Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gempa Turkiye Disebabkan Patahan Geser, Pakar Unand Sebut di Sumatera Juga Ada

Kompas.com - 12/02/2023, 11:27 WIB
Perdana Putra,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

PADANG, KOMPAS.com - Pakar gempa Universitas Andalas (Unand) Badrul Mustafa memberikan analisanya terhadap gempa Turkiye yang terjadi pada 6 Februari 2023 lalu. Diketahui gempa Turkiye menyebabkan puluhan ribu warga meninggal dunia.

Menurut Badrul, gempa dengan kekuatan magnitudo 7,8 diikuti gempa kedua magnitudo 7,4  merupakan gempa besar yang menimbulkan intensitas MMI juga besar. Gempa ini terjadi akibat pergeseran mendatar dari patahan Anatolia.

"Patahan geser atau istilahnya strike-slip, itu kalau di darat dapat menimbulkan kerusakan yang besar karena dekatnya dengan pemukiman," kata Badrul kepada Kompas.com, Minggu (12/2/2023) di Padang.

Baca juga: Gempa M 4,1 Guncang Timor Tengah Utara, NTT

Badrul menjelaskan, Turki dilewati dua patahan besar yaitu patahan Anatolia Utara dan patahan Anatolia Timur. Ada tiga lempeng yang berinteraksi secara kompleks yaitu lempeng Anatolia, lempeng Arabia dan lempeng Eurasia yang sangat besar.

Lempeng Anatolia dan Arabia ini ukurannya sedang. Namun, di situ terdapat wilayah Turki yang berada di antara tiga lempeng yang berinteraksi.

Hasil interaksi dari ketiga lempeng yang bergerak ini muncullah patahan besar atau patahan Anatolia Utara dan Anatolia Timur. 

"Keduanya telah menimbulkan gempa-gempa besar sepanjang sejarah di Turki ini," kata alumni ITB dan lulusan universitas Prancis ini.

Pada tahun 1939, pernah terjadi gempa besar korban mencapai 30.000 jiwa meninggal dunia. Kemudian pada tahun 1999 juga terjadi gempa dengan korban jiwa 17.000 jiwa. Lalu 6 Februari 2023, sementara korban jiwanya sekitar 12.000 orang.

"Berdasarkan catatan sejarah terlihat bahwa gempa di darat yang ditimbulkan oleh patahan geser dengan kedalaman yang sangat dangkal dapat menyebabkan kerusakannya sangat besar," jelas Badrul.

Gempa disebut dangkal jika pusat gempa itu berada pada nol sampai 60 kilometer di bawah permukaan.

"Gempa yang terjadi di Turki itu bukan disebut dangkal lagi, tapi sangat dangkal", lanjut Badrul.

Banyaknya korban yang timbul baik yang meninggal dunia maupun yang luka-luka itu disebabkan oleh runtuhnya bangunan tempat tinggal. Bangun itu diketahui adalah bangunan-bangunan  tua.

Bahkan ada satu kastil yang roboh yang usianya sudah 200 tahun. Rata-rata bangunan yang roboh ini dibangun sebelum adanya building code atau aturan aman gempa.

Patahan Semangko

Badrul mengatakan di Sumatera ada juga potensi gempa dari patahan sejenis yang disebut sesar atau patahan semangko. Keberadaan sesar ini mulai dari Aceh sampai ke Lampung, juga melewati Sumatera Barat. 

"Terdapat 19 sampai 21 segmen pada sesar semangko ini. Segmen yang ada di Sumatera Barat adalah di antara yang paling aktif," jelas Badrul.

Baca juga: Gempa M 6,0 Guncang Talaud Sulut, Tak Berpotensi Tsunami

Menurut Badrul, pergerakan patahan mendatar semangko ini menimbulkan gempa yang terjadi pada bulan Februari tahun lalu.  Adanya potensi gempa yang diakibatkan oleh pergeseran mendatar ini, khususnya di Sumbar, menjadi catatan agar melakukan mitigasi dan usaha untuk mengurangi kerugian.

"Kita harus berusaha menekan potensi kerugian baik jiwa maupun harta benda. Umumnya kejadian yang menimbulkan korban jiwa meninggal maupun luka-luka adalah karena runtuhnya bangunan. Jadi penting sekali mitigasi pada struktur sebuah bangunan," ujar Badrul.

Terkait dengan hal itu, Guru Besar Teknik Sipil Unand Rendy Thamrin mengungkapkan, struktur bangunan harus disesuaikan dengan standar atau peraturan aman gempa yang sudah dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional.

Gempa sampai sekarang belum dapat diprediksi dengan tepat, karena itu mitigasi struktural pada bangunan mutlak harus dilakukan.  Pada bangunan yang sudah ada sebelum adanya aturan building code harus dilakukan asesmen untuk menilai apakah kekuatannya masih 100 persen atau sudah berkurang.

Baca juga: Sepekan Terakhir, Jawa Barat 10 Kali Diguncang Gempa

Jika telah berkurang banyak, maka harus dilakukan penguatan atau retrofitting. Terutama gedung untuk kepentingan orang banyak seperti pasar, rumah sakit, mal dan lain lain.

Rendy menjelaskan dalam konteks ini, pelajaran yang dapat diambil adalah evaluasi kinerja seismik dan inventarisasi dari bangunan. 

"Evaluasi ini harus dimulai di tingkat komunitas terkecil. Seperti tingkat risiko seismik dari rumah-rumah dan gedung-gedung yang digunakan oleh masyarakat," kata Rendy.

Untuk menentukan tingkat risiko, diperlukan evaluasi seismik dari rumah-rumah dan gedung-gedung yang ada. Pekerjaan ini harus mencakup penggunaan teknik pemodelan, pemantauan dan penilaian untuk menentukan bangunan yang tidak memenuhi tingkat risiko seismik.

Penguatan rumah dan bangunan yang tidak sesuai dengan tingkat risiko seismik merupakan prioritas bagi pemerintah. Tidak hanya di daerah rawan gempa, tetapi juga di daerah dengan tingkat kegempaan sedang.

"Rehabilitasi ini harus mempertimbangkan efisiensi teknik perkuatan atau mitigasi bencana secara fisik, serta kinerja dari bangunan yang direhabilitasi untuk memfasilitasi keberlanjutan dari pemakaian bangunan tersebut di lingkungan masyarakat kita," kata Rendy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Hubungan Asmara Sesama Jenis di Balik Pembunuhan Bos Kerajinan Tembaga di Boyolali

Hubungan Asmara Sesama Jenis di Balik Pembunuhan Bos Kerajinan Tembaga di Boyolali

Regional
Sempat Ditutup 6 Jam, Akses Padang-Solok Dibuka Kembali

Sempat Ditutup 6 Jam, Akses Padang-Solok Dibuka Kembali

Regional
Maju Pilkada Banten 2024, Arief R Wismansyah Ikut Penjaringan 3 Partai

Maju Pilkada Banten 2024, Arief R Wismansyah Ikut Penjaringan 3 Partai

Regional
Bocah Penjual Kue yang Tewas Kecelakaan di Pontianak Dikenal Gigih, Emoh Pulang Sebelum Dagangan Habis

Bocah Penjual Kue yang Tewas Kecelakaan di Pontianak Dikenal Gigih, Emoh Pulang Sebelum Dagangan Habis

Regional
Soal Pengangguran, Pj Gubernur Sebut Banten Jadi Tujuan Mencari Pekerjaan

Soal Pengangguran, Pj Gubernur Sebut Banten Jadi Tujuan Mencari Pekerjaan

Regional
Naskah Kuno Banyuwangi Diusung Perpusnas Masuk ke Ingatan Kolektif Nasional 2024

Naskah Kuno Banyuwangi Diusung Perpusnas Masuk ke Ingatan Kolektif Nasional 2024

Kilas Daerah
Bikin Gempar Undip, Nicholas Saputra Motivasi Mahasiswa Hadapi Ketidakpastian Masa Depan

Bikin Gempar Undip, Nicholas Saputra Motivasi Mahasiswa Hadapi Ketidakpastian Masa Depan

Regional
LKPD Kabupaten HST Kembali Raih Opini WTP dari BPK

LKPD Kabupaten HST Kembali Raih Opini WTP dari BPK

Regional
3 Warga Gunungkidul yang Jalan Kaki ke Jakarta untuk Temui Prabowo Sampai Purworejo, Minta Jalan Tol Masuk Gunungkidul

3 Warga Gunungkidul yang Jalan Kaki ke Jakarta untuk Temui Prabowo Sampai Purworejo, Minta Jalan Tol Masuk Gunungkidul

Regional
Banjir Rob Pantura Sayung Demak Mulai Surut, Pemotor: Masih Mengganggu

Banjir Rob Pantura Sayung Demak Mulai Surut, Pemotor: Masih Mengganggu

Regional
PAN Usung Istri Bupati di Pilkada Kabupaten Solok 2024

PAN Usung Istri Bupati di Pilkada Kabupaten Solok 2024

Regional
Gunung Ile Lewotolok Meletus 65 Kali Selama 6 Jam, Status Siaga

Gunung Ile Lewotolok Meletus 65 Kali Selama 6 Jam, Status Siaga

Regional
Polisi Tangkap Penipu Modus Jual Barang di Aplikasi Belanja Online

Polisi Tangkap Penipu Modus Jual Barang di Aplikasi Belanja Online

Regional
Kecelakaan di Pontianak, 2 Bocah Penjual Kue Meninggal

Kecelakaan di Pontianak, 2 Bocah Penjual Kue Meninggal

Regional
Longsor di Sitinjau Lauik, 2 Warga Dilaporkan Hilang, Diduga Tertimbun

Longsor di Sitinjau Lauik, 2 Warga Dilaporkan Hilang, Diduga Tertimbun

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com