BANDA ACEH, KOMPAS.com-Suatu malam, beberapa bulan lalu, tawa Misardi (53) seorang buruh bangunan, lepas nyaris tak terbendung.
Saat itu, ia menyimak permintaan izin dari sang istri, Mawarni (53), untuk menjadi calon legislatif (caleg) untuk Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh.
"Punya uang dari mana? Kita hanya rakyat jelata dengan kondisi ekonomi yang kecil," tanya Misardi kepada sang istri.
Itulah kisah Mawarni, saat berbincang dengan Kompas.com, di kediamannya Gampong (Desa) Lambaro Skep, Kuta Alam, Banda Aceh.
Baca juga: Kisah Penjual Balon Keliling Jadi Caleg, Jadi Kuli Angkut Kelapa untuk Modal Kampanye
Mawarni pun kemudian menjelaskan niat kuatnya kepada sang suami yang sehari-hari hanya bekerja sebagai buruh bangunan.
Akhirnya Misardi memberi restu.
Mawarni memang sosok yang mudah bergaul dan suka berkelompok.
Selama ini, ia hanya seorang ibu rumah tangga dengan lima orang anak dan beraktivitas sebagai penjahit bordir.
"Awalnya saya tidak paham berpolitik, tapi saya suka berkumpul dan berkelompok, sebelumnya saya punya kelompok usaha menjahit bordir di gampong, tapi kemudian bubar karena Covid-19," kisah Mawarni, Jumat (26/01/2024).
Baca juga: Cerita Office Boy Jadi Caleg, Sisihkan Rp 200.000 Tiap Bulan untuk Dana Kampanye
Proses menjadi kader Partai Nanggroe Aceh (PNA), partai pengusungnya menjadi caleg, juga tergolong unik dan singkat.
Suatu hari, sebut Warni, ia diminta pergi dan menemani seorang kader perempuan PNA untuk mendaftar sebagai caleg. Warni pun bersedia.
"Di sanalah saya kenal Partai PNA, dan tiba-tiba beberapa hari kemudian saya mendapat tawaran untuk didaftar menjadi caleg. Setelah berpikir lama, saya menerima tawaran itu dan kemudian minta izin kepada suami dan anak-anak, dengan syarat, jangan menjadi beban bagi saya, dan Alhamdulillah mereka mendukung niat saya," kisah Mawarni.