KOMPAS.com - Beberapa daerah di Indonesia memiliki tradisi unik dalam menyambut tamu yang berkunjung ke daerah mereka.
Tradisi menyambut tamu ini biasanya dilakukan jika ada kunjungan dari orang penting atau orang yang dimuliakan.
Baca juga: Mengenal Tradisi Lopis Raksasa yang Warnai Momen Syawalan di Pekalongan
Tentunya tradisi untuk menerima dan menyambut tamu yang datang ini dilakukan agar kunjungan tersebut dapat memberikan kesan yang baik dan menyenangkan.
Sebagian besar daerah di Indonesia melakukan penyambutan tamu dengan menggunakan tarian, namun ada juga tradisi unik di beberapa daerah yang membuat tamu merasa takjub.
Baca juga: Mengenal Tradisi Bau Nyale, Tradisi Unik Suku Sasak di Lombok Selatan
Berikut adalah ragam tradisi unik dalam menyambut tamu di berbagai daerah di Indonesia yang Kompas.com rangkum dari berbagai sumber.
Baca juga: 5 Tradisi Unik Gotong Royong, Mana Ciri Khas Daerahmu?
Potong Pantan adalah upacara adat yang dilaksanakan oleh masyarakat Dayak Ngaju di Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah.
Dilansir dari laman Kemendikbud, upacara Potong Pantan diselenggarakan untuk menyambut tamu umum atau tamu pemerintahan yang datang ke wilayah Kabupaten Kapuas.
Dalam istilah setempat, pantan adalah pohon penghalang atau kayu perintang.
Tujuan tradisi ini adalah supaya para tamu yang memotong pantan akan selalu mendapat perlindungan dari Sang Pencipta Alam Semesta atau Yang Maha Kuasa.
Selain itu, para tamu diharapkan akan dianugerahi kesehatan, umur panjang, rezeki yang berlimpah dan kesuksesan dalam melaksanakan tugasnya.
Henge'do adalah tradisi mencium dengan saling menempelkan ujung hidung ketika menyambut atau bertemu dengan seseorang yang dilakukan masyarakat Sabu Raijua di Nusa Tenggara Timur.
Dilansir dari laman Antara, Guru Besar Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Prof. Dr. Felysianus Sanga M.Pd menjelaskan mengenai tradisi mencium hidung tersebut.
Ia mengungkap bahwa tradisi Henge'do memiliki makna yang dalam, yaitu sebagai bentuk keakraban dan rasa keterikatan antara satu dengan yang lainnya sebagai saudara.
Filosofi hidung sebagai alat pernapasan yang bermakna kehidupan membuat masyarakat Sabu Raijua memaknai tradisi ni sebagai unsur yang bisa menghidupkan rasa kekeluargaan antara satu dengan yang lainnya, sekalipun mereka baru pertama kali bertemu.
Oleh karena itu, tak heran jika tradisi mencium hidung ini dilakukan masyarakat Sabu Raijua tanpa memandang jenis kelamin, status, strata sosial serta usia.
Huler Wair adalah tradisi menyambut tamu yang dilakukan masyarakat Sikka di Flores, Nusa Tenggara Timur.
Dilansir dari kompas.com, dalam tradisi ini, satu orang tua yang berpakaian adat lengkap akan membacakan syair-syair yang dalam bahasa Sikka disebut Kleteng Latar.
Setelah syair dibacakan, tua adat ini memercikkan tamu dengan air kelapa yang dipegang oleh satu orang perempuan.
Air kelapa ini dipercikkan dengan menggunakan 2 helai daun Huler yang masih muda.
Adapun tujuan dari ritual itu adalah agar tamu yang datang terbebas dari bahaya.
Meaju adalah tradisi menyambut tamu kehormatan yang dilakukan Suku Kaili di Sulawesi Tengah.
Dilansir dari laman Kemendikbud, tujuan meaju adalah untuk mengungkapan kegembiraan atau suka cita serta menunjukkan maksud bahwa tuan rumah akan selalu siap siaga memberikan rasa aman dan damai bagi para tamu yang datang.
Peralatan dalam Meaju antara lain gimba (gendang tradisional Kaili), guma (senjata tradisional Kaili), toko (tombak tradisional Kaili), dan kaliavo (perisai).
Gimba akan ditabu oleh sepasang bule (penabu) disusul dengan suara pekikan adat (peaju) oleh 1 hingga 3 orang topeaju.
Gerakan yang dilakukan seperti tarian perang dengan mengacungkan guma,toko serta kaliavo ke hadapan para tamu kehormatan yang baru saja tiba.
Para tamu akan dipersilahkan untuk terus berjalan ke depan seiring gerak mundur topeju yang terus menari dan memekik (meaju) sampai suara gimba yang di tabu berhenti.
Umapos adalah tradisi menyambut tamu kehormatan di Gorontalo dengan mempertontonkan gerak tari perang.
Dilansir dari laman Kemendikbud, Umapos merupakan visualisasi gerak tari perang tentang keperkasaan para pendekar dari Suku Saluan yang disebut Talenga.
Lewat tarian ini pula para Talenga akan menyampaikan pesan dan rasa hormat atas kedatangan tamu yang tengah mereka sambut.
Bakar batu merupakan tradisi suku Dani di Pegunungan Tengah Papua.
Namun tak hanya suku Dani, suku Lani juga memiliki tradisi yang sama hanya saja disebut dengan lago lakwi.
Sementara di Wamena, bakar batu lebih dikenal dengan sebutan kit oba isago, dan di Paniai disebut dengan mogo gapil.
Adapun masyarakat Papua pantai, menyebut tradisi ini dengan istilah barapen.
Dalam tradisi bakar batu merupakan media silaturahmi masyarakat yang memiliki makna mendalam, yakni sebagai ungkapan syukur pada Tuhan dan simbol solidaritas yang kuat.
Awalnya tradisi bakar batu bagi masyarakat pegunungan tengah Papua identik pesta daging babi.
Namun sekarang pesta bakar batu juga menyediakan daging ayam bagi mereka yang tidak bisa makan daging babi.
Sumber:
warisanbudaya.kemdikbud.go.id
warisanbudaya.kemdikbud.go.id
warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=7166
m.antaranews.com
kompas.com (Penulis : Kontributor Maumere, Nansianus Taris, Editor : I Made Asdhiana, Rachmawati)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.