Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dukun Pengganda Uang Mbah Slamet Bunuh 12 Orang, Bagaimana agar Kasus Serupa Tak Terulang?

Kompas.com - 08/04/2023, 06:07 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Sosiolog dari Universitas Indonesia, Imam Prasodjo, menilai kepolisian harus lebih cepat mendeteksi praktik-praktik kejahatan berkedok penggandaan uang untuk mencegah kasus 'dukun di Banjarnegara' terulang di masa mendatang.

Sebab, fenomena mistis atau klenik di Indonesia "relatif tebal" dan butuh "waktu yang panjang" untuk mendidik masyarakat agar berpikir rasional sehingga tidak mudah tertipu.

Sementara, kriminolog dari Universitas Indonesia, Josias Simon, mengatakan model kejahatan berlatar 'budaya' cukup banyak terjadi. Para pelaku biasanya menggunakan pola yang sama.

Adapun Kapolres Banjarnegara, Hendri Yulianto, mengimbau masyarakat agar berhati-hati dan jangan gampang percaya dengan janji orang atau pihak yang mengeklaim bisa menggandakan uang dengan cara instan.

Baca juga: Tergiur Kebohongan Dukun Slamet Bisa Gandakan Uang, Pasutri asal Lampung Suheri - Riani Gadai Mobil

'Pola dan menarget korban yang sama'

Kriminolog dari Universitas Indonesia, Josias Simon, mengatakan penipuan mengatasnamakan penggandaan uang mempunyai pola sejenis.

Yakni mengaku diri sebagai kyai, mbah, atau eyang yang 'menggunakan ilmu pesugihan putih' untuk membantu menggandakan modal usaha ataupun membantu yang sedang terlilit utang/keterpukuran ekonomi.

Untuk meyakinkan calon korban, pelaku biasanya menambahkan foto uang bergepok-gepok ditambah testimoni keberhasilan uang gaib tersebut.

Cara itu dipakai untuk memanipulasi korban agar terlihat berhasil dan akhirnya banyak yang tertarik.

Baca juga: Jenazah Pasutri Korban Dukun Pengganda Uang Banjarnegara Dibawa Pulang ke Lampung

Bagi orang-orang yang sedang terlilit utang atau ingin dapat uang dengan mudah, metode itu menggiurkan.

Di media sosial, kata Josias, iklan-iklan penggandaan uang berseliweran.

Kasus penipuan dan pembunuhan oleh 'dukun' yang bisa menggandakan uang sudah berulang kali terungkap.

  • Dukun Asep di Cianjur mengumbar bisa menggandakan uang. Pada tahun 2007 dia divonis mati oleh Pengadilan Negeri Rangkasbitung karena telah menghabisi nyawa delapan korbannya.
  • Dukun IS di Magelang juga mengklaim bisa menyembuhkan hinggga melipatgandakan uang. Pelaku melakukan aksinya pada tahun 2020 dan membunuh empat korbannya dengan memberikan minuman yang dicampur racun.
  • Abah Yanto di Gresik mengaku bisa menggandakan uang dengan ritual darah untuk sesajen.
  • Aki Wowon menjanjikan kekayaan dengan cepat. Korban Wowon mayoritas TKI di luar negeri dan saat mereka menagih janji itu justru dibunuh dengan cara diberi minuman beracun.

Baca juga: Viral Unggahan Akun Facebook Sastro Jendo yang Diduga Korban Dukun Mbah Slamet Banjarnegara

Mengapa banyak orang percaya?

Tersangka dukun pengganda uang Tohari (45) alias Mbah Slamet diminta menuunjukkan lokasi kuburan du lahan miliknya di Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Banjarnegara, Jawa Tengah, Selasa (4/4/2023). FADLAN MUKHTAR ZAIN Tersangka dukun pengganda uang Tohari (45) alias Mbah Slamet diminta menuunjukkan lokasi kuburan du lahan miliknya di Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Banjarnegara, Jawa Tengah, Selasa (4/4/2023).
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Imam Prasodjo, menyebut ada beberapa hal mengapa masih ada orang yang percaya pada 'dukun' pengganda uang, meskipun secara rasional hal itu tidak mungkin.

Pertama, karena kepercayaan masyarakat Indonesia pada dunia supranatural masih tebal.

Kedua, adanya perilaku yang ingin cepat berhasil atau kaya dengan jalan pintas. Mereka ini, kata dia, gampang dimanfaatkan oleh orang-orang yang mengaku dirinya sebagai 'orang pintar' - tak peduli apa latar belakang mereka.

Ketiga, rasionalitas masyarakat Indonesia tidak berkembang sehingga kerap terjebak penipuan.

"Jadi [fenomena dukun pengganda uang] ini menggambarkan perpaduan dunia mistis yang masih relati tebal dan desakan konsumerisme yang bergitu memborbardir sehingga orang jadi pragmatis, kepengen cari jalan pintas," imbuh Imam Prasodjo kepada BBC News Indonesia, Rabu (5/4/2023).

Baca juga: Penyesalan Mbah Slamet, Dukun Pengganda Uang yang Bunuh 12 Orang: Saya Ingin Bertobat

Menurut dia, satu-satunya jalan untuk mencegah berulangnya kasus serupa terjadi lagi di masa mendatang dengan gerak cepat polisi mengendus praktik-praktik penipuan tersebut agar tidak merajalela.

Sebab butuh waktu untuk mendidik masyarakat agar lebih rasional pada ilmu klenik.

"Kalau menyasar masyarakat yang gampang percaya [dukun], harus ada strategi khusus seperti pemetaan dan edukasi."

"Tapi pelaku yang mengaku dukun ini, harus ditertibkan supaya tidak jatuh korban. Kalau mulai ada praktik-praktik yang terindikasi penipuan ditertibkan, ditangkap."

Berapa korban tewas yang dibunuh Mbah Slamet?

Kepolisian sedang membuka posko pengaduan orang hilang untuk melacak identitas sebagian korban Tohari alias Mbah Slamet atau dukun pengganda uang di Banjarnegara, Jawa Tengah.

Sejauh ini polisi menemukan 12 jenazah yang dikubur di kebun milik Slamet di Desa Balun.

Tiga di antaranya telah teridentifikasi, namun sembilan lainnya sulit diidentifikasi lantaran hanya menyisakan tulang belulang.

Dugaan polisi, jasad-jasad itu sudah terpendam kira-kira enam bulan.

"Kita buat posko pengaduan masyarakat untuk data antemortem bagi yang merasa kehilangan keluarga," kata Kapolda Jawa Tengah, Ahmad Lutfhi di Mapolda Jateng, Rabu (5/4/2023).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jembatan Kawanua di Maluku Tengah Putus, Akses Transportasi 3 Kabupaten Lumpuh

Jembatan Kawanua di Maluku Tengah Putus, Akses Transportasi 3 Kabupaten Lumpuh

Regional
Trauma, Korban Banjir Lahar Dingin Sumbar Takut Masuk Rumah

Trauma, Korban Banjir Lahar Dingin Sumbar Takut Masuk Rumah

Regional
Detik-detik Waisak di Candi Borobudur, 866 Personel Gabungan Disiagakan

Detik-detik Waisak di Candi Borobudur, 866 Personel Gabungan Disiagakan

Regional
Remaja 16 Tahun di Buton Tengah Dicabuli 8 Orang Pria

Remaja 16 Tahun di Buton Tengah Dicabuli 8 Orang Pria

Regional
Pagi Ini Gunung Lewotobi Laki-laki 2 Kali Meletus

Pagi Ini Gunung Lewotobi Laki-laki 2 Kali Meletus

Regional
Wali Kota Makassar Danny Pomanto jadi Narasumber dan Penanggap di 10th WWF 2024

Wali Kota Makassar Danny Pomanto jadi Narasumber dan Penanggap di 10th WWF 2024

Regional
Kapal Nelayan Hilang Kontak di Perairan Rokan Hilir Riau, 2 Korban dalam Pencarian

Kapal Nelayan Hilang Kontak di Perairan Rokan Hilir Riau, 2 Korban dalam Pencarian

Regional
Prakiraan Cuaca Pekanbaru Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Pekanbaru Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Cerah Berawan

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Regional
Rangkaian Kegiatan Hari Raya Waisak 2024 di Candi Borobudur Magelang

Rangkaian Kegiatan Hari Raya Waisak 2024 di Candi Borobudur Magelang

Regional
Dikepung Warga, Penculik Bayi 7 Bulan di Dompu NTB Berhasil Ditangkap Polisi

Dikepung Warga, Penculik Bayi 7 Bulan di Dompu NTB Berhasil Ditangkap Polisi

Regional
Puncak Perayaan Waisak di Borobudur, Ada Festival Lampion Ramah Lingkungan

Puncak Perayaan Waisak di Borobudur, Ada Festival Lampion Ramah Lingkungan

Regional
Prakiraan Cuaca Manado Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Manado Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Malam ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Ringan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com