Saat ini lebih kurang ada 47 buruh panggul perempuan mengais rezeki di Pasar Gede Solo. Salah satu kekhawatiran Wagiyem dan para buruh lainnya adalah soal kesehatan.
Kondisi sakit, katanya, berarti tak bisa bekerja untuk keluarga. Mirisnya, hampir sebagian buruh belum memiliki jaminan kesehatan.
"Dulu ada mas teman saya kecelakaan terpeleset saat kerja. Kakinya patah dan tak ada bantuan sama sekali," katanya.
Wagiyem pun berharap para buruh panggul juga mendapat perhatian dari pemerintah. Setidaknya membuat perasaan tenang saat bekerja.
"Harapannya ya ada jaminan kesehatan Mas. Rata-rata, termasuk saya, alami nyeri di bagian kaki dan lutut. Kami ingin tetap sehat," katanya.
Di tengah hiruk-pikuk aktivitas pasar tradisional, kuli panggul turut menjadi sendi yang berperan.
Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono, berpandangan, salah satu keberhasilan pasar tradisional merupakan buah kontribusi dari kuli panggul.
Drajat mengatakan, kuli panggul memiliki hubungan sosial atau keterikatan dengan pasar.
"Di pasar tradisional atau pelabuhan, jasa mereka masih dibutuhkan," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Senin (13/3/2023).
Meski memiliki peran signifikan bagi pasar, Drajat menilai bahwa kuli panggul menjadi salah satu unsur yang lemah dalam kehidupan pasar. Sebagai pekerja kasar, peluang mereka untuk mengalami mobilitas vertikal kecil.
Ada dua hal yang menyebabkan kecilnya peluang kuli panggul untuk melakukan mobilitas vertikal. Pertama, kuli panggul merupakan tenaga kerja tidak terampil atau unskilled. Faktor lainnya adalah kuli panggul tidak memiliki akses peningkatan keterampilan.
"Mereka tidak bisa akses pada pelatihan sertifikasi. Ditambah lagi, mereka mengalami keterampasan akses kekuatan kepada hal-hal yang bisa meningkatkan skill dan modal," ucapnya.
Drajat menuturkan, fenomena gaya hidup mewah pejabat, yang akhir-akhir ini disorot, menjadi ironi tersendiri bila dibandingkan dengan kondisi sosial kuli panggul.
Ia menyampaikan, ketimpangan sosial sangat kentara dari fenomena itu. Sewaktu kuli panggul berjuang mencukupi kebutuhan, justru di tempat lain, pejabat-pejabat memamerkan kehidupan mewah.
"Sepanjang yang saya tahu, mereka dibayar per angkutan, bukan hitungan UMR. Tidak ada kepastian pendapatan dalam pekerjaan mereka. Ini menjadi kesenjangan sosial," tuturnya.