"Saya pernah baca soal perubahan iklim disebabkan oleh pemanasan global, pemanasan global akibat aktifitas manusia yang tidak ramah lingkungan. Saya tak sangka rupanya berpengaruh pada tanaman kopi kami," ujar Gupardi.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu, Abdullah Ibrahim Ritonga, mengamini keluhan ribuan petani kopi yang diceritakan Gupardi.
Pada 2020, Walhi Bengkulu melakukan riset terkait dampak perubahan cuaca ekstrem terhadap produktivitas kopi di Bengkulu.
Bengkulu memiliki perkebunan kopi rakyat seluas 86 ribu hektare, dengan produksi 60 ribu ton biji kopi kering per tahun.
Beberapa tahun terakhir, jumlah panen menurun hingga 500-700 kg per ha/tahun. Salah satunya karena perubahan iklim.
"Hasil riset ditemukan sejak 10 tahun terakhir rentang tahun 2010 hingga 2020. Ditemukan terdapat anomali (kekacauan) cuaca iklim, hujan, panas tak menentu disertai intensitas ekstrim. Hasilnya cuaca ekstrim itu menyebabkan bunga kopi petani gugur di musim hujan lalu terbakar di musim panas. Sebelumnya ini tidak pernah terjadi," kata Abdullah Ibrahim Ritong saat ditemui di Bengkulu, Senin (16/1/2023).
Dalam riset Walhi, mengutip data BMKG terjadi anomali cuaca pada tahun 2015 hingga 2019 pola curah hujan yang tinggi dari bulan Agustus sampai Desember sehingga fase berbunga kopi menjadi putik menjadi gugur sehingga dapat menurukan produktifitas kopi di Desa Lubuk Resam.
Walhi menambahkan perubahan iklim merupakan fenomena alam global yang menjadi perhatian dunia karena dampaknya dirasakan oleh seluruh makhluk hidup.
Adanya perubahan tekanan udara akibat memanasnya suhu bumi menyebabkan iklim secara keseluruhan berubah maka terjadi peningkatan frekuensi dan intensitas banjir dan kekeringan serta peningkatan periodesitas El-Nino.
Perubahan iklim memiliki dampak negative salah satunya dapat menurunkan produktivitas tanaman khususnya tanaman kopi.
Meningkatnya peristiwa iklim seperti kekeringan akibat El-Nino mengakibatkan penurunan produktivitas kopi 10 persen. Sebaliknya musim hujan yang panjang akibat La-Nina menurunkan produksi kopi hingga 80 persen.
Dampak tidak langsung perubahan iklim terhadap tanaman kopi yaitu meningkatnya serangan hama penggerek buah kopi dan penyakit karat daun yang menyebabkan penurunan produksi sekitar 50 persen.
Baca juga: Cara Petani di Aceh Utara Atasi Kekeringan Berkepanjangan
Walhi, bersama sejumlah petani kopi di Desa Lebuk Resam saat ini sedang menginisasi pengelolaan pupuk kompos berbasis kotoran kelelawar, limbah dedak buah kopi.
"Kami bersama Walhi dan masyarakat saat ini sedang menginisasi pengelolaan pupuk kompos mengganti ketergantungan pupuk kimia. Kami memiliki ratusan goa di dalamnya ada ribuan ton kotoran kelelawar yang mungkin bisa kami manfaatkan untuk pupuk kompos. Saat ini masih dalam tahap perencanaan untuk memanfaatkan limbah buah kopi dan kotoran kelelawar," ujar Kepala Desa Lubuk Resam, Sudarmono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.