Salin Artikel

Kisah Benjamin dan Sanna, Aktivis HAM Swedia Bersepeda Keliling Dunia, Mampir ke Indonesia

SEMARANG, KOMPAS.com- Dua aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) asal Swedia Benjamin Ladraa (31) dan Sanna Ghotbi (31) bersepeda keliling dunia ke-18 negara untuk memperjuangkan nasib rakyat Sahrawi di Sahara Barat, Afrika Utara.

Keduanya mengatakan, Sahara Barat disebut sebagai daerah koloni yang dikuasai oleh Maroko.

Bahkan, hampir semua rakyat Sahrawi dipenjara, disiksa, dan terpaksa tinggal di kamp pengungsi tanpa akses air, listrik, hingga internet.

Parahnya, konflik tersebut sudah berjalan sejak lebih dari 50 tahun. Sehingga, pada Mei 2022 silam, Benjamin dan Sanna memutuskan untuk gowes keliling dunia demi menyuarakan isu pelanggaran HAM berat yang terjadi di Sahara Barat.

"Apa yang terjadi di Sahara Barat itu tidak banyak orang tahu. Makanya, selama satu setengah tahun ini kami melakukan berbagai kuliah umum, talkshow dan bersepeda untuk meningkatkan awareness tentang apa yang terjadi di Sahara Barat," ucap Benjamin saat dihubungi Kompas.com melalui Zoom Meeting, Rabu (20/12/2023).

Mereka menyebut, sejak Mei 2022 lalu, Benjamin dan Sanna sudah mengunjungi sejumlah negara di antaranya, Jepang, Yunani, Jerman, Korea, Turki, Slovenia, hingga Indonesia sebagai negara ke-18.

Bahkan, saat tiba di Indonesia pada bulan Oktober lalu, mereka sudah bersepeda mengitari Bali, Banyuwangi, Surabaya, Probolinggo, Yogya, hingga Solo.

Sayangnya, ketika hendak melanjutkan perjalanan ke Magelang dan Semarang, mereka mendapat tekanan dan teror oleh orang tak dikenal.

Sehingga, dengan terpaksa Benjamin dan Sanna harus kembali ke daerah asalnya, Swedia.

"Kami belum pernah mengalami hal seperti ini di negara-negara sebelumnya. Tapi terlepas dari ancaman-ancaman ini kami akan terus melanjutkan kampanye, seperti menyelenggarakan acara online di seluruh Indonesia dengan bantuan jaringan kami yang luas," ucap Benjamin.

Lebih jelas Benjamin mengatakan, ada banyak kisah menarik dan berkesan saat mereka mengunjungi berbagai negara. Mulai dari keindahan alam, budaya, aktivitas sosial, hingga antusias masyarakat yang menyambut kedatangan Ben dan Sanna.

Beberapa di antaranya, saat berada di Jepang dan Indonesia. Saat di Jepang, Ben mengaku, terpukau dengan keindahan alam dan pemandangan kota yang bagus.

Tidak hanya itu, Ben dan Sanna juga diundang pada tujuh konferensi di Jepang untuk menyuarakan isu HAM yang terjadi di Sahara Barat.

"Jepang menjadi salah satu yang paling berkesan. Selain alamnya yang bagus, di sana juga banyak membuat kegiatan-kegiatan sosial kemanusiaan," ucap dia.

Senada dengan hal tersebut, saat di Indonesia Ben dan Sanna kagum dengan keramahan orang Indonesia, bahkan Sanna juga takjub adanya kemacetan lalu lintas.

Namun terlepas dari itu, mereka merasa terkesan dengan Indonesia lantaran diundang menjadi pembicara pada 15 dialog publik dan 30 wawancara media.

"Menurut kami, orang Indonesia memiliki tingkat empati yang tinggi seperti saat mereka membela Palestina. Sehingga kami berharap, saat kita menyuarakan pelanggaran HAM yang terjadi di Sahara Barat, masyarakat Indonesia juga bisa membela Sahara Barat layaknya Palestina. Karena sebetulnya ini konflik yang sama," ungkap Sanna.

Aktivis asal Swedia itu mengatakan, banyak menerima ancaman online dari berbagai pihak. Namun, mereka tidak lantas menyerah dan terus melakukan antisipasi keamanan.

Di antaranya, dengan tidak berkunjung ke negara-negara yang banyak ditinggali warga Maroko, dan tentu akan lebih teliti saat membagikan segala aktivitasnya di media sosial.

"Sejauh ini kami melakukan kampanye ini dengan independen dan kemauan kita sendiri. Belum ada organisasi besar yang menyupport kami. Namun jika kalian ingin membantu, bisa mengunjungi laman kami Solidarity Rising," ungkap Sanna.

Terlepas dari itu, Sanna mengatakan, akan berhenti kampanye dengan bersepeda pada November 2024 mendatang.

Namun setelah itu, mereka akan terus melakukan kampanye secara online melalui konferensi, kuliah umum, dan lain sebagainya.

"Karena di Sahara Barat memiliki keterbatasan akses, mungkin ini kewajiban kita untuk menyuarakan pelanggaran HAM berat di sana. Kami tidak akan menghentikan kampanye ini sebelum Sahara Barat merdeka," pungkas Sanna.

https://regional.kompas.com/read/2023/12/21/110908778/kisah-benjamin-dan-sanna-aktivis-ham-swedia-bersepeda-keliling-dunia-mampir

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke