Dia mengatakan, di dalam demokrasi, publik adalah pemilik kekuasaan.
Oleh karenanya pejabat publik seharusnya mampu mendengarkan, memahami, dan merespons kritik dengan bijak serta terbuka terhadap umpan balik yang diberikan oleh masyarakat.
Dia menyarankan, dalam berkomunikasi, pejabat publik harus mengedepankan prinsip komunikasi yang terbuka dan transparan.
"Berkomunikasi secara terbuka, jujur, transparan, serta dengan gaya yang informal, menunjukkan rasa empati dan manusiawi, akan lebih disukai dan dihargai oleh publik," kata Feri.
Feri mengatakan, masyarakat tidak hanya menilai gaya komunikasi seorang pejabat publik hanya dari komunikasi verbalnya saja (ucapan/tulisan).
Namun, juga gaya komunikasi non-verbal, seperti mimik atau ekspresi wajah, gestur tubuh, intonasi suara, diksi atau pilihan kata, tindak-tanduk dalam beraktivitas.
"Itu semua menentukan positif atau negatifnya penilaian publik terhadap gaya komunikasi pemimpinnya," kata Feri.
Terlebih lagi, mayoritas pengguna media sosial adalah generasi milenial, di mana gaya komunikasi pejabat publik yang konvensional, kaku, tertutup, denial, anti kritik, dan tidak responsif sangat tidak disukai.
"Yang ada hanya akan membuat semakin negatifnya persepsi publik terhadap Pemprov Lampung," kata Feri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.