Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andreas Lucky Lukwira
Penggiat @Naikumum dan Pengamat Bus

Penggiat @Naikumum dan Pengamat Bus

Kayuhan Midun, Semangat Kemanusiaan dan Perdamaian Suporter Sepak Bola

Kompas.com - 07/08/2023, 16:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MIFTAHUDIN Ramli atau akrab disapa Ebes Midun, saat ini sedang melakukan aksi bersepeda dengan membawa keranda dari Batu, Jawa Timur ke Jakarta.

Aksi ini, selain sebagai simbol perjuangan untuk keadilan tragedi Kanjuruhan, juga berkaitan dengan rasa kemanusiaan dan perdamaian suporter sepak bola di Indonesia.

Pada 1 Oktober 2022 lalu, terjadi tragedi Kanjuruhan yang berawal dari masuknya empat orang penonton dari arah tribun 7 dan 8 stadion Kanjuruhan, pascapertandingan Arema Vs Persebaya.

Aksi tersebut kemudian direspons dengan tindakan para polisi, termasuk menggunakan gas air mata.

Sayangnya dari sekian tembakan gas air mata tersebut ada yang mengarah ke tribun 12-14, tempat di mana mayoritas diisi oleh suporter “keluarga”, perempuan, dan anak.

Tidak mengherankan, jika merujuk data Dinkes Kabupaten Malang, dari 135 korban jiwa, terdapat 32 anak yang menjadi korban. Sedangkan mereka yang sebenarnya rusuh justru bebas sampai saat ini.

Peristiwa tersebut tentunya memilukan dan mengusik rasa kemanusiaan. Hal ini yang menyebabkan Ebes Midun melakukan aksi mengayuh sepeda berkeranda sejauh 700 Km lebih dari Batu ke Jakarta.

Bagaimana suatu peristiwa yang merenggut nyawa sebanyak itu, namun penanganan hukumnya bisa dibilang seadanya. Pemicu kerusuhan (penonton yang pertama turun) dan penembak gas air mata seakan tidak tersentuh hukum.

Vonis bagi mereka yang terjerat pidana dalam tragedi tersebut juga tidak kalah unik. Dari enam tersangka, baru perkara lima orang yang masuk pengadilan.

Tiga terdakwa dihukum hanya 1-1,5 tahun penjara. Sementara dua orang divonis bebas.

Sementara itu, delapan orang Aremania yang berupaya menuntut keadilan terkait tragedi Kanjuruhan justru “dipenjarakan” oleh Arema FC, klub yang sebenarnya menjadi alasan 135 nyawa itu melayang dan ratusan lainnya luka-luka.

Delapan orang Aremania itu dilaporkan Tatang, Komisaris PT AABI yang menaungi Arema FC secara korporasi dengan tuduhan melakukan perusakan terhadap kantor Arema FC.

Sampai tulisan ini ditulis, delapan Aremania tersebut masih menjalani proses sidang di PN Malang.

Selain itu, Stadion Kanjuruhan yang menjadi tempat kejadian perkara akan direnovasi. Pemkab Malang bahkan sudah mengeluarkan surat pengosongan stadion bagi para pedagang yang menyewa kios di sana.

Hal ini tentunya ditentang keluarga korban, mengingat masih belum adanya rekonstruksi di stadion tersebut sebagai TKP.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com