Namun ketika Nagarawardhani dan Kusumawardhani meninggal pada tahun 1400, Wikramawardhana segera mengangkat menantunya, yaitu istri Bhre Tumapel sebagai Bhre Lasem.
Sejak saat itu, pertengkaran antara istana timur dan barat menjadi semakin sengit, hingga meletuslah Perang Paregreg pada tahun 1404.
Sesuai nama Paregreg yang berasal dari istilah dalam bahasa Jawa Kuno, peperangan ini terjadi dalam beberapa tahap dengan tempo yang lambat.
Hal ini menjelaskan jalannya Perang Paregreg yang berlangsung antara tahun 1404 hingga 1406.
Perang saudara ini berjalan secara bertahap dengan kemenangan yang terjadi silih berganti.
Selama dua tersebut, kemenangan kadang didapat oleh istana barat dan kemudian berganti dimenangkan istana timur.
Hingga di tahun 1906, akhirnya Perang Paregreg dimenangkan oleh istana barat yang dipimpin oleh Bhre Tumapel, putra dari Wikramawardhana yang dapat menguasai istana timur.
Dalam Perang Paregreg, Bhre Wirabhumi yang memimpin istana timur tewas.
Walau peperangan sudah usai, ternyata pertikaian antara dua istana itu masih menyebabkan dampak luar biasa pada Kerajaan Majapahit.
Dampak Perang Paregreg disebut menjadi pemicu kemunduran bagi Kerajaan Majapahit, yaitu:
Walau setelah peperangan istana timur bergabung dengan Kerajaan Majapahit di Mojokerto, ada banyak daerah kekuasaan yang mencoba melepaskan diri.
Bahkan wilayah kekuasaan Majapahit di luar Pulau Jawa dengan cepat melepaskan diri dan membuat banyak daerah lain melakukan hal yang sama.
Hal ini membuat wilayah kekuasaan Majapahit menjadi semakin sempit.
Walau perang saudara in hanya terjadi selama dua tahun, namun ternyata dampaknya memakan banyak korban.
Korban yang jatuh dalam Perang Paregreg bukan hanya berasal dari pasukan perang tapi juga orang asing dari Tiongkok.