SEMARANG, KOMPAS.com-Polrestabes Semarang berhasil mengamankan 15 buruh yang terlibat penebangan pohon sengon di area sabuk hijau Waduk Jatibarang Semarang.
Dalam jumpa pers, salah seorang mandor mengaku hanya menjalankan intruksi seseorang bernama Adel usai diberi tahu titik lokasi penebangan.
Mereka dijanjikan upah harian sebesar Rp 100.000 untuk tugas tersebut.
“Kita cuma dikasih tahu ini lokasinya. Yang nyuruh panggilannya Pak Adel. Udah 15 truk selama 11 hari. Saya cuma dikasih upah harian Rp100.000, alatnya pakai punya masing-masing dan ngangkut kayu (ke truk) pakai motor,” ujarnya.
Baca juga: Buntut Penebangan Ilegal Dekat Waduk Jatibarang Semarang, 15 Penebang Liar Diringkus Polisi
Lantaran Adel menunjukkan surat kuasa yang disebut izin dari BBWS. Ia pun tanpa ragu menggarap penebangan di lahan sekitar 130 meter tersebut.
Kasatreskrim Polrestabes Semarang AKBP Donny Lumbantoruan mengatakan di samping upah harian, mereka juga difasilitasi mes atau tempat tinggal oleh pesuruhnya selama ditugaskan.
“Berdasarkan pengakuan 15 orang ini, mereka melakukan atas perintah seseorang yang masih kita selidiki lebih lanjut terhadap orang tersebut dan saat ini telah diketahui keberadaanya,” kata Donny saat jumpa pers di Polrestabes Semarang, Kamis (12/1/2023).
Baca juga: Diduga Angkut Kayu Hasil Penebangan Ilegal, 4 Truk Diamankan di Polewali Mandar Sulbar
Aksi yang dilancarkan selama 11 hari sejak 28 Desember 2022 itu ramai diberitakan lantaran merusak fasilitas umum dan jalan milik warga.
Lebih lanjut, 15 buruh asal Kendal dan Batang mengaku telah menebang 15 truk kayu sengon dan mengirimnya ke sebuah pabrik kayu di Batang.
Saat ini Donny telah mengamankan barang bukti 5 unit motor modifikasi, senso atau pemotong pohon, satu truk potongan kayu sengon, dan satu bendel dokumen dari kantor BBWS.
Sementara mereka dijerat pasal 68 a tentang Sumber Daya Air atau pasal 109 UU nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, yang telah diubah dengan UU nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun.
“Tapi proses ini perkembangannya masih kita lakukan penyelidikan karena masih belum ke proses sidik, masih dalam penyelidikan. Jadi kita masih mencari siapa yang menyuruh penebangan dan kemana larinya semuanya,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.