Sepanjang pengamatannya, sekolah-sekolah tidak tahu adanya aturan tersebut dan sosialisasi dari Kemendikbud disebutnya tidak terlalu kencang.
"Saya tidak pernah menemukan sekolah menerapkan Permendikbud itu," jelas Retno.
Kalau Permendikbud itu dijalankan, menurut Retno, maka tiap-tiap satuan pendidikan harus menyusun mekanisme pengaduan atau pelaporannya dan membentuk satuan tugas (satgas) yang terdiri dari perwakilan guru, wali murid, dan siswa.
Baca juga: Gara-gara Videonya Viral, Kasus Perundungan Anak di Bandung Diselidiki Lagi
Pengaduannya pun tidak harus dilakukan dengan tatap muka, tapi bisa lewat online demi menghindari pantauan pelaku perundungan.
"Dengan adanya kanal pengaduan anak-anak korban perundungan yang selama ini diam bisa mengadu."
"Satgas ini pun akan dibiayai oleh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Kalau tidak dibiayai bagaimana mau mencari informasi, data, kunjungan?"
Tapi lebih dari itu, Retno menilai, para pendidik yakni guru juga harus belajar tentang bagaimana menangani pengaduan siswanya dengan serius. Sebab masih ada guru yang menyelepekan perundungan.
"Banyak guru itu ya mereka selalu ngomong, 'Kami dulu sering dipukul guru, anak sekarang begitu aja cengeng...'"
Baca juga: Polisi Periksa 12 Saksi Tewasnya Siswa SD Diduga Korban Bully di Medan, Belum Ada Tersangka
Menteri Pendidikan dan Budaya (Mendikbud), Nadiem Makarim, mengatakan setidaknya ada 24,4% peserta duduk berpotensi menjadi korban perundungan di lingkungan sekolah, merujuk pada hasil survei karakter yang dilakukan Kemendikbud pada tahun lalu.
Survei itu melibatkan 260.000 sekolah di Indonesia di tingkat SD/Madrasah hingga SMA/SMK. Ada pula 6,5 juta peserta didik dan 3,1 juta guru yang dilibatkan.
Direktur Sekolah Dasar (SD) Kemendikbud, Muhammad Hasbi, sebelumnya menyebut bahwa pihaknya sedang menyempurnakan Permendikbud nomor 82 tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di satuan pendidikan.
Di aturan anyar itu, Kemendikbud disebut akan mengintensifkan berbagai kebijakan pencegahan.
Selain itu di peraturan tersebut, satuan pendidikan bakal "dipaksa" untuk membentuk satuan tugas (satgas) pengaduan paling lambat enam bulan setelah terbitnya beleid.
Adapun Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyebut kasus perundungan yang terjadi di Temanggung sebagai keprihatinan bersama.
Kementerian, kata Juru bicaranya Margaret Robin Korwa, akan berkoordinasi dengan dinas PPPA setempat untuk memastikan pendampingan kepada anak yang berhadapan dengan hukum sembari mengingatkan kepolisian untuk berpegang pada UU peradilan anak.
"Perlunya sosialisasi dan komunikasi di lingkungan pendidikan bahwa harus sadar bahwa tindak kekerasan adalah suatu hal yang sangat serius dan harus ditangani dengan mengedepankan perspektif anak sebagai korban," ujar Juru bicara KPPA, Margaret Robin Korwa kepada BBC News Indonesia.
"Penanganannya juga harus tuntas agar tidak menjadi pelaku atau korban kembali karena dampak kekerasan secara psikis, anak yang menjadi korban kekerasan dapat mengalami masalah kejiwaan seperti gangguan stres pasca trauma, depresi, cemas, dan psikotik."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.