Ketut tak menampik jika pemerintah tidak tinggal diam. Tahun ini, Kementerian Sosial (Kemensos) RI membangun sarana pembuatan atau Tunnel Garam di lokasi penggaraman tradisional ini.
Tunnel Garam ini dibangun dengan teknologi rumah kaca untuk proses kristalisasi air garam murni. Metode tunnel ini diklaim bisa meningkatkan produksi tanpa bergantung pada terik matahari.
"Dari tunnel ini kita sudah panen 2 kali di tahun ini. Satu periode, kita harus menunggu 25 hari baru bisa panen. Sekali panen, kita dapat garam kurang lebih 50 kilogram," sebutnya.
Namun menurutnya, kehadiran teknologi ini malah merubah cita rasa garam Kusamba yang lahir dari resep turun temurun. Garam yang dihasilkan dari teknologi tunnel ini tidak lebih baik dari garam yang diproduksi secara tradisional.
"Yang dihasilkan dari tunnel rasanya cenderung lebih pahit. Kalau yang tradisional sangat bersih dia. Karena penjemurannya di atas, di waktu menuangkan air garamnya ada filter. Kalau di tunnel, saat kita panen (kotorannya) masuk ke dalam. Sebersih apapun kaki kita pasti nempel pasir," ujar I Wayan.
Menurut Ketut, persoalan para petani garam Kusamba bukanlah di wilayah produksi. Mereka hanya butuh pemasaran garam Kusamba yang konsisten.
"Kalau produksi, cara tradisional bisa lebih banyak dari metode tunnel. Sehari kita bisa 25 kilogram garam bersih, sementara 1 tunnel bisa menghasilkan 50 kilogram namun menunggu 25 hari," tuturnya.
"Kapasitas gudang garam kita bisa mencapai 5 ton. Sekarang garam mengendap di gudang ada 800 kilogram garam dari 2 kali panen," imbuhnya.
Oleh karenanya, 17 petani garam Kusamba ini meminta agar Menteri Sosial Tri Rismahari membentuk sebuah sistem pemasaran agar pertanian garam Kusamba tetap lestari.
"Tadi saat Bu Menteri (Risma) berkunjung, kami meminta agar dibantu pemasarannya. Nanti akan ditindaklanjut oleh Kemensos," katanya.
Kemensos melalui Program Pahlawan Ekonomi Nusantara (PENA) berupaya untuk menjaga kelestarian dan merawat ekonomi para petani garam yang tergabung dalam Kelompok Petani Garam Sarining Segara di Desa Kusamba.
Melalui program PENA, Kemensos membangun sistem tunnel untuk memproduksi garam agar petani lebih bisa menghemat tenaga dan tidak bergantung kepada terik matahari.
Setelah melakukan peninjauan langsung, permasalahan garam Kusamba yakni pada distribusi pemasaran yang tidak stabil dengan harga yang rendah.
Menanggapi itu, Risma langsung menginstruksikan jajarannya untuk merancang pola pemasaran garam khas Kusamba ini.
Melihat kualitas dan potensi garam Kusamba bisa dijadikan bahan kosmetik, Risma mewacanakan untuk mengolah garam menjadi salt bath.