MAGELANG, KOMPAS.com – Sore hari di Pos 3 Dampo Awang di jalur pendakian Gunung Merbabu via Suwanting, saya membongkar isi ransel untuk mencari jaket dan sarung tangan.
Di lokasi yang berada di ketinggian 2.740 Mdpl itu, suhu telah berubah drastis menjadi lebih dingin.
Jaket tebal dan sarung tangan menjadi penting untuk menjaga tubuh agar tetap hangat.
Saya teringat obrolan dengan Rakhmat Nur Hakim, teman saya, bahwa salah satu yang perlu diwaspadai ketika melakukan pendakian gunung adalah hiportemia.
Baca juga: Cegah Kebakaran Hutan Gunung Merbabu, Pendaki Diminta Tak Buat Api Unggun
Hiportemia merupakan penurunan suhu tubuh secara drastis yang dapat berpotensi berbahaya, ketika berada di lingkungan bersuhu dingin dalam waktu lama.
Tubuh memang sudah menggigil kedinginan saat itu. Hal tersebut diperparah baju dryfit yang saya kenakan belum sepenuhnya kering dari keringat.
Sebenarnya, saya mengharapkan bisa mendaki Gunung Merbabu di jalur yang sama dengan Rakhmat pada Jumat (29/9/2023) lalu.
Dia cukup berpengalaman karena sudah kesekian kalinya mendaki gunung.
Saya sempat khawatir menempuh jalur pendakian yang berbeda dengan Rakhmat, mengingat ini adalah pengalaman pertama saya mendaki gunung.
Saat mendaki kemarin, Rakhmat mendaki via jalur Wekas, sementara saya via Suwanting.
Kami berdua adalah bagian dari rombongan peserta Mountain & Jungle Course (MJC) 2023 yang diselenggarakan oleh Eiger, untuk melakukan ekspedisi mendaki Gunung Merbabu.
Peserta MJC ke-16 kali ini sendiri berjumlah hampir 80 orang dari berbagai pelosok Tanah Air, yang kemudian dibagi menjadi 4 tim.
Masing-masing tim, mendaki Merbabu melalui 4 jalur resmi pendakian.
Selain Suwanting dan Thekelan, dua tim lain mendaki melalui Jalur Wekas dan Selo.