LOMBOK TENGAH, KOMPAS.com- Bagi warga Desa Darek, Kecamatan Praya, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), khitan seorang anak lelaki biasanya dirayakan secara meriah.
Warga menggelar syukuran, mengundang warga kampung, dan menghadirkan musik Gendang Beleq yang merupakan seni budaya setempat.
Tak tanggung-tanggung, untuk melaksanakan acara khitanan, masyarakat Lombok bisa menghabiskan biaya mencapai puluhan juta rupiah.
Baca juga: Kisah Balita 3 Tahun di Magetan, Pernah Jadi Perokok Aktif, Diduga karena Pengaruh Lingkungan
Namun di balik kemeriahan tradisi khitan, ada tradisi turun-temurun memberikan rokok pada anak-anak yang akan disunat.
P (8) adalah salah satu bocah yang dikhitan pada Juni 2023 di desa tersebut.
NR (35), ayah dari P mengatakan anaknya memang diberi rokok ketika khitan. Namun rokok tersebut diklaim telah diberikan jampi-jampi agar sang anak berani dikhitan.
"Iya waktu itu memang sempat dikasih rokok, tapi itu cuman sebatang, hanya sebagai syarat agar anak saya tidak mengalami ketakutan saat disunat," kata NR.
Baca juga: Cerita Bayi 4 Bulan di Dompu Terkena Infeksi Paru, Terpapar Asap Rokok Sang Ayah
NR mengakui putranya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) itu tak seharusnya mengonsumsi rokok. Namun, sesuai tradisi yang dijalankan, hampir semua anak yang dikhitan mendapatkan rokok 'jampi'.
"Cuma sekali itu aja, setelah itu kita larang, karena rokok ini membuat kita banyak menghabiskan uang," klaim NR.
Tokoh Masyarakat Desa Darek Abdul Muhid (52) menerangkan bahwa pemberian rokok kepada anak yang dikhitan tersebut telah berlangsung turun-temurun.
Hal itu ditujukan untuk membuat anak agar tidak takut saat akan menghadapi khitan.
Muhid menyebutkan, rokok yang diberikan terhadap anak itu bukan merupakan rokok sembarangan, namun sudah mulai proses pemberian doa-doa atau jampi.
Baca juga: Cerita Pemuda di Sumbawa, Merokok sejak SD karena Meniru Ayah, Sempat Terkena TBC
"Ini kan warisan dari tetua kita dulu, mencoba melakukan jampi-jampi agar anak itu tidak takut disunat. Artinya kepercayaan kita setelah dikasih rokok jampi itu, si anak akan senang untuk disunat, rasa takutnya hilang," kata Muhid, Rabu (21/6/2023).
Muhid mengatakan, biasanya orangtua anak yang akan disunat terlebih dahulu akan pergi ke warga yang dianggapnya bisa memberikan jampi agar membuat anaknya berani disunat.
"Memang ada proses jampi-jampi. Ada beberapa warga (dukun) disini yang dipercayai bisa membuat anak itu greget agar mau disunat. Biasanya warga akan membawa seserahan berupa bahan untuk menginang, dan sejumlah uang yang diberikan kepada warga itu (dukun)," kata Muhid.
"Kenapa medium melewati rokok? karena ini memang cara termudah, anak-anak ini kan enggak tahu kalau rokok itu sudah di jampi-jampi, tapi kalau makanan biasanya anak itu akan mengetahui kalau makanan itu sudah dijampi," kata Muhid.
Muhid mengklaim tradisi memberi rokok pada anak-anak yang dikhitan hanya bersifat sesaat.
"Kalau saya melihat ini, kan kalau tradisi jampi-jampi merokok itu kan hanya sesaat, hanya sekali saat akan disunat saja," kata Muhid.
Namun, menurutnya, sejumlah warga membiarkan anaknya merokok. Alasannya supaya mereka segera bisa mencari uang sendiri.
"Saat sudah dianjurkan merokok, artinya anak tersebut mau enggak mau harus mencari pekerjaan untuk menghasilkan uang, kan tidak mungkin dia juga harus minta setiap hari pada orangtuanya untuk beli rokok," kata Muhid.
Baca juga: Mengapa di Kereta Makan Tidak Tersedia Ruang Merokok? Ini Alasan Kuat KAI
Melansir laman resmi Badan Pusat Statistik, provinisi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi salah satu wilayah dengan angka perokok anak tertinggi di Indonesia.
Pada tahun 2020, presentase merokok pada anak-anak atau penduduk di bawah 15 tahun di NTB mencapai 30,58 persen.
Jumlah itu naik di tahun 2021 menjadi 32,71 persen dan naik lagi 33,20 persen di tahun 2022.
Baca juga: 73 Persen Pemuda Perokok Aktif, Pegiat Masalah Kesehatan Ragukan Indonesia Emas 2045
Berdasarkan data Global Youth Tobbaco Survey, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Sentra Informasi Keracunan Nasional (Sikernas), ada tiga dari empat orang mulai merokok di usia kurang dari 20 tahun.
Mengutip Kemenkes.go.id, prevalensi perokok anak terus meningkat setiap tahunnya.
Tingginya prevalensi perokok anak, diklaim oleh Kemenkes, menghasilkan generasi penerus yang tidak unggul.
Pada 2013, prevalensi perokok anak mencapai 7,20 persen. Angka itu kembali naik menjadi 8,80 persen di tahun 2016.
Pada tahun 2018, prevalensi perokok anak meningkat lagi menjadi 9,10 persen.
Sedangkan di tahun 2019 menjadi 10,70 persen. Apabila angka itu tak dikendalikan, diperkirakan prevalensi perokok anak akan meningkat sampai 16 persen di tahun 2030.
Baca juga: Ingat, Merokok Saat Berkendara Bisa Kena Tilang Polisi
Kemenkes menyebutkan, rokok termasuk dalam zat adiktif karena menyebabkan ketagihan dan dependensi ketergantungan bagi orang yang mengisapnya.
Para perokok memiliki risiko mengalami gangguan kesehatan lebih tinggi dibanding mereka yang tidak merokok.
Menurut data Kemenkes, anak yang merokok maupun terpapar rokok dapat mengalami gangguan kulit dan plak gigi, kecanduan, penyakit pernapasan seperti asma, pneumonia, bronkitis, hingga gangguan kecerdasan.
Perokok juga berisiko mengalami penyakit jantung koroner, penyakit paru-paru, sampai gangguan kesehatan reproduksi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.