KOMPAS.com - Pemerhati anak dan pendidikan Retno Listyarti meminta kepolisian menelusuri dugaan prostitusi anak dalam kasus yang menimpa gadis berusia 16 tahun di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Pasalnya, para pelaku melancarkan aksinya dengan cara mengiming-imingi korban mendapatkan pekerjaan dan uang.
Hingga Selasa (30/5/2023) Polda Sulawesi Tengah telah menahan lima tersangka dari 11 terduga pelaku dan memeriksa sejumlah saksi. Meski demikian hasil penyelidikan belum mengungkap motif para pelaku.
Sementara itu pendamping korban, Salma Masri, mengatakan kondisi kesehatan anak terus memburuk lantaran alat reproduksinya mengalami infeksi akut dan rahimnya terancam diangkat.
Baca juga: Polisi Diduga Perkosa Anak 16 Tahun di Parimo Sulteng Belum Jadi Tersangka, Ini Alasannya
Salma Masri bercerita psikis korban anak hingga saat ini masih sangat terguncang. Situasi tersebut diperparah dengan kondisi kesehatannya yang kian memburuk.
Dalam sejumlah rangkaian pemeriksaan ditemukan adanya infeksi akut pada alat reproduksi korban anak sehingga harus dilakukan tindakan operasi untuk mengangkat rahimnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari ibu korban anak, sambung Salma Masri, proses pengangkatan rahim akan dilaksanakan pada Rabu (30/5/2023).
Untuk itulah kata Kepala Unit Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) provinsi Sulawesi Tengah, Patricia Z Yabi, pihaknya belum bisa menggali lebih jauh kronologi yang menimpa korban anak.
"Melihat kondisi saat ini korban anak tidak memungkinkan kami asesmen. Jadi kami tunda bertanya sebenarnya apa yang terjadi. Kami prioritaskan kesehatannya supaya bisa bicara lebih baik," ujar Kepala Unit Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Sulawesi Tengah, Patricia Z Yabi, kepada wartawan Eddy Djunaedy yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Baca juga: Terbongkarnya Kasus Pemerkosaan Gadis 16 Tahun oleh 11 Pria di Sulteng
Salma Masri juga menerangkan dalam banyak kasus kekerasan seksual yang dialami anak, kasusnya cenderung terlambat dilaporkan.
Sebab mereka tidak punya keberanian untuk menceritakan apa yang dialami.
Dalam kasus di Kabupaten Parigi Moutong, kata Salma, korban berani menceritakan kejadian tersebut setelah merasakan sakit di organ reproduksinya ke sang bapak.
"Hampir semua kasus yang kami dampingi terlampat melaporkan," tegasnya.
Kendati demikian, pendamping korban dan Kepala Unit Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Sulawesi Tengah minta kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut dan menangkap semua pelakunya.
Termasuk menjerat para pelaku dengan pasal "yang membuat efek jera".
"Kami akan pantau apakah dalam penerapan pasal yang digunakan penyidik, juga menerapkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. UU ini akan menjawab mengenai pemulihan secara utuh pada korban dan restitusi atau ganti rugi yang sudah dialami korban pasca kejadian pemerkosaan," terang Salma.
Baca juga: Kronologi Gadis 16 Tahun di Sulteng Diperkosa 11 Orang, Ini Pelakunya
Mereka di antaranya NT, ARH, AR, AK, FA, DU, AK, AS, AW, dan seorang kepala desa berinisial HR.
Seorang terduga pelaku lainnya yang belum ditetapkan sebagai tersangka adalah anggota Brimob berinisial HST.
Akan tetapi, polisi baru melakukan penahanan terhadap lima tersangka. Adapun lima lainnya masih dalam pengejaran alias buron.
"Kami mohon doa agar cepat tertangkap dan melakukan proses lebih lanjut kelima orang ini," ujar Juru bicara Polda Sulawesi Tengah, Djoko Wienarto kepada wartawan Eddy Djunaedy yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Baca juga: Anak 16 Tahun di Parimo Sulteng Diperkosa 11 Pria Termasuk Polisi, Guru, dan Kades
"Kami mengimbau kepada para tersangka agar kooperatif dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Jangan sampai terjadi yang tidak diinginkan karena emosi dari pihak keluarga korban dan masyarakat," sambungnya.
Djoko Wienarto juga berkata, meski kelima tersangka yang ditahan sudah diperiksa namun belum diketahui secara jelas motif para pelaku. Termasuk dugaan apakah korban anak benar dicekoki dengan narkoba.
Pasalnya para pelaku yang saling mengenal diduga membarter korban dengan narkoba jenis sabu, termasuk mengancam korban dengan senjata tajam.
Yang pasti, kata Djoko, sejauh ini pihaknya sudah mengantongi barang bukti berupa dua kendaraan mobil.
Mobil itu diduga digunakan untuk melakukan pemerkosaan.
"Sehingga kami mengambil kesimpulan [kasus pemerkosaan] ini dilakukan dalam rentang waktu berbeda, tempatnya berbeda, dan waktunya juga berbeda-beda."
Baca juga: Demi Kuasai Perhiasan Emas, Anak di Morowali Sulteng Bunuh Ibunya yang Renta
"Jadi tidak dilakukan secara bersama-sama."
Dia pun menjanjikan tidak akan 'tebang pilih' dalam penanganan kasus pemerkosaan anak yang diduga dilakukan oleh seorang anggota Brimob.
"Kami tidak akan menutup-nutupi. Kami akan menegakkan hukum sesuai prosesnya."
Saat itulah korban berkenalan dengan para pelaku.
Setelah menyalurkan bantuan, lanjutnya, korban menginap di salah satu penginapan di Parimo. Korban disebut memilih tidak kembali ke Poso karena dijanjikan pekerjaan oleh para pelaku.
"Jadi dia [korban] berinteraksi dengan para pelaku ini terutama Pak Arif [salah satu terduga pelaku] yang guru. Dia [Arif] menjanjikan kerja. Diiming-imingi kerja, pekerjaan apa saja, di rumah makan. Tapi tidak ada pekerjaan itu," kata Salma.
Kalau merujuk pada penjelasan itu, pemerhati anak dan pendidikan Retno Listyarti menduga ada tindak pidana prostitusi anak.
Ini karena para pelaku melancarkan aksinya dengan cara mengiming-imingi korban mendapatkan pekerjaan dan uang.
"Polisi harus menelusuri apakah ada unsur prostitusi anak. Anak dilacurkan, karena melibatkan banyak orang dan iming-iming uang serta pekerjaan," imbuh Retno Listyarti kepada BBC News Indonesia, Selasa (30/5/2023).
Retno juga mengatakan kasus pemerkosaan anak yang terjadi di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah ini adalah "yang terberat" di tahun 2023 merujuk pada banyaknya pelaku dan dampak pada korban.
Kasus berat lainnya terjadi di Banyumas, Jawa Tengah. Korban anak berusia 12 tahun diperkosa oleh delapan orang di berbagai tempat.
"Saya menganggap ini [Parigi Moutong] terberat karena berdampak pada alat reproduksi korban yang rusak."
Baca juga: 17 Anak Dicabuli dan Direkam Pria Asal Bantul, KPAID Yogya Akan Tracing ke Sekolah
"Anak usia 15 tahun kan belum siap melakukan hubungan seks. Ya tentu saja merusak alat vitalnya. Kalau rusak ini kan dampaknya fatal. Jadi menurut saya ini luar biasa kejahatan seksualnya."
Itu mengapa Retno meminta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) terus memantau kasus tersebut agar para pelakunya termasuk yang diduga anggota Brimob tidak lepas dari jerat hukum.
Sebelumnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan Indonesia darurat kekerasan seksual terhadap anak.
Berdasarkan catatan KemenPPPA, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 kasus pada 2022. Jumlah itu mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, yakni 4.162 kasus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.