Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita PRT, Sopir Angkot, Penjual Sabun dan Tukang Mi Ayam Maju Jadi Caleg: Total Uang Keluar Rp 1,5 Juta (3)

Kompas.com - 19/01/2024, 14:04 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Mereka yang berprofesi sebagai pekerja rumah tangga (PRT), sopir angkot, penjual sabun keliling, dan tukang mi ayam memperebutkan kursi legislatif dalam Pemilu 2024.

Dengan berbekal dana Rp 1 juta hingga Rp 6 juta, mereka tetap menyimpan asa untuk menang, walau itu bukan jadi tujuan utama.

Angka ini tentu tak sebanding dengan besarnya dana yang dikeluarkan oleh para caleg pada umumnya.

Dalam sebuah riset, biaya yang dikeluarkan seorang caleg pada pemilu-pemilu sebelumnya berkisar dari Rp 250 juta hingga Rp 2 miliar.

Baca juga: Cerita PRT, Supir Angkot, Penjual Sabun dan Tukang Mi Ayam Maju Jadi Caleg: Pinjam Uang Dagangan Ibu (2)

Salah satu dari mereka adalah Juli Basaroni (42), pedagang mi ayam keliling asal Karawang. Ia maju menjadi caleg DPRD Karawang, nomor urut terakhir, yaitu sebelas.

Lalu, bagaimana para caleg miskin itu menyiasati biaya politik yang tinggi dan tantangan apa saja yang mereka hadapi saat berkampanye?

Wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau, mengikuti kegiatan mereka bertemu dengan para calon pemilih.

Pedagang mi ayam di Karawang: total uang keluar Rp 1,5 juta

Gerobak mie ayam Juli dipasang stiker kampanye.BBC Indonesia Gerobak mie ayam Juli dipasang stiker kampanye.
Saya kemudian bertemu dengan Juli Basaroni, 42 tahun, pedagang mi ayam keliling yang menjadi caleg DPRD Karawang, nomor urut terakhir, yaitu sebelas.

Juli yang memiliki empat anak sempat bekerja sebagai buruh pabrik sampai akhirnya dipecat secara sepihak oleh perusahaan pada tahun 2012.

Usai di-PHK, dia silih berganti profesi. Mulai dari pedagang kelontong, pecel lele, hingga akhirnya kini berjualan mi ayam dengan pendapatan rata-rata Rp 100.000 per hari.

“Saya masuk kategori masyarakat miskin kota. Keluarga saya terdaftar dalam bantuan masyarakat tidak mampu. Saya bisa disebut caleg miskin,” katanya.

Selama menjadi caleg, Juli mengaku telah menghabiskan uang sebesar Rp 1,5 juta, untuk proses pengurusan adminstrasi hingga kampanye.

Baca juga: Dana Kampanye Minim, Driver Ojol yang Jadi Caleg DPRD DKI Sering Dimintai Sembako Saat Blusukan

“Kadang saya berpikir, makan saja terbatas, saya mau jadi calon, apalagi saya melawan namanya politik uang. Walau kita tidak pakai politik uang, tapi segala sesuatu butuh uang,” katanya.

Untuk mengakali biaya APK, Juli mengaku mendapat bantuan dari caleg lain tingkat DPR RI dan DPRD provinsi.

“Jadi pamflet, stiker dan banner-nya itu tim, dari caleg Partai Buruh di pusat dan provinsi. Kami saling berkolaborasi dalam kampanye,” katanya.

Juli pun memasang gerobak mi ayam dengan stiker sehingga saat berdagang dia bisa sambil berkampanye.

“Ada beberapa yang beli [mi ayam] bilang, ini foto bapak? Kaget mereka, memang bisa tukang mi ayam jadi caleg. Ini buktinya saya bisa, artinya tidak pakai uang ya,” kenang Juli.

“Ada juga yang bilang sok-sokan, dagang mi ayam mau jadi calon, tapi saya meyakini ini adalah proses,” katanya.

Baca juga: Cerita Rusli, Driver Ojol yang Jadi Caleg DPRD DKI Jakarta

Juli membagikan kaos dan stiker kampanye ke warga di sekitar rumahnya.BBC Indonesia Juli membagikan kaos dan stiker kampanye ke warga di sekitar rumahnya.
Selain itu, Juli juga berkampanye dengan mengunjungi rumah demi rumah di dapilnya.

Saya mengikuti kegiatan Juli saat dia membagikan brosur dan kaos di dekat rumahnya.

“Permisi, saya pedagang mi ayam. Saya jadi caleg, saya minta doa dan dukungannya ya. Kalau ada butuh bantuan jaminan kesehatan seperti BPJS menunggak dan pelayanan kesehatan lain, bisa hubungi saya, gratis,” katanya

Mendengar itu, seorang perempuan mengatakan, “Mudah-mudahan sukses dan jadi wakil rakyat yang amanah.”

Sementara seorang warga lain cenderung acuh.

“Tidak tahu dia [Juli] mah, tidak menyebar [kampanye]. Saya kurang tahu juga [untuk memilih Juli]. Yang dipilih juga begitu, cuma janji-janji doang, diminta tolong susah."

Baca juga: Caleg DPRD Bondowoso Jual Ginjal untuk Modal Kampanye, IDI: Tak Bisa Sembarangan

“Kalau sudah jadi, yang diangkat orang-orang dia juga. Kalau sekarang janji ini itu, giliran yang dapat, orangnya dia juga. Orang kita mana, tidak dapat,” katanya dengan nada pesimis.

Namun, di tengah pesimisme calon pemilih dan keterbatasan modal yang dimiliki, Juli tetap berharap dapat menang.

“Saya potensi menang 75-80% walau secara data baru terkumpul 150 orang yang sudah meyakinkan [untuk memilih]. Tapi orang yang saya sosialisasi sudah banyak,” tutupnya.

 

"Sisihkan Rp 10.000 per hari untuk cetak stiker"

Slamet membagikan sabun cair buatannya yang terpasang stiker kampanya kepada warga.FAJAR SODIQ / BBC Indonesia Slamet membagikan sabun cair buatannya yang terpasang stiker kampanya kepada warga.
Slamet Widodo adalah pembuat dan penjual sabun cuci cair yang menjadi caleg DPRD Kota Solo.FAJAR SODIQ / BBC Indonesia Slamet Widodo adalah pembuat dan penjual sabun cuci cair yang menjadi caleg DPRD Kota Solo.
Ratusan kilometer dari Karawang, di Kota Solo, Jawa Tengah, seorang pembuat dan penjual sabun cuci cair, Slamet Widodo menjadi caleg DPRD Kota Solo dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), nomor urut delapan.

Slamet adalah seorang penyandang disabilitas tuna daksa sejak lahir.

Dua tungkainya layuh dan mengalami skoliosis – kondisi tulang punggung bengkok membentuk huruf S.

Untuk menopang kegiatan sehari-hari, ia selalu mengandalkan alat bantu kursi roda. Sedangkan untuk aktivitas di luar rumah, pria berusia 44 tahun itu selalu mengendarai sepeda motor roda tiga yang dimodifikasi.

“Saya itu ibaratnya caleg tak bermodal karena memang miskin,” kata Slamet saat dijumpai di rumahnya yang berada di tengah gang perkampungan di Solo.

Baca juga: Caleg di Purworejo Libatkan Anak-anak Dalam Kampanye, Bawaslu: Tindak Pidana

Slamet mengatakan omzet penjualan sabun cuci cairnya kurang lebih Rp 200.000 per hari. Adapun modal awal sekitar sekitar Rp 60.000.

Lantaran modalnya yang terbatas, Slamet pun menyiasati kampanyenya dengan cara memberikan sabun cuci gratis.

Kemasan botol sabun ditempeli stiker yang memuat foto dirinya lengkap dengan nomor urut dan logo partai.

Ia sering membagikan botol sabun cuci cair itu kepada ibu-ibu yang ditemuinya.

Namun untuk mencetak stiker itu, kata Slamet, membutuhkan biaya sehingga dirinya tidak mencetak dalam jumlah yang banyak.

“Saya membuat stiker itu setiap mendapatkan keuntungan. Setiap hari saya sisihkan Rp 10.000."

Baca juga: Beri Cap Tersangka Penusukan Pohon di Poster Caleg, Inisiator: Biar Paham Itu Salah!

"Setelah genap Rp 100.000, saya pesankan stiker yang dapat 100 lembar. Nanti kalau ada rejeki lagi, kita cetak lagi,” ujar pria yang sempat jualan teh tarik di salah satu kampus di Solo, namun terpaksa tutup sejak pandemi melanda.

Selain akan memperjuangkan hak-hak kesetaran bagi penyandang disabilitas di Solo, Slamet mengusung program untuk memperjuangkan pembangunan yang merata dan berkeadilan di Kota Solo.

Sementara itu salah satu tetangga, Yanti mengaku telah mengetahui jika Slamet maju menjadi caleg.

Ia pun berharap jika nantinya Slamet terpilih menjadi anggota legislatif DPRD Kota Solo untuk merakyat dan memperjuangkan aspirasi warga.

“Harapannya tetap bisa merakyat lah. Saya harus mendukung dan wajib mencoblos Mas Slamet karena dekat (rumahnya),” kata Yanti.

Baca juga: Caleg DPRD Bondowoso Jual Ginjal untuk Modal Kampanye, IDI: Tak Bisa Sembarangan

 

Seberapa besar peluang caleg miskin?


Maskot pemilu membawa poster saat sosialisasi pemilu di kawasan Nol Kilometer Yogyakarta, Jumat (22/12/2023).ANTARA FOTO/HENDRA NURDIYANSYAH Maskot pemilu membawa poster saat sosialisasi pemilu di kawasan Nol Kilometer Yogyakarta, Jumat (22/12/2023).
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Hurriyah, mengatakan caleg yang memiliki keterbatasan finansial memiliki potensi yang kecil untuk menembus parlemen.

“Kalau hitung-hitungan matematiknya menurut saya relatif berat [terpilih],” kata Huriyah, yang juga menjabat sebagai Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) tersebut.

Mengapa demikian? Hurriyah menjelaskan terdapat tiga modal utama yang harus dimiliki caleg untuk dapat terpilih, yaitu modal finansial, politik, dan sosial.

Modal finansial, menurutnya, berfungsi penting untuk membiayai kerja-kerja kampanye yang kian hari semakin mahal, mulai dari persiapan alat peraga kampanye (APK), upah tim sukses dan sosialisasi, hingga digunakan oleh sekelompok caleg untuk politik uang.

Baca juga: Baliho Caleg Bikin Taman Salak Condet Ngumpet, Warga: Ganggu Pemandangan!

Kemudian modal politik, tambahnya, adalah untuk menempatkan caleg berada di nomor urut yang strategis.

Berdasarkan kajian Puskapol UI tentang pemilu 2014 dan 2019, nomor urut menjadi salah satu faktor penting yang menentukan preferensi para pemilih dalam mencoblos.

“Lebih dari 60% pemilih cenderung memilih nomor urut tiga besar karena menganggap mereka adalah orang-orang penting dan kompeten,” katanya.

Selanjutnya adalah modal sosial, seperti popularitas atau ketokohan dari seorang calon yang dikenal luas oleh masyarakat.

“Makanya ada parpol yang cenderung memilih caleg dari latar belakang selebritas karena mereka dianggap punya modal sosial yang besar, mereka popular,” ujar Hurriyah.

Untuk itu, kata Hurriyah, ketika salah satu modal itu lemah maka akan menurunkan kesempatan mereka mendapatkan kemenangan.

Baca juga: Ruwetnya Pemasangan Alat Peraga Kampanye di Condet, Stiker Caleg Kotori Halte Bus

Mengapa biaya politik itu mahal?

Gubernur DIY saat membuka pawai Deklarasi Pemilu Damai 2024 di Bangsal Kepatihan, Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Selasa (21/11/2023)KOMPAS.COM/WISANG SETO PANGARIBOWO Gubernur DIY saat membuka pawai Deklarasi Pemilu Damai 2024 di Bangsal Kepatihan, Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Selasa (21/11/2023)
Menurut riset dari lembaga Prajna Research Indonesia pada pemilu-pemilu sebelumnya, biaya minimal yang harus disiapkan seorang caleg adalah Rp 1 miliar-Rp 2 miliar untuk caleg di tingkat DPR pusat, Rp 500 juta-Rp 1 miliar untuk tingkat DPRD provinsi dan Rp 250 juta-Rp 300 juta untuk tingkat DPRD kabupaten/kota.

Hurriyah menambahkan mahalnya biaya politik yang ditanggung para politisi yang berkontestasi dalam pemilu disebabkan oleh model pencalonan dan kampanye yang kandidat sentris (candidate-centered campaigns).

Artinya, jelas Hurriyah, partai politik hanya berperan sebagai penjual tiket pencalonan, sedangkan beban kampanye, logistik hingga tim sukses dilimpahkan seluruhnya kepada masing-masing kandidat.

Faktor kedua, menurut Hurriyah adalah masifnya praktik politik uang yang kemudian menjadi "kelaziman untuk dilakukan", dan menciptakan pandangan di masyarakat bahwa para caleg adalah "sinterklas yang bagi-bagi hadiah".

Baca juga: 10 Caleg di Banten Meninggal Dunia, KPU: Masih Bisa Dicoblos

“Politik uang merupakan cara instan caleg yang baru turun jelang pemilu ke dapil. Ini adalah konsekuensi dari absennya politik programatik partai dan caleg,” katanya.

Terakhir adalah sistem pemilu proporsional terbuka, yang mana seorang caleg dipilih secara langsung berdasarkan suara mayoritas.

“Kontestasi akhirnya menjadi begitu ketat. Satu partai mencalonkan tujuh sampai bahkan sepuluh caleg di satu dapil, belum lagi mereka harus bertarung dengan calon dari partai lain untuk memperebutkan kursi yang sama. Cara-cara instan seperti politik uang menjadi jalan pintas yang diambil,” katanya.

Terdapat 9.917 caleg yang bertarung memperebutkan 580 kursi DPR pusat di 84 daerah pemilihan (dapil), di mana masing-masing memiliki rata-rata peluang hanya sebesar 5,8%.

Persaingan pun tak kalah ketat di level bawahnya. Misalnya di DKI Jakarta, terdapat 1.818 caleg yang memperebutkan 106 kursi (5,8% peluang) DPRD DKI Jakarta.

Baca juga: Kelabuhi Polisi, Warga Purworejo Tempelkan Sabu di Baliho Caleg Saat Transaksi

Kemudian, 732 caleg akan memperebutkan 50 kursi (6,8% peluang) DPRD Purwakarta.

Secara nasional, terdapat 2.372 kursi DPRD provinsi yang diperebutkan di 301 dapil, dan 17.510 kursi DPRD kabupaten/kota di 2.325 dapil.

Lalu apa dampak dari biaya politik yang mahal?

Maskot Pemilu 2024 Sura dan Sulu saat Kirab Pemilu di depan Balai Kota Sukabumi , Jawa Barat, Senin (30/10/2023).KOMPAS.COM/BUDIYANTO Maskot Pemilu 2024 Sura dan Sulu saat Kirab Pemilu di depan Balai Kota Sukabumi , Jawa Barat, Senin (30/10/2023).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai mahalnya biaya politik mempengaruhi terjadinya praktik korupsi yang dilakukan oleh para pejabat publik.

Berdasarkan survei KPK dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), biaya yang dibutuhkan untuk mencalonkan diri sebagai bupati atau wali kota sebesar Rp 20 miliar-Rp 30 miliar.

Namun, kata Marwata, jumlah biaya politik itu belum tentu membuat kandidat para calon kepala daerah memenangkan kontestasi politik, sebab para calon pemimpin itu harus merogoh kocek sekitar Rp 50 miliar-Rp 70 miliar.

"Memang dari survei kami, tidak semua biaya itu dari kantong calon, tapi ada sponsor yang rata-rata adalah para vendor atau pengusaha setempat biasanya pengusaha konstruksi," kata Marwata,.

Baca juga: Saat Baliho Caleg Sebabkan Nyawa Siswi SMK di Kebumen Melayang...

Sayangnya, biaya yang dikucurkan pengusaha setempat tidak diberikan secara cuma-cuma.

Antropolog komparatif dari Universitas Amsterdam, Belanda, Ward Berenschot menilai hal itu akan mereduksi calon-calon yang berkompeten untuk menjadi pejabat publik dan sulit mewujudkan demokrasi berkualitas.

Untuk itu, peneliti senior Lembaga studi Asia Tenggara dan Karibia Kerajaan Belanda (KITLV) Leiden tersebut mengatakan sudah saatnya pemerintah Indonesia mengubah sistem pemilu sehingga bisa mengakomodasi seluruh sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten, tanpa harus mengeluarkan uang yang banyak.

Salah satu opsi yang Ward usulkan adalah subsidi untuk parpol.

Reportase tambahan oleh wartawan di Solo, Fajar Sodiq.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Longsor di Sitinjau Lauik, Gubernur Sumbar Nyaris Jadi Korban

Longsor di Sitinjau Lauik, Gubernur Sumbar Nyaris Jadi Korban

Regional
Kambing yang Dicuri Pemberian Dedi Mulyadi, Muhyani: Saya Minta Maaf

Kambing yang Dicuri Pemberian Dedi Mulyadi, Muhyani: Saya Minta Maaf

Regional
Mensos Risma Robohkan Rumah yang Dihuni Bocah yang Lumpuh

Mensos Risma Robohkan Rumah yang Dihuni Bocah yang Lumpuh

Regional
Gunung Ile Lewotolok NTT Alami 120 Kali Gempa Embusan dalam 6 Jam

Gunung Ile Lewotolok NTT Alami 120 Kali Gempa Embusan dalam 6 Jam

Regional
Hanya Berselang 2 Jam, Sungai Bogowonto Kembali Makan Korban Jiwa

Hanya Berselang 2 Jam, Sungai Bogowonto Kembali Makan Korban Jiwa

Regional
352 Jemaah Haji Kloter Pertama di Jateng Berangkat dengan Fasilitas “Fast Track”, Apa Itu?

352 Jemaah Haji Kloter Pertama di Jateng Berangkat dengan Fasilitas “Fast Track”, Apa Itu?

Regional
360 Calon Jemaah Haji Kloter Pertama Embarkasi Solo Diterbangkan ke Tanah Suci

360 Calon Jemaah Haji Kloter Pertama Embarkasi Solo Diterbangkan ke Tanah Suci

Regional
Update Banjir di Tanah Datar Sumbar, 11 Orang Meninggal, 5 Kecamatan Terendam

Update Banjir di Tanah Datar Sumbar, 11 Orang Meninggal, 5 Kecamatan Terendam

Regional
Nyetir Sambil Pangku Anak, Isuzu Traga Tabrak Hillux di Wonogiri, 2 Orang Tewas

Nyetir Sambil Pangku Anak, Isuzu Traga Tabrak Hillux di Wonogiri, 2 Orang Tewas

Regional
Gibran Kunker ke UEA dan Qatar, Teguh Prakosa Jadi Plh Wali Kota Solo

Gibran Kunker ke UEA dan Qatar, Teguh Prakosa Jadi Plh Wali Kota Solo

Regional
Istri Hamil, Pria di Banyumas Malah Setubuhi Anak Tiri Berulang Kali

Istri Hamil, Pria di Banyumas Malah Setubuhi Anak Tiri Berulang Kali

Regional
Bocah 10 Tahun di Wonosobo Tewas Terseret Arus Bogowonto Usai Bermain Futsal

Bocah 10 Tahun di Wonosobo Tewas Terseret Arus Bogowonto Usai Bermain Futsal

Regional
Mobil Brimob Dicuri di Bandara Sentani, Pelaku Ditangkap Usai Ban Mobil Ditembak

Mobil Brimob Dicuri di Bandara Sentani, Pelaku Ditangkap Usai Ban Mobil Ditembak

Regional
Mengenal Urban Hiking Semarang, Komunitas Pejalan Kaki yang Hobi Menanjaki Perkampungan

Mengenal Urban Hiking Semarang, Komunitas Pejalan Kaki yang Hobi Menanjaki Perkampungan

Regional
Gibran Izin Tak Masuk Kerja 5 Hari untuk Kunker ke UEA dan Qatar

Gibran Izin Tak Masuk Kerja 5 Hari untuk Kunker ke UEA dan Qatar

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com