Namun terlepas dari itu, mereka merasa terkesan dengan Indonesia lantaran diundang menjadi pembicara pada 15 dialog publik dan 30 wawancara media.
"Menurut kami, orang Indonesia memiliki tingkat empati yang tinggi seperti saat mereka membela Palestina. Sehingga kami berharap, saat kita menyuarakan pelanggaran HAM yang terjadi di Sahara Barat, masyarakat Indonesia juga bisa membela Sahara Barat layaknya Palestina. Karena sebetulnya ini konflik yang sama," ungkap Sanna.
Aktivis asal Swedia itu mengatakan, banyak menerima ancaman online dari berbagai pihak. Namun, mereka tidak lantas menyerah dan terus melakukan antisipasi keamanan.
Di antaranya, dengan tidak berkunjung ke negara-negara yang banyak ditinggali warga Maroko, dan tentu akan lebih teliti saat membagikan segala aktivitasnya di media sosial.
"Sejauh ini kami melakukan kampanye ini dengan independen dan kemauan kita sendiri. Belum ada organisasi besar yang menyupport kami. Namun jika kalian ingin membantu, bisa mengunjungi laman kami Solidarity Rising," ungkap Sanna.
Terlepas dari itu, Sanna mengatakan, akan berhenti kampanye dengan bersepeda pada November 2024 mendatang.
Namun setelah itu, mereka akan terus melakukan kampanye secara online melalui konferensi, kuliah umum, dan lain sebagainya.
"Karena di Sahara Barat memiliki keterbatasan akses, mungkin ini kewajiban kita untuk menyuarakan pelanggaran HAM berat di sana. Kami tidak akan menghentikan kampanye ini sebelum Sahara Barat merdeka," pungkas Sanna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.