Salin Artikel

Bangganya Warga Papua karena Papeda Hiasi Google Doodle: Mari Jaga Hutan Sagu Kita

Hal itu adalah cara untuk memperingati ditetapkannya papeda sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO.

"Pada hari ini (20 Oktober) di tahun 2015, papeda secara terbuka dinyatakan sebaggai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia," tulis Google.

Papeda adalah makanan berbahan dasar sagu bertekstur menyerupai gel berwarna bening.

Papeda, dalam bahasa Papua disebut dengan dao.

Menanggapi hal ini, salah satu warga Papua, Nicodemus Momo memberikan apresiasi kepada Geogle yang telah menampilkan gambar papeda dan ikan kuah kuning serta sambal sebagai salah satu menu khas di Papua.

“Bangga. Ini artinya papeda tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi sudah dikenal di seluruh dunia,” katanya kepada Kompas.com, Kamis.

Menurut Nicodemus, papaeda merupakan salah satu makanan sehari-hari orang Papua, terutama yang berada di kampung-kampung. Papeda sendiri merupakan sajian olahan dari pohon sagu.

“Makan papeda masih terus dipertahankan oleh masyarakat Papua, terutama yang ada di kampung-kampung. Tak hanya itu, pohon sagu juga dijaga dan dirawat dengan baik, sehingga menghasilkan tepung sagu yang diolah menjadi papeda,” tuturnya.

Alumnus Universitas Cenderawasih ini mengajak masyarakat Papua, untuk bersama-sama mencintai makanan lokal, salah satunya papeda.

Selain itu, ikut menjaga dan melindungi hutan sagu di setiap daerahnya masing-masing.

“Mari kita terus mencintai makanan lokal, yakni papeda. Selain itu, kita jaga hutan sagu kita masing-masing, sehingga tetap dijaga dan diolah menjadi papeda,” ujarnya.

Sementara itu, Vincentius Paulinus Baru mengatakan, papeda adalah makanan sehari-hari masyarakat yang ada di kampung-kampung di Papua. 

“Papeda ini makanan kita sehari-hari, sehingga kita senang, kalau hari ini bisa ditampilkan gambarnya di Geogle Doodle dengan keterangan “Merayakan Papeda”. Artinya orang Papua harus bisa mencintai papeda sebagai makanan lokalnya dengan terus melindungi hutan sagunya,” ucapnya.

Alumnus Magister Perencanaan Wilayah dan Tata Kota Universitas Gadjah Mada (UGM) ini mengajak seluruh komponen masyarakat Papua, untuk bersama-sama menjaga dan merawat hutan sagu, sehingga menjadi salah satu penghasil makanan lokal, yakni papeda.

“Mari kita jaga hutan sagu kita dengan sebaik-baiknya. Tidak melakukan penebangan hutan sagu secara sembarang. Jika menebang pohon sagu, maka kita wajib untuk menanamnya kembali, sehingga makanan pokok orang Papua ini tetap terjaga,” harapnya.

Sejarah papeda

Melansir Indonesia.go.id, papeda sering dihidangkan dalam acar-acara penting di Papua, Maluku, dan sekitarnya.

Papeda ini dikenal luas dalam masyarakat Sentanu dan Abrab di Danau Sentani, Arso, dan Manokwari.

Tak sekadar makanan, rupanya masyarakat adat Papua mengenal mitologi sagu dengan kisah jelmaan manusia.

Oleh karena itu, ketika memanten sagu, masyarakat kerap menggelar upacara khusus sebagai wujud rasa syukur mereka.

Papeda juga ditemukan di upacara-upacara adat Papua, seperti Watani Kame.

Bubur papeda dibagikan pada kerabat yang membantu pada upcara tanda berakhirnya siklus kematian seseorang tersebut.

Papeda juga biasa disajikan dalam upcara anak pertama di Inanwatan.

Sedangkan di Maluku, papeda disakralkan dalam ritual perayaan masa pubertas seorang gadis.

https://regional.kompas.com/read/2023/10/20/152919578/bangganya-warga-papua-karena-papeda-hiasi-google-doodle-mari-jaga-hutan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke