Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andreas Lucky Lukwira
Penggiat @Naikumum dan Pengamat Bus

Penggiat @Naikumum dan Pengamat Bus

Bantuan Polisi untuk Korban Kanjuruhan dan Harapan Keadilan

Kompas.com - 15/10/2023, 16:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PASCATRAGEDI Kanjuruhan, Kabupaten Malang, kepolisian termasuk yang paling "aktif" memberi bantuan kepada para korban dan keluarganya. Bantuan bahkan sudah mengalir sejak beberapa hari pascakejadian.

Saya teringat pada 5 Oktober 2022, ketika menjenguk seorang korban di RSUD Kanjuruhan Kabupaten Malang, dua polisi dari Bidang Humas (terlihat dari badge di lengannya) menyela pertemuan kami dan meminta waktu sejenak.

Mereka memberikan bingkisan berupa goodie bag dan amplop, lalu mereka mengambil foto bersama korban dan bantuannya, kemudian pamit. Hal sama mereka lakukan ke korban lain.

Bantuan juga mengalir dalam bentuk layanan kesehatan ke beberapa korban luka. Seorang korban luka parah tragedi Kanjuruhan di Sidoarjo sampai sekarang masih mendapat layanan berupa bantuan pengobatan secara gratis di RS Bhayangkara yang ada di dekat rumahnya. Bahkan Kapolres setempat sampai membantu biaya kontrakan rumah korban.

Bantuan kepolisian terhadap korban dan keluarganya tidak berhenti sampai di situ. Sampai setahun pascakejadian Kanjuruhan, mereka tetap menyalurkan bantuan.

Bantuan mulai dari bedah rumah terhadap beberapa keluarga korban, sembako, bansos, bahkan SIM gratis terus diberikan Polres Malang kepada keluarga korban dan masyarakat sekitar korban.

Contoh-contoh bantuan dari Polres Malang bisa disimak di Instagram Polres Malang maupun media-media lokal Malang yang sering memberitakan prosesi penyerahan bantuan tersebut.

Memberi bantuan tentunya merupakan hal positif dan perlu diapresiasi. Bahkan perlu diakui, kepolisian merupakan salah satu institusi yang tidak hentinya memberikan bantuan kepada para korban.

Meski begitu, sebenarnya ada harapan lain keluarga korban dari institusi kepolisian: proses hukum pidana tragedi Kanjuruhan yang serius.

Harapan ini hanya bisa disematkan kepada Polri karena sebagai pintu masuk dalam sistem peradilan pidana, langkah yang diambil kepolisian sangat vital dan signifikan terhadap kelanjutan proses dalam sistem peradilan pidana.

Termasuk output dari sistem peradilan pidana, yakni penghukuman setimpal bagi mereka yang salah.

Kita bisa merujuk ke satu-satunya perkara pidana terkait peristiwa tragedi Kanjuruhan yang “diluluskan” kepolisian untuk berlanjut, yaitu Laporan Polisi (LP) Model A nomor 32 yang menghasilkan output berupa penghukuman minimal, dua orang di antaranya sempat divonis bebas.

Hal ini tentunya tidak lepas dari serius tidaknya kepolisian dalam melakukan penyidikan kepada para tersangka. Salah satu tersangka bahkan saat ini masih belum berlanjut berkasnya, yakni mantan Dirut PT LIB Ahmad Hadian Lukita.

Ketidakseriusan bisa dilihat dari tersangka yang ditetapkan bukanlah operator langsung (penembak gas air mata), atau bukan pucuk pimpinan petugas kepolisian di Malang dan Jatim, sehingga wajar jika derajat kesalahan mereka bisa diganjar hukuman ringan.

Lalu pengenaan pasal hanya pasal penganiayaan, ditambah pasal UU Sistem Keolahragaan Nasional bagi dua orang Panpel Arema FC. Hal itu menunjukan penyidik kurang mengelaborasi potensi pengenaan pasal lain dalam perkara Kanjuruhan.

Misalnya, fakta adanya 43 anak yang menjadi korban meninggal, seharusnya bisa dijadikan petunjuk memperluas pengenaan pasal menggunakan UU Perlindungan Anak.

Fakta lain bahwa komposisi saksi yang diajukan penyidik tidak berimbang antara saksi dari kepolisian dengan saksi dari pihak korban.

Belum lagi minimnya saksi dari pihak netral seperti wartawan dan petugas kesehatan yang ada di lokasi yang dimajukan dalam persidangan LP Model A nomor 32, tentunya menghasilkan pertimbangan tidak berimbang bagi hakim.

Ketidakseriusan lain juga dilihat dari upaya pihak korban melapor menggunakan LP Model B yang sempat dijegal di Polda Jatim dengan alasan nebis in idem, meski sebenarnya yang dilaporkan maupun kontruksi pasal dalam laporan berbeda dengan yang berjalan di LP Model B nomor 32.

Menunjukkan kepolisian kurang dalam mengakomodasi keinginan keluarga korban mendapatkan keadilan.

LP model B kemudian “berhasil” dibuat di Polres Malang pada November 2022. Namun dibuatnya LP model B tersebut tidak diimbangi dengan keseriusan Polres Malang menindaklanjuti.

Hal ini tercermin dari Surat Pemberitahuan Hasil Penyelidikan yang diterima keluarga korban pada Februari 2023 atau 4 bulan setelah pelaporan yang menunjukan penyidik hanya memeriksa tidak sampai 10 orang saksi dan itupun dari pihak internal kepolisian.

Puncaknya 7 September 2023 lalu, ketika AKBP Putu Kholis, Kapolres Malang, mengumumkan penghentian penyelidikan 2 LP Model B yang dibuat keluarga korban.

Ketidakseriusan penanganan perkara ini tentunya berbanding terbalik dengan keseriusan kepolisian menyalurkan bantuan dalam berbagai bentuk ke keluarga korban.

Padahal harapan utama keluarga korban dan pastinya masyarakat luas terhadap institusi kepolisian tentunya penegakan hukum.

Tentu tidak masuk logika bagaimana para penembak gas air mata sampai sekarang tidak tersentuh hukum pidana setelah tindakan yang mereka lakukan, mau disebut sengaja atau lalai, menyebabkan kematian setidaknya 135 orang.

Maka sudah seharusnya pihak kepolisian serius pula dalam penegakan hukum terkait tragedi Kanjuruhan, seserius mereka membedah rumah keluarga korban, menyalurkan bansos, mengantarkan sembako, menyediakan layanan SIM gratis, bahkan ke pelosok desa korban, dan berbagai bantuan lain yang tidak ada hubungannya dengan tugas kepolisian sebagai penegak hukum.

Memberi bantuan, sekali lagi, tentunya sesuatu yang positif. Namun alangkah bijak jika dibarengi dengan keseriusan penegakan hukum sesuai harapan keluarga korban, yang bahkan sampai mengadu ke Bareskrim Polri pada 27 September 2023 lalu, pasca-LP model B mereka dihentikan.

Mengadunya mereka ke Bareskrim tentunya cerminan harapan akan terwujudnya keadilan melalui penegakan hukum pidana.

Jika kita ibaratkan kepolisian sebagai bengkel dan mobil rusak sebagai suatu perkara, semua orang yang membawa kendaraannya ke bengkel tentunya berharap kendaraannya diperbaiki.

Semua orang yang melapor ke kepolisian tentunya memiliki harapan besar akan keadilan.

Namun saat sampai bengkel, bukannya mobilnya diperbaiki, mereka disuguhi panganan, minuman, bahkan diberikan pijat refleksi.

Tidak akan ada kepuasan jika kendaraan mereka tidak diperbaiki. Maka sudahilah pelayanan berupa makanan minuman hingga pijat gratis, dan mulailah perbaiki kendaraan rusak yang dibawa pelanggan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com