Davis mengatakan penelitian dan pendokumentasian spesies serangga, khususnya di daerah NTT, sangat kurang. Kalaupun ada yang datang untuk meneliti, mereka biasanya berasal dari luar negeri atau Jawa.
“Orang kita sendiri kurang peka dengan kekayaan alam yang ada di sekitar kita. Mereka anggap 'ah ini mah apa, hewan biasa. tidak penting.' Padahal sangat banyak spesies baru di NTT yang belum pernah didokumentasikan sebelumnya,” ujar Davis.
Ia merasa prihatin karena sikap masyarakat Indonesia yang cenderung memandang serangga sebagai hama atau makhluk yang membawa kesialan sehingga harus dimusnahkan. Padahal, mereka sangat berharga dan patut diteliti lebih lanjut.
“Mereka sudah didoktrin dari kecil oleh orangtua mereka, kalau serangga ranting ini bisa menyebabkan kematian. Padahal sebenarnya tidak.”
Baca juga: Seberapa Tinggi Serangga Bisa Terbang?
Peneliti dan pemerhati serangga, Garda Bagus Damastra, mengatakan dokumentasi untuk serangga ranting memang sangat kurang jika dibandingkan dengan jenis serangga yang lebih populer seperti capung atau kupu-kupu.
“Karena tidak ada ahli yang spesialis di bidang tersebut dari pemerintah kita dan untuk di bidang serangga sendiri, phasmatodea-nya ini kurang banyak peminatnya jadi kurang sekalipun pendokumentasiannya,” kata Garda.
Ia memperkirakan ada sekitar ratusan hingga ribuan spesies serangga yang belum terdokumentasi di Indonesia. Namun, mereka perlu ditemukan dan diteliti terlebih dahulu.
“Karena di kingdom animalia ini, serangga memiliki jumlah anggota yang paling banyak. Apalagi indonesia adalah salah satu negara tropis dengan biodiversitas terbesar,” sebutnya.
Profesor bidang Zoologi dan peneliti serangga dari BRIN, Rosichon Ubaidillah, mengatakan bahwa ia mengapresiasi temuan Davis dan Garda. Namun, ia menyayangkan penelitian tersebut tidak menggandeng peneliti dari Indonesia.
Baca juga: 6 Serangga Kecil yang Kerap Muncul di Rumah, Apa Saja?
“Saya tidak komplain terhadap penemuan spesies baru dari serangga ranting, tapi saya menyayangkan orang Indonesia diam saja. Terutama saya mendorong yang muda untuk mengambil alih.
“Bagaimana Indonesia bisa mandiri untuk melakukan riset sendiri dan pemerintah juga harus bisa memperhatikan keinginan-keinginan pemuda ini,” kata Rosichon.
Ia mengatakan bahwa spesimen tersebut sebaiknya disimpan di Indonesia, bukan di laboratorium luar negeri, agar dapat diteliti oleh saintis dalam negeri.
“Sangat di sayangkan kalau holotype dan paratatype tidak di simpan di Indonesia. Sehingga kalau nanti generasi berikutnya menemukan spesies baru yang dekat dengan phasmatodea dari NTT, itu harus dibandingkan dengan spesimen holotype yang disimpan di Kanada,” katanya.
Meski begitu, Garda mengeklaim bahwa ia sudah mendonasikan spesimen paratype dari serangga ranting baru temuannya ke BRIN.
Baca juga: 5 Tanaman Herbal yang Dapat Membasmi Serangga di Rumah
BBC Indonesia sudah coba mengonformasi penerimaan spesimen paratype tersebut dengan teknisi laboratorium entomologi BRIN, Sarino. Namun, hingga berita ini diterbitkan, yang bersangkutan belum memberikan konfirmasi.
Davis berharap penemuan serangga ranting tersebut dapat menyadarkan masyarakat lain tentang pentingnya peduli terhadap serangga dan hewan-hewan lain tentang yang hidup di sekitar kita.
“Bahkan serangga yang sering dianggap remeh pun penting untuk kita lihat atau pelajari karena Indonesia ini masih sangat jarang penelitian seperti itu, sehingga potensi spesies barunya masih sangat tinggi,” ungkap Davis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.