Dari atas bukit tersebut, pengunjung dapat melihat bentang alam bergelombang, mulai dari Gunung Singgalang, Gunung Marapi, Gunung Sagi, hingga Ngarai Sianok.
Pada awal pembangunan, Kebun Binatang Bukittinggi hanya berupa taman yang belum memiliki koleksi binatang, kemudian beberapa hewan mulai dimasukkan dalam taman.
Pada tanggal 3 Juli 1929, taman tersebut baru dijadikan kebun binatang dengan nama Fort De Kocksche Dieren Park atau Kebun Binatang Bukittinggi oleh Dr J Hock.
Pada tahun 1933, terjadi pertukaran koleksi antara Kebun Binatang Bukittinggi dengan Kebun Binatang Surabaya (Soerabaiasche Planten-en Dierentuin).
Dalam pertukaran tersebut, Kebun Raya Bukittinggi mendapatkan sejumlah koleksi spesies fauna Indonesia Timur.
Kebun Binatang Surabaya memperoleh koleksi spesies fauna asli Sumatera sebanyak 150 ekor.
Pada masa pendudukan Jepang, Kebun Binatang Bukittinggi sempat mengalami masa sulit.
Dimana, tentara Jepang menganggap tidak penting kawasan ini sehingga sebagian hewan tidak terawat baik bahkan mati terlantar.
Baca juga: 5 Wisata Gratis di Bukittingi, Main di Jam Gadang
Bahkan sejumlah fasilitas beralih fungsi untuk memenuhi militer Jepang.
Keadaan berangsur membaik sejalan dengan era Kemerdekaan Republik Indonesia.
Lokasi tersebut menjadi Taman Puti Bungsu dan kemudian berubah menjadi Taman Marga Satwa Kinantan pada tahun 1995.
Saat ini, Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) dan Southeast Asian Zoo (Seaza) menjadikan Kebun Binatang Bukittinggi sebagai proyek percontohan revitalisasi kebun binatang milik pemerintah Indonesia.
Kebun Binatang Bukittinggi merupakan salah satu dari tiga destinasi wisata di Kota Bukittinggi yang dikelola oleh Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Bukittinggi.
Dua destinasi lain yang dikelola pemerintah setempat, yaitu pedestrian Jam Gadang dan panorama Ngarai Sianok, Lobang Jepang.
Bagi pengunjung yang ingin menikmati Kebun Binatang Bukittinggi akan dikenakan tiket sekitar Rp 20.000 per orang untuk anak-anak dan Rp 25.000 untuk dewasa.