Setelahnya ulat jati dan ungkrung hanya perlu digoreng dengan bumbu bawang putih, garam, dan penyedap rasa.
Selain itu, ulat jati dan ungkrung juga dapat diolah menjadi oseng-oseng, lodeh, balado, keripik, atau rica-rica.
Rasa ulat jati dan ungkrung ini cukup gurih, sehingga kerap dinikmati sebagai lauk pendamping saat sarapan.
Walau begitu, bagi yang baru pertama kali mencicipi olahan ulat jati dan ungkrung dianjurkan tidak memakan terlalu banyak.
Hal ini karena olahan ulat jati dan ungkrung ini dapat menimbulkan reaksi alergi bagi beberapa orang, yaitu gatal-gatal.
Meski ulat jati dan ungkrung kerap disebut sebagai kuliner ekstrem, ternyata makanan ini memiliki kandungan protein yang tinggi.
Hal ini seperti dijelaskan oleh Kepala bidang tanaman pangan Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul Raharjo Yuwono.
"Serangga seperti ungkrung menjadi pakan alternatif untuk mengatasi kekurangan gizi karena ungkrung mengandung protein tinggi," katanya.
Menurut Raharja, serangga jenis ini bukan hama karena muncul pada saat musim semi dan bertahun-tahun tidak ada masalah atau gangguan sebagai akibat dari ulat tersebut.
Raharja juga menjelaskan metamorfosis yang dialami ungkrung yang berawal dari telur, larva, pupa, hingga imago yang berwujud kupu-kupu berwarna kuning.
"Rupanya itulah yang disebut ungkrung oleh masyarakat Gunungkidul, Selain di pohon jati, ulat dan ungkrung juga berada di pohon trembesi yakni di daerah Kecamatan Semanu dan Rongkop. Jika dikonsumsi rasanya lebih enak,” ucapnya.
Saat ini, ungkrung menjadi salah satu kuliner yang mulai langka terutama karena kemunculannya sangat tergantung musim. Bahkan tidak setiap musim ungkrung akan mudah ditemukan.
Sumber:
esabanjarejo.gunungkidulkab.go.id
jogja.tribunnews.com
regional.kompas.com (Markus Yuwono, Aprillia Ika)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.