KOMPAS.com - Baru-baru ini viral seorang mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Thaha Saefuddin Jambi, Cintria mengunggah aksi bullying atau perundungan yang terjadi di kampus.
Dalam video tersebut, terlihat mahasiswi yang berada dalam lift akan turun, kemudian sekelompok mahasiswa mengganggu dengan menekan lift agar tak bergerak, sembari tertawa kegirangan.
Cintria dalam video tersebut menegur, namun justru dijawab, yang mem-bully namanya Raja.
Setelah video itu viral dan ditonton jutaan orang, pihak kampus memanggil pelaku dan mahasiswi yang memviralkan video tersebut.
"Iya sudah divideo kok,” kata Citra dalam video.
Baca juga: Viralkan Jadi Korban Bullying di Kampus, UIN Jambi Minta Mahasiswi Ini Minta Maaf
Pihak kampus UIN Jambi justru meminta Cintria untuk membuat surat pernyataan bersalah karena telah membuat nama baik kampus tercoreng.
Cintria, Mahasiswi UIN Jambi Prodi Bahasa Inggris yang menjadi korban bullying dalam video klarifikasinya, Jumat (13/10/2023) mengaku, sudah dipertemukan oleh pihak kampus dengan pelaku.
Dalam pertemuan itu, baik korban dan pelaku telah mendapatkan sanksi dan harus membuat pernyataan.
"Pagi ini, saya telah dipertemukan dengan pelaku bullying. Pihak UIN Jambi sudah memberikan sanksi berupa peringatan dan nasihat. Saya juga sudah membuat surat pernyataan bersalah, karena sudah memviralkan," kata Cintria.
Cintria diminta buat surat pernyataan bersalah atau permintaan maaf bukan karena dia menjadi korban bullying, tetapi sebagai pelaku yang telah memviralkan aksi perundungan itu.
Dalam pertemuan dengan pihak kampus, mahasiswi mengaku menyesal dan tidak menyangka videonya akan viral.
“Konteks minta maafnya karena tidak menyangka akan viral. Kami juga katakan, kalau ada mahasiswi dirugikan, lapor saja ke pihak kampus. Jangan sampai diviralkan, karena itu berefek buruk ke kampus,” kata Wakil Rektor UIN Jambi, Bahrul Ulum.
Dengan demikian, surat pernyataan bersalah yang diminta pihak kampus karena mahasiswi tersebut sudah memviralkan kejadian di dalam kampus sehingga nama baik kampus menjadi tercoreng.
Padahal perbuatan yang dilakukan mahasiswa tidak terlalu parah, karena tidak ada sentuhan fisik. Mahasiswi sebenarnya sudah melaporkan kejadian itu kepada pihak fakultas.
Tetapi karena pelaku dari fakultas yang berbeda, maka tidak bisa diselesaikan dengan cepat, kata Bahrul.