Pasir yang berada di belong bias kemudian disiram lagi menggunakan air laut Kusamba dan tersaring menjadi air garam pertama, proses penyaringan ini dilakukan 3-4 kali hingga menghasilkan air garam murni yang ditampung di bak berbeda bernama belong yeh.
Air garam murni ini nantinya akan dijemur mengandalkan panas matahari. Air garam murni itu dijemur menggunakan bak kecil buatan dengan daya tampung yang dangkal.
Sementara teknik tradisional khas para petani Kusamba, mereka menjemur di batang pohon kelapa yang dibelah dua dan dibentuk kubangan dangkal di bagian tengahnya.
"Hasilnya tentu beda. Yang kita jemur di batang pohon kelapa itu yang kualitasnya bagus. Yang banyak dicari yang tradisional. Karena tidak ada kandungan apa-apa. Kalau garam tradisional walaupun kebanyakan garam tidak akan sampai pahit, tapi cuma keasinan saja," paparnya.
Selain sebagai bumbu dapur, garam Kusamba juga sangat baik untuk perawatan tubuh. Dari hasil uji klinis, garam Kusamba mengandung 80 mineral alami.
Garam ini sering kali dijadikan produk kecantikan jenis bath salt. Bath salt atau garam mandi ini sangat baik digunakan untuk tujuan relaksasi. Bath salt yang dicampurkan pada air saat mandi dapat menghilangkan stres hingga meredakan pegal-pegal di tubuh.
Populasi Petani Garam Hampir Punah
Jika menengok sejarah, masyarakat di hampir sepanjang pantai Kusamba ini berprofesi sebagai petani garam yang mempertahankan cita rasa khas Desa Kusamba dari turun temurun.
Ironinya, regenerasi petani garam tidak berlanjut seiring anjloknya harga garam yang tak menentu. Padahal, kualitas garam Kusamba ini memiliki nilai jual sampai mancanegara.
"Kalau dulu sepanjang pesisir ini petani garam semua. Sekarang bisa dihitung jari. Totalnya cuma ada 17 petani garam di Kusamba," kata I Wayan.
Kebutuhan ekonomi masyarakat pesisir Kusamba menjadi alasan mengapa satu persatu orangtua mereka menyarankan agar anaknya merantau ke kota demi ekonomi yang lebih baik.
"Garam yang kotor itu terjual dengan harga Rp 1.500 per kilogram. Itu biasanya untuk pakan ternak. Sedangkan garam yang bersih (berkualitas) cuma Rp 4000 per kilogram," ungkapnya.
Murahnya harga garam itu menurutnya tidak sebanding dengan keringat dan tenaga yang dikeluarkan. Sebab rata-rata penghasilan dalam satu hari para petani hanya bisa memproduksi sebanyak 25 kilogram garam bersih.
"Oleh karenanya, kita tahan jika harga jualnya cuma Rp 4000. Ekonomi petani garam bisa stabil jika harga garam di angka Rp 10.000 per kilogram," kata Ketut.
Tingkatkan Produksi dengan Bangun Tunnel