegas Feri.