Alumnus Magister Perencanaan Wilayah dan Tata Kota Universitas Gadjah Mada (UGM) ini mengajak seluruh komponen masyarakat Papua, untuk bersama-sama menjaga dan merawat hutan sagu, sehingga menjadi salah satu penghasil makanan lokal, yakni papeda.
“Mari kita jaga hutan sagu kita dengan sebaik-baiknya. Tidak melakukan penebangan hutan sagu secara sembarang. Jika menebang pohon sagu, maka kita wajib untuk menanamnya kembali, sehingga makanan pokok orang Papua ini tetap terjaga,” harapnya.
Melansir Indonesia.go.id, papeda sering dihidangkan dalam acar-acara penting di Papua, Maluku, dan sekitarnya.
Papeda ini dikenal luas dalam masyarakat Sentanu dan Abrab di Danau Sentani, Arso, dan Manokwari.
Tak sekadar makanan, rupanya masyarakat adat Papua mengenal mitologi sagu dengan kisah jelmaan manusia.
Oleh karena itu, ketika memanten sagu, masyarakat kerap menggelar upacara khusus sebagai wujud rasa syukur mereka.
Papeda juga ditemukan di upacara-upacara adat Papua, seperti Watani Kame.
Bubur papeda dibagikan pada kerabat yang membantu pada upcara tanda berakhirnya siklus kematian seseorang tersebut.
Papeda juga biasa disajikan dalam upcara anak pertama di Inanwatan.
Sedangkan di Maluku, papeda disakralkan dalam ritual perayaan masa pubertas seorang gadis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.