PAPUA, KOMPAS.com- Majelis Hakim PTUN Jayapura memutuskan menolak gugatan pemimpin warga Woro dari suku Awyu, Hendrikus Woro, terkait pencabutan izin perkebunan kelapa sawit di hutan adat mereka seluas 39.000 hektare.
Dalam putusan yang diunggah pada Kamis (2/11/2023), hakim menyatakan "menolak gugatan penggugat, penggugat intervensi 1 dan penggugat intervensi 2."
Kemudian, "menghukum penggugat, penggugat intervensi 1 dan penggugat intervensi 2 untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 451.000."
Baca juga: Perwakilan Suku Awyu Minta Intervensi PTUN Jakarta, Bagaimana Kelanjutannya?
Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim yang dipimpin Merna Cinthia menyatakan dalil penggugat Hendrikus Woro bahwa SK Kepala Dinas PMPTSP Provinsi Papua tentang izin kelayakan perkebunan kelapa sawit oleh PT Indo Asiana Lestari bertentangan dengan asas kearifan lokal, kelestarian, kehati-hatian, dan keadilan "tidak relevan".
Karena menurut hakim, telah terdapat penilaian atau pengujian terhadap Amdal oleh Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup atau Kepala Dinas Kehutanan Lingkungan Hidup Provinsi Papua -selaku Ketua Komisi Penilai Amdal pada 1 November 2021.
"Sehingga asas-asas tersebut telah diejawantahkan dalam Rekomendasi Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi hasil uji kelayakan," demikian bunyi pertimbangan hukum majelis hakim.
Baca juga: Tanahnya Diserobot, Suku Awyu Mengadu ke Komnas HAM, Ini Hasilnya
Kendati begitu apakah substansi dan pembuatan Amdal tersebut dilakukan sesuai prosedur atau tidak, hakim atau pengadilan menyatakan tidak mengujinya dengan alasan bukan menjadi obyek sengketa.
Pertimbangan hukum lainnya adalah hakim menyebut penerbitan SK Kepala Dinas PMPTSP Provinsi Papua tentang izin kelayakan perkebunan kelapa sawit oleh PT Indo Asiana Lestari "telah sesuai secara prosedur dan tidak bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik".
Dasarnya kata hakim karena SK tersebut terbit satu hari setelah keluarnya Rekomendasi Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua selaku Ketua Komisi Penilai Amdal.
Salah satu kuasa hukum penggugat Hendrikus Woro dari Greenpeace Indonesia, Sekar Banjaran Aji, mengatakan pihaknya akan mengajukan banding atas putusan tersebut ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar.
Sekar menilai keputusan hakim Jayapura ini merupakan kemunduran terhadap penerapan hukum di Indonesia dalam perlindungan masyarakat adat dan lingkungan.
"Bayangkan hakim tidak bisa mempertimbangkan prosedur dan substansi Amdal karena disebut bukan obyek sengketa," ujar Sekar kepada BBC News Indonesia.
"Padahal obyek sengketa berupa surat keputusan Kepala Dinas PTSP Provinsi Papua tidak akan keluar tanpa isi Amdal," sambungnya.
Baca juga: Gedung Pemkab Jayapura Terbakar untuk Kali Ketiga, 6 Kantor Dinas Ludes
"Kami kecewa dengan putusan hakim dan akan memperjuangkan kasus ini sampai menang, demi hijaunya hutan Papua, kehidupan masyarakat adat serta menahan laju krisis iklim," tegas Sekar.
Kuasa hukum, katanya, memiliki waktu 14 hari ke depan untuk menyampaikan argumentasi banding ke PT TUN Makassar.
Jika nantinya hakim pengadilan tinggi memutuskan menolak, maka mereka akan menempuh upaya kasasi ke Mahkamah Agung.
Yang jelas, menurut Sekar, keputusan majelis hakim PTUN Jayapura membuat hutan di Papua dalam kondisi terancam.
"Ini ancaman besar untuk hutan Papua dan ancaman bagi kita semua kehilangan hutan Papua sekaligus kehilangan benteng menghadapi krisis iklim. Sedihnya hakim tidak menyadari itu."
Kabar mengenai proyek perkebunan sawit di tanah ulayat milik suku Awyu di Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Papua, diketahui masyarakat setempat pada 2022 silam.
Tapi bagaimana izin proyek itu bisa diberikan Pemprov Papua dan perusahaan mana yang bakal mengelola tidak dibuka secara terang benderang.
Karena itulah suku Awyu dari marga Woro mengajukan gugatan sengketa informasi ke Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Papua pada Agustus 2022.
Tapi KIP menolak dengan alasan gugatan masyarakat ini sudah melebihi batas waktu.
Baca juga: Pejuang Lingkungan Hidup Suku Awyu Minta Intervensi PTUN Jakarta, Ini Sebabnya
Dari situlah warga suku Awyu dari marga Woro memutuskan melayangkan gugatan terkait izin kelayakan lingkungan hidup yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) menyangkut rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan kelapa sawit kepada PT Indo Asiana Lestari ke PTUN Jayapura pada Maret 2023.