"Karena keterbatasan personel kami juga, waktu dan jarak tempuh yang jauh juga menjadi salah satu kendala," tutur Arnold kepada BBC News Indonesia, Kamis (28/12).
"Setiap beberapa hari dan minggu [kawasan IMIP] berubah karena masih ada proses konstruksi juga, dan kami kewalahan dalam hal itu," sambung dia.
Dia juga menyoroti soal faktor-faktor eksternal yang mungkin memengaruhi kondisi kerja para pekerja, seperti lingkungan di sekitar kawasan industri hingga infrastruktur pendukungnya.
"Pekerja kalau ke pabrik itu kan macet. Keluar masuk [kawasan] saja bisa sampai dua jam setiap pagi. Saat pulang juga begitu. Faktor lelah pekerja itu bisa jadi ikut memicu terjadinya kecelakaan kerja," kata Arnold.
Baca juga: Tragedi di Morowali, Kemenperin: Implementasi K3 Sangat Krusial
Berkaca dari insiden ini, Arnold mengatakan pengawasan terhadap keselamatan kerja di kawasan industri vital seperti ini semestinya dilakukan multisektor dan didukung oleh pemerintah pusat.
Di sisi lain, Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah juga masih menyelidiki penyebab terjadinya insiden tersebut.
Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Tengah, Komisaris Besar Djoko Wienarto mengatakan telah memeriksa 17 orang saksi yang merupakan karyawan PT ITSS.
“Kami masih mengumpulkan semua keterangan dan bukti-bukti. Sampai saat ini belum ada tersangka. Nanti kesimpulan disampaikan ketika penyelidikan dan penyidikan selesai,” kata Djoko kepada wartawan M Taufan.
Baca juga: 18 Pekerja Tewas dalam Ledakan Smelter Nikel Morowali, Perusahaan Janji Sekolahkan Anak Korban
Sementara itu, juru bicara PT IMIP Dedy Kurniawan menyatakan "akan melakukan perbaikan" berdasarkan hasil investigasi tim gabungan.
Sebelumnya, juru kampanye mineral kritis Trend Asia, Arko Tarigan, mengingatkan pemerintah untuk benar-benar mengevaluasi prosedur keselamatan agar industri ini tidak lagi memakan korban.
Arko mengatakan pemberian kompensasi terhadap korban "tidak cukup" untuk menuntaskan persoalan ini. Apalagi, Trend Asia mencatat telah ada 53 pekerja smelter di Indonesia yang meninggal dunia dalam kurun 2015 hingga 2022.
Catatan itu belum mencakup kasus kecelakaan kerja yang terjadi sepanjang 2023, termasuk yang terjadi di PT IMIP pada Minggu.
"Evaluasinya tidak jelas. Kalau ini PSN, seharusnya ada keterbukaan informasi, sudah sampai mana perusahaan melakukan pembenaan. Jangan seakan ini ada kasus meninggal, berikan kompensasi, selesai," tutur dia.
Baca juga: Korban Tewas Ledakan Smelter Nikel di Morowali Bertambah Jadi 18 Orang
"Nyawa mereka seperti terus dikorbankan saja. Yang penting perusahaan tetap berjalan, di mana sisi kemanusiaannya?"
--
Wartawan di Palu, Sulawesi Tengah, M Taufan, berkontribusi untuk liputan ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.