"Kenapa medium melewati rokok? karena ini memang cara termudah, anak-anak ini kan enggak tahu kalau rokok itu sudah di jampi-jampi, tapi kalau makanan biasanya anak itu akan mengetahui kalau makanan itu sudah dijampi," kata Muhid.
Muhid mengklaim tradisi memberi rokok pada anak-anak yang dikhitan hanya bersifat sesaat.
"Kalau saya melihat ini, kan kalau tradisi jampi-jampi merokok itu kan hanya sesaat, hanya sekali saat akan disunat saja," kata Muhid.
Namun, menurutnya, sejumlah warga membiarkan anaknya merokok. Alasannya supaya mereka segera bisa mencari uang sendiri.
"Saat sudah dianjurkan merokok, artinya anak tersebut mau enggak mau harus mencari pekerjaan untuk menghasilkan uang, kan tidak mungkin dia juga harus minta setiap hari pada orangtuanya untuk beli rokok," kata Muhid.
Baca juga: Mengapa di Kereta Makan Tidak Tersedia Ruang Merokok? Ini Alasan Kuat KAI
Melansir laman resmi Badan Pusat Statistik, provinisi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi salah satu wilayah dengan angka perokok anak tertinggi di Indonesia.
Pada tahun 2020, presentase merokok pada anak-anak atau penduduk di bawah 15 tahun di NTB mencapai 30,58 persen.
Jumlah itu naik di tahun 2021 menjadi 32,71 persen dan naik lagi 33,20 persen di tahun 2022.
Baca juga: 73 Persen Pemuda Perokok Aktif, Pegiat Masalah Kesehatan Ragukan Indonesia Emas 2045
Berdasarkan data Global Youth Tobbaco Survey, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Sentra Informasi Keracunan Nasional (Sikernas), ada tiga dari empat orang mulai merokok di usia kurang dari 20 tahun.
Mengutip Kemenkes.go.id, prevalensi perokok anak terus meningkat setiap tahunnya.
Tingginya prevalensi perokok anak, diklaim oleh Kemenkes, menghasilkan generasi penerus yang tidak unggul.
Pada 2013, prevalensi perokok anak mencapai 7,20 persen. Angka itu kembali naik menjadi 8,80 persen di tahun 2016.
Pada tahun 2018, prevalensi perokok anak meningkat lagi menjadi 9,10 persen.
Sedangkan di tahun 2019 menjadi 10,70 persen. Apabila angka itu tak dikendalikan, diperkirakan prevalensi perokok anak akan meningkat sampai 16 persen di tahun 2030.
Baca juga: Ingat, Merokok Saat Berkendara Bisa Kena Tilang Polisi
Kemenkes menyebutkan, rokok termasuk dalam zat adiktif karena menyebabkan ketagihan dan dependensi ketergantungan bagi orang yang mengisapnya.
Para perokok memiliki risiko mengalami gangguan kesehatan lebih tinggi dibanding mereka yang tidak merokok.
Menurut data Kemenkes, anak yang merokok maupun terpapar rokok dapat mengalami gangguan kulit dan plak gigi, kecanduan, penyakit pernapasan seperti asma, pneumonia, bronkitis, hingga gangguan kecerdasan.
Perokok juga berisiko mengalami penyakit jantung koroner, penyakit paru-paru, sampai gangguan kesehatan reproduksi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.