Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Tukang Bubur Ditipu Polisi

Kompas.com - 21/06/2023, 06:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAAT saya masih menjadi jurnalis di era Soeharto, jika ketemu dengan Abdurrahman Wahid selalu mendapat banyak cerita. Ketakutan yang ditebar rezim Orde Baru begitu efektif membungkam suara-suara kritis, termasuk memberangus aktivitas Gus Dur.

Ketika Gus Dur menduduki tampuk kekuasaan bahkan setelah lengser dari kursi presiden, kisah jenaka tersebut selalu menjadi bahan cerita untuk mengusir kepenatan politik.

Begitu beragam topik dari cerita-cerita yang diangkat Presiden RI ke-IV. Kali ini yang saya nukilkan, khusus tentang polisi.

Syahdan Gus Dur mendapat informasi dari panitia yang mengundangnya untuk berbicara di depan khalayak, mengenai banyaknya “mata-mata” yang memonitor pergerakan kelompok kritis.

Gus Dur sengaja diminta panitia untuk menyampaikan pidatonya dalam Bahasa Arab. Cara ini dilakukan agar intel dari kepolisian dan tentara tidak bisa memahami isi pidato Gus Dur.

Intel polisi yang bertugas tentu saja melaporkan isi pertemuan akbar yang dihadiri Gus Dur kepada komandannya.

Sang Komandan merasa tenang karena anak buahnya melaporkan kalau Gus Dur hanya memimpin doa saja. Tanpa ada pidato politik sama sekali.

Di lain waktu, Gus Dur merasa jengah karena iring-iringan kendaraannya “dikuntit” terus oleh voorijder polisi.

Karena sudah tidak tahan diikuti terus, Gus Dur memerintahkan sopir kendaraan untuk menepikan kendaraannya. Gus Dur langsung membuka kaca dan menanyakan maksud polisi yang menempelnya terus.

Gus Dur merasa terganggu dengan ulah polisi tersebut, sementara anggota rombongan yang berada di dalam kendaraan merasa khawatir dengan sikap berani Gus Dur.

Tak dinyana polisi yang lama mengikuti Gus Dur hanya meminta salaman karena sejak awal acara digelar, dirinya tidak sempat bersalaman dengan cucu pendiri Nadhatul Ulama, KH Hasyim Ashari.

Andai saja Gus Dur masih ada saat ini, entah cerita humor apa lagi yang bisa dibuatnya jika mengetahui kisah tukang bubur asal Cirebon, Jawa Barat yang ditipu seorang polisi.

Seperti yang kita ketahui bersama, penipuan adalah salah satu jenis kejahatan yang paling “purba” dan terus diperbuat oleh orang-orang yang memang berniat jahat.

Penipuan selama ini selalu bermodus memberi keyakinan dan memberi pengharapan kepada para korbannya. Sang korban merasa terbuai dan mendapat janji kepastian dari pelaku jahat.

Pelaku penipuan umumnya dianggap korban sebagai sosok yang bisa dipercaya omongan dan tindakannya.

Umumnya para korban yang menderita kerugian akan melaporkan kasusnya kepada “hambat wet” alias polisi.

Akan menjadi “ambyar” dan miris, bila pelaku kasus penipuan adalah polisi sang penegak hukum dan tukang bubur yang menjadi korbannya. Betul-betul polisi yang “tidak punya aklak”.

Harta berharga Tukang Bubur “diembat” Polisi

Kisah ini bukan seperti sinteron yang pernah tayang di layar kaca, “Tukang Bubur Pergi Haji” melainkan kisah duka tukang bubur di Cirebon.

Berharap putranya tidak mewarisi profesinya sebagai tukang bubur, Wahidin warga Desa Kejuden, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat berharap sangat anaknya bisa menjadi anggota kepolisian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com