Di samping itu, dirinya menyebut pengganti selain skripsi dapat memudahkan mahasiswa untuk lebih cepat lulus dan menemukan jati diri melalui kemampuan atau skill yang didalami selama kuliah.
"Kita juga harus punya power atau kemampuan yang berguna, bermanfaat di dunia pekerjaan," imbuh dia.
Sementara itu, mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) Jurusan Sastra Indonesia, Chintya Agnesty, memiliki dua pandangan dari sisi pro maupun kontra terhadap aturan baru Mendikbutristek.
Chintya menyebut, menyelesaikan skripsi tidaklah sebanding dengan perjuangan belajar di kampus selama kurang lebih empat tahun.
Bahkan, banyak kasus Drop Out (DO) yang terjadi kepada mahasiswa akibat tidak bisa menyelesaikan skripsi. Padahal, tidak semua mahasiswa memiliki passion untuk mengerjakan skripsi yang penuh teori.
"Ternyata tidak semua orang memiliki passion untuk menjadi akademisi, peneliti, dan penulis ilmiah yang penuh dengan teori. Selain itu, adanya skripsi itu jadi batasan mahasiswa untuk berkarya," ucap Chintya.
Baca juga: Rektor Unud: Mahasiswa Lulus Tanpa Skripsi Bakal Merasa Gamang
Chintya mengatakan, adanya skripsi juga memberatkan mahasiswa angkatan 2019 sepertinya yang telah merasakan perubahan kurikulum secara berkala.
"Jadi, untuk apa dong kurikulum dan cara belajar kita ini diubah-ubah terus, tapi pada akhirnya skripsi jadi satu-satunya yang menentukan kelulusan," ucap dia.
Meski demikian, Chintya juga memiliki pandangan dari sisi kontra terhadap kebijakan tersebut. Dirinya menyebut, bagi orang yang memiliki ketertarikan di bidang kepenlelitian, skripsi menjadi satu hal yang penting.
Lantaran, mereka akan lebih banyak membaca, menelaah, dan mencetuskan masalah dalam bidang kepenelitian.
Baca juga: Kata UI dan ITB soal Skripsi Bukan Satu-satunya Syarat Kelulusan Mahasiswa
"Ini lebih mengarah ke orangnya sih passionnya ke arah mana, tidak bisa disamaratakan semua. Karena kita tau semua orang punya passionnya masing-masing," ucap dia.
Dengan demikian, Chintya menyebut, kebijakan tidak wajibnya skripsi memang perlu diterapkan. Dengan catatan, disesuaikan menurut passion dan kemampuan yang dimiliki masing-masing mahasiswa.
"Misal hanya ditentukan dengan penilaian skripsi, itu juga tidak bisa. Karena balik lagi, ternyata masing-masing dari kita tidak semua passion loh untuk ngerjain skripsi. Jadi kebijakan ini harus bisa dipilih," pungkas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.