Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mimpi Anak Muda Huni Kota Tanpa Iklan Rokok…

Kompas.com - 21/12/2022, 16:41 WIB
Irawan Sapto Adhi,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

SOLO, KOMPAS.com – Denta Mulyatama tak kuasa membendung air matanya siang itu. Gadis belia itu menangis setelah membaca banyak komentar di media sosial yang justru menghujat aksinya.

Kejadian tersebut bermula ketika akun Instagram berbasis kedaerahan di Soloraya @iks_infokaresidenansolo mengunggah foto pertemuan antara anggota Forum Anak Sukowati (Forasi) dengan Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati.

Dalam unggahan itu, disebutkan bahwa tujuan kedatangan anak-anak ini adalah untuk mengadukan temuan 509 iklan, promosi, dan sponsor (IPS) rokok yang tersebar di 11 kecamatan di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah berdasarkan hasil pengamatan pada 18-23 Juli 2021.

Baca juga: Reklame Rokok di Solo Bakal Diatur Jarak Per 200 Meter Area Sekolah, Ini Kata Asosiasi Perusahaan Iklan

Nah, Tata, begitu Denta lebih akrab disapa, termasuk di antara empat anak anggota Forasi yang ikut menemui dan berfoto bersama Bupati Sragen pada 22 November 2021.

Dia mengaku bersedih dan kecewa karena mendapati niat baiknya malah terbalas dengan banjir cercaan dari warganet.

Tata merasa ketika itu padahal sedang memperjuangkan nasib anak-anak lain juga agar terhindar dari bahaya rokok.

Bersama teman-temannya, dia ingin memberi tahu Bupati Yuni bahwa masih ada banyak IPS rokok di wilayah Sragen yang berisiko membuat jumlah perokok anak di Bumi Sukowati terus bertambah.

Akun media sosial Tata sebenarnya tak sampai dicolek atau namanya disebut-sebut di dalam kolom komentar. Namun, dia merasa sudah cukup tertekan waktu itu.

Tata baru kali tersebut menyaksikan penentangan yang cukup masif di media sosial saat dirinya terlibat dalam kampanye anti-rokok.

Biasanya, dalam posting soal isu rokok di media sosial pribadi maupun miliki Foresi, dia paling hanya mendapati 1-2 komentar yang berbeda pendapat.

Baca juga: Nyata Bahayakan Anak, Rokok Diserukan Naik Harga

Sedangkan di posting akun media sosial dengan pengikut 294.000 itu, Tata menemukan ada puluhan komentar berupa caci maki atau merendahkan.

“Ada yang berkomentar begini, ‘Kowe nek ra udud ngalio. Rasah ngurusi wong udud’, ‘C*k sing nduwe baliho kui yo golek duit c*k’, ‘Forum gath*l’, ‘gabut og’, ‘dasar lebai’, dan seterusnya. Ya kami intinya dihujat seakan-akan jadi anak-anak pengadu atau kurang kerjaan,” cerita Tata kepada Kompas.com, Rabu (30/11/2022), sambil menunjukkan posting yang dimaksud.

Pemudi asal Kecamatan Karangmalang, Sragen itu pun bercerita dua temannya yang ikut menemui Bupati Sragen juga sempat menangis setelah membaca komentar-komentar dari warganet.

Namun, Tata mengaku tak membutuhkan waktu lama untuk dirinya bisa “move on” dari kejadian tersebut. Dia justru merasa makin bersemangat untuk menyuarakan kampanye anti-rokok saat itu.

Hal ini terjadi setelah Tata melakukan regulasi diri dan mengambil hikmah bahwa kejadian tersebut turut membawa bukti bahwa masih ada banyak orang di luar sana yang perlu diedukasi tentang bahaya rokok.

Baca juga: Solo Masih Terganjal Iklan Rokok untuk Jadi Kota Layak Anak

Dia bertekad ingin mengubah cara pandang mereka yang masih mendukung rokok.

Lagi pula, Tata saat itu melihat ada banyak dukungan yang dia terima dari teman-temannya dan pendamping Forasi. Dukungan itu termasuk berupa komentar membela aksi Forasi di posting Instagram.

“Saat itu saya berpikir, kalau saya menyerah atau berhenti, saya berarti mengamini (pendapat warganet) bahwa tindakan saya keliru. Padahal saya yakin sekali bahwa rokok adalah barang berbahaya yang peredarannya perlu dibatasi,” ungkap Tata yang kini menjadi Bendahara Forasi.

Setelah November itu, Tata pun dengan senang hati terus terlibat aktif dalam berbagai kampanye anti-rokok bersama Forasi hingga sekarang.

Berbagai aksi yang telah dia ikuti, termasuk melakukan edukasi kepada teman sebaya agar dapat melindungi diri dari rokok, menggelar lomba poster kampanye anti-rokok, aksi pungut puntung rokok di tempat umum, monitoring IPS rokok di wilayah-wilayah, menemui beberapa kepala organsiasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Sragen bahas isu pengendalian rokok, hingga audiensi dengan anggota DPRD Sragen untuk mendorong adanya aturan larangan iklan rokok.

Dia juga tak berhenti melakukan upaya mandiri dengan menjangkau orang-orang di sekitar agar menjauhi rokok. Ini seperti mengajak berdiskusi teman-teman di sekolah, teman-teman di sekitar rumah, maupun kerabat soal bahaya merokok.

Tata pun masih memanfaatkan media sosial pribadi untuk menyuarakan kampanye perlindungan anak terhadap rokok.

Dia memiliki keyakinan bahwa keberadaan rokok lebih banyak membawa rugi daripada untung bagi masyarakat, terlebih terhadap anak-anak.

“Saya melihat sendiri banyak tetangga (orang tua) yang merokok, anaknya terlihat kurang sehat. Selain karena paparan asap rokok, saya yakin kondisi itu dipengaruhi juga oleh pola makan mereka. Saya sangat sedih ketika melihat ada orang tua yang lebih memilih memanfaatkan uang mereka untuk membeli rokok ketimbang makanan sehat untuk anak-anak,” tutur dia.

Baca juga: Bea Cukai Semarang Bongkar Lokasi Penimbunan Rokok Ilegal, Pelaku Gunakan Modus Baru

Meski begitu, Tata selama ini menganggap masyarakat yang merokok atau mendukung rokok hanyalah sebagai korban. Mereka bisa demikian karena terpengaruh iklan atau promosi dari produsen rokok.

Ketika sudah terjerumus, orang-orang pada giliran jadi susah terlepas dari rokok karena sudah kecanduan zat adiktif itu.

“Ada orang mungkin bilang (industri) rokok telah membantu petani tembakau, memberi beasiswa pelajar, mendukung pendapatan negara dari cukai, dan lain sebagainya. Tapi, saya rasa itu semua tak sebanding dengan bahaya kesehatan yang bisa ditimbulkan olehnya, apalagi bagi anak-anak. Jadi sangat disayangkan jika pemerintah masih mendukung rokok,” pendapat dia.

Pengalaman serupa Tata juga pernah dialami oleh Rania Putri Shakilla dari Forum Anak Surakarta/Solo (FAS) ketika mengunggah konten kampanye anti-rokok untuk kali pertama di akun TikTok pribadi dua tahun lalu.

Ketika itu, Rania yang sedang aktif menjadi TikToker mengunggah video dengan latar belakang suara dia menjelaskan fakta bahwa Indonesia adalah negara ke-7 dengan jumlah perokok terbesar di dunia. Dia berpendapat bahwa capaian itu tentunya bukanlah sebuah prestasi.

Dalam posting tersebut, Rania juga memberi pesan kepada teman-teman muda untuk tidak coba-coba merokok. Dia menegaskan bahwa indikator anak muda keren bukanlah dengan merokok.

Tak berselang lama, posting Rania itu ternyata sudah diwarnai dengan beberapa komentar hujatan dari netizen. Kondisi ini jarang terjadi ketika pemudi asal Kecamatan Laweyan itu mengunggah konten dengan tema lain.

Namun, Rania mengaku tak begitu kaget kala itu. Sebab, dia sudah memahami adanya risiko dirinya bisa mendapatkan penentangan ketika menyuarakan kampanye perlindungan anak terhadap rokok.

Rania pun memilih tak menghapus postingnya sampai sekarang.

Dia hanya menghapus komentar-komentar bernada kasar karena mempertimbangkan kebanyakan pengikut TikTok-nya adalah anak-anak.

“Saya sempat cerita ke mama soal adanya komentar ini. Saya bilang kalau saya merasa perlu posting ini tetap ada. Saya sebenarnya tak masalah dengan adanya komentar berbeda pendapat tersebut. Saya malah senang karena bisa menjelaskan apa yang saya yakini benar. Tapi karena khawatir malah membuat teman-teman takut ikut menyuarakan kampanye bahaya rokok, saya akhirnya memutuskan untuk menghapus saja komentar kasar,” jelas dia.

Pengendara sepeda motor melintas di depan Mapolresta Solo pada Senin (5/12/2022) siang. Di dekat situ ada baliho rokok yang bisa dengan mudah dilihat oleh para pengendara. Padahal di sekitarnya ada beberapa sekolah dan fasilitas olahraga Stadion Mahahan yang termasuk sebagai kawasan tanpa rokok (KTR) sesuai Perda Solo No. 9 tahun 2019 tentang KTR.KOMPAS.com/IRAWAN SAPTO ADHI Pengendara sepeda motor melintas di depan Mapolresta Solo pada Senin (5/12/2022) siang. Di dekat situ ada baliho rokok yang bisa dengan mudah dilihat oleh para pengendara. Padahal di sekitarnya ada beberapa sekolah dan fasilitas olahraga Stadion Mahahan yang termasuk sebagai kawasan tanpa rokok (KTR) sesuai Perda Solo No. 9 tahun 2019 tentang KTR.

Rania pun masih ingat beberapa komentar yang sempat menyakiti hatinya waktu itu.

“’Halah koyo ngene ki nggo opo, dolanan slime wae c*k’, ‘lu yang kasih duit buat beliin rokok kah?’, ‘gapapa merokok untuk pemasukan negara’,” ucap dia menirukan komentar warganet.

Meski menerima penentangan, Rania kala itu tak mau berhenti menyuarakan kampanye anti-rokok karena ingin bermanfaat bagi sesama.

Baca juga: Bea Cukai Sita 49.486 Batang Rokok Ilegal di Lumajang, Dikirim dari Madura

Dia meyakini tindakannya adalah sebuah kebenaran untuk melindungi orang lain dari bahaya rokok.

Rania saat itu sudah memahami bahwa pasti ada pihak yang menentang sikapnya. Di dunia nyata sendiri, dia mengaku beberapa kali pernah mendapat perlawanan atau disepelekan oleh teman-temannya.

Sebagai contoh, ketika coba mengingatkan teman untuk tidak merokok di lingkungan SMA yang telah ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok (KTR), Rania justru dikatai sok sehat atau sok pahlawan.

“Ketika diingatkan, mereka biasanya melawan dengan bilang merokok di mana saja itu hak mereka. Ketika saya bilang kami yang tidak merokok juga punya hak untuk menghirup udara bersih, mereka marah. Jadi itu bahayanya, karena sudah kecanduan rokok, teman-teman jadi egois,” tutur dia kepada Kompas.com, Rabu.

Rania bahkan bercerita dirinya juga mendapat perlawanan di keluarga sendiri ketika menyuarakan sikap menolak rokok. Ini terutama dilakukan oleh kakaknya yang menjadi perokok aktif.

“Kakak saya itu sering ceng-cengin. Saya misalnya sampai dipanggil pejuang anti-rokok, apalagi saat mau berangkat kegiatan Forum Anak. Tapi ya tak apa, lagian mama support saya. Kami kerja sama coba yakinkan kakak untuk lepas dari adiksi rokok,” tutur dia.

Berdasarkan pengalamannya ini, Rania pun menyarankan kepada anak-anak muda lain yang memiliki keprihatinan yang sama terkait bahaya rokok dan ingin menyuarakannya, lebih baik bisa berkomunitas.

Menurut dia, hal ini penting agar anak muda bisa saling memberikan dukungan.

Di samping itu, Rania memandang, teman-teman muda juga perlu meminta dukungan dari orang tua atau orang terdekat di keluarga.

“Awalnya saya juga takut untuk bersuara. Tapi setelah mempelajari lebih dalam, lalu berdiskusi dengan teman-teman, ikut pelatihan-pelatihan, dan lain sebagainya, saya pun jadi lebih berani untuk mengemukakan pendapat terkait persoalan rokok ini. Oleh sebab itu, teman-teman sebaiknya jangan ragu untuk berkomunitas seperti bergabung dengan Forum Anak di daerah masing-masing. Ada banyak manfaat yang bisa diraih, baik berupa ilmu, pengalaman, atapun teman,” ujar dia.

Baca juga: 17,2 Juta Batang Rokok Diamanankan Bea Cukai Kudus, Nilainya Mencapai Rp 19,5 Miliar

Mimpi kota bebas iklan rokok

Baik Tata maupun Rania sama-sama optimistis upaya mereka dalam mengkampanyekan perlindungan anak terhadap rokok tak akan berbuah sia-sia.

Bersama Forum Anak, mereka berharap jumlah perokok anak bisa terus turun.

Tata menjelaskan, dalam mewujudkan target tersebut, Forum Anak Sukowati sendiri salah satunya sudah melakukan survei keberadaan IPS rokok di wilayah Sragen yang didukung oleh Yayasan Kepedulian untuk Anak (Kakak).

Seperti yang disebutkan di media sosial, dia mengatakan, Forasi sudah menyampaikan hasil survei tersebut kepada Bupati Sragen.

Tata melihat Bupati Yuni kala itu merespons positif masukan Forasi agar Pemkab dengan tegas membersihkan IPS rokok mengingat Sragen telah menjadi Kabupaten Layak Anak (KLA) tingkat Madya.

Forasi memiliki pandangan bahwa keberadaan iklan rokok ini dapat menyebabkan inisiasi perilaku merokok pada anak-anak atau remaja.

Tata menyayangkan masih ada banyak iklan rokok yang ditemukan di wilayah Sragen. Forasi ketika itu mendokumentasikan setiap IPS rokok di 11 kecamatan memakai kamera.

Forasi juga mencatat lokasi, merek rokok, metode iklan, dan lain sebagainya.

Tata merinci, dari 509 IPS rokok yang ditemukan Forasi, 51 persen adalah iklan, 48 persen berupa promosi, dan 1 persen berupa sponsor.

Sementara, sebagian besar IPS rokok ini ditemukan di pinggir jalan, yakni sebesar 81,7 persen dan biasanya bertempat di warung atau toko yang juga menyediakan rokok.

Selain itu, Forasi juga menemukan IPS rokok di tempat-tempat seperti sekolah, tempat pelayanan kesehatan, dan tempat ibadah yang padahal termasuk tujuh klaster Kawasan Tanpa Rokok.

“Kami menemukan industri rokok sampai mensponsori kegiatan agama dengan pengadaan alat ibadah dan kegiatan kesehatan dengan penyediaan alat cuci tangan. Padahal fasilitas ibadah dan fasilitas layanan kesehatan seharusnya 100 persen KTR. Kami juga mendapati temuan ‘menarik’ lain berupa sponsor berbentuk tugu rokok di Kedawung,” ucap Tata.

Baca juga: Gara-gara Rokok Hilang, Guru di Lampung Tendang Muridnya hingga Terpental

Untuk menguatkan data, dia menuturkan, pada awal tahun ini Forasi kembali melakukan survei keberadaan IPS rokok bersama Yayasan Kakak, tetapi lebih fokus menyasar sekitar sekolah.

Survei cepat ini tepatnya dilakukan oleh 10 pengurus Forasi pada 13-20 Maret 2022 dengan menjangkau 251 sekolah di 17 kecamatan di Sragen.

Sasaran monitoring adalah iklan rokok di radius 150 meter (m) dari pintu masuk atau pintu keluar SD, SMP, dan SMA di Bumi Sukowati.

Hasilnya, pengurus Forasi mendapati ada 1.413 iklan dan sponsor rokok yang berada di sekitar sekolah. Dari jumlah itu, 752 di antaranya adalah berupa iklan rokok, dan 661 berupa promosi.

Dari 251 sekolah itu, iklan dan promosi rokok paling banyak ditemukan di tingkat sekolah dasar (SD), yakni mencapai 1.067 buah.

Dari hasil ini, Forasi beranggapan industri rokok benar-benar sedang menyasar perokok pemula. Industri rokok kedapatan banyak memasang iklan di sekitar sekolah karena ingin memperkenalkan produknya ke anak-anak dengan kesan dan pesan yang menarik.

Dengan ini, Forasi pun telah menyusun tiga rekomendasi yang diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh Pemkab Sragen kaitannya dengan pengendalian iklan rokok di Bumi Sukowati.

Pertama, Forasi menganggap perlu diadakan edukasi di tingkat masyarakat terkait pengaruh iklan promosi rokok terhadap tingginya perokok anak.

Kedua, Pemkab perlu mengembangkan kebijakan untuk pelarangan iklan rokok lebih luas sampai tidak terjangkau mata anak-anak.

Baca juga: Rekreasi dan Rokok Penyebab Inflasi di Maumere pada November 2022

Ketiga, Forasi merasa perlu dilakukan edukasi lebih gencar kepada anak-anak bahwa mereka menjadi target iklan promosi rokok agar mereka dapat melindungi diri dari bahaya zat adiktif tersebut.

“Sragen sebenarnya sudah punya Perda No. 1 tahun 2011 tentang KTR, tapi belum mampu mengendalikan IPS rokok. Saya pribadi berharap Sragen bisa 100 persen bebas iklan rokok,” tutur dia.

Setelah melihat respons dari sejumlah pejabat di Sragen yang ditemui, Tata optimistis harapan-harapan Forasi akan terwujud. Dia yakin Pemkab akan memedulikan suara dan nasib anak-anak.

Ketika ditanya, dia mengakui, Forasi melakukan survei IPS rokok karena terinspirasi dari Forum Anak Surakarta (FAS). Setelah mendapat dukungan dari Yayasan Kakak, pengurus Forasi kemudian dengan senang hati melaksanakan survei tersebut.

Menurut Tata, tak ada kesepakatan di antara pengurus forum anak di Soloraya untuk melakukan survei maupun menjalankan kampanye anti-rokok bersama.

Hal tersebut melainkan berjalan secara organik karena pengurus forum anak di Sragen memiliki keresahan yang sama soal keberadaan iklan rokok bisa mengancam anak-anak.

Lagi pula, kata Tata, dengan melakukan survei IPS rokok dan mendorong terwujudnya Sragen bebas iklan rokok, Forasi jadi merasa ikut membantu menyediakan kawasan sehat yang lebih luas di Soloraya.

Bagaimanapun, dia menuturkan, mobilitas anak-anak di Soloraya kemungkinan besar tak hanya terbatas di daerah masing-masing. Ketika berkunjung ke daerah lain di mana pun di Soloraya, anak-anak diharapkan tak lagi terpapar iklan rokok.

“Kami sebenarnya sering ngobrol dengan teman-teman forum anak di kabupaten lain, tapi tidak ada kesepakatan soal ini. Kami lebih ke saling belajar saja. Ketika melihat ada yang baik dari daerah lain, kami coba terapkan di tempat tinggal sendiri,” jelas dia.

Baca juga: Tekan Peredaran Rokok Ilegal, Pemkot Malang Anggarkan Rp 1 Miliar untuk Pengadaan X-Ray

Tata pun mencontohkan, Forasi terinspirasi juga dengan apa yang telah dilakukan oleh pengurus Forum Anak Karanganyar (Forakra) setelah berhasil menggandeng Bupati Karanganyar Juliyatmono melakukan aksi bersama mencopot iklan rokok di Bumi Intanpari.

Forum Anak Karanganyar melakukan gerakan bersama Bupati Karanganyar Juliyatmono mencopot iklan rokok ilegal sebagai upaya mencegah penambahan perokok anak di Bumi Intanpari pada 2021 lalu. Kegiatan itu dilakukan setelah Forum Anak melakukan audiensi dengan Bupati.Dokumentasi Yayasan Kakak Forum Anak Karanganyar melakukan gerakan bersama Bupati Karanganyar Juliyatmono mencopot iklan rokok ilegal sebagai upaya mencegah penambahan perokok anak di Bumi Intanpari pada 2021 lalu. Kegiatan itu dilakukan setelah Forum Anak melakukan audiensi dengan Bupati.

“Kami ingin melakukan aksi serupa. Sementara kami baru melakukan survei IPS rokok dan melakukan audiensi,” jelas dia.

Iklan rokok halangi capaian kota layak anak

Forum Anak Solo diketahui untuk kali pertama melakukan survei terkait keberadaan IPS rokok di Kota Bengawan pada 2019.

Dalam survei tersebut, FAS juga menemukan banyak IPS rokok yang beredar di Solo. Detailnya, FAS mendapati ada 1.472 IPS rokok yang tersebar di lima kecamatan di Solo. Artinya, tidak ada satu pun wilayah di Solo yang terbebas dari IPS rokok.

Ketua FAS saat ini, Fransisca Kristiana Wibowo atau akrab dipanggil Caca, menjelaskan dari jumlah IPS rokok itu, 54 persen atau sebagian besarnya ditemukan berada di pinggir jalan.

Berdasarkan pengamatan, FAS menemukan banyak IPS rokok ini nyatanya diletakkan di tempat anak-anak sering berkumpul, misalnya halte atau tempat pelajar menunggu jemputan ketika pulang sekolah.

Setelah di pinggir jalan, FAS mendapati iklan promosi dan sponsor rokok di Solo bisa dengan mudah ditemukan di sekitar minimarket, sekitar sekolah, pasar tradisional, simpang jalan, tempat olahraga atau lapangan, dan taman kota atau taman cerdas.

Caca mengungkap, FAS dan Yayasan Kakak juga sempat melakukan survei keberadaan IPS rokok lagi pada periode Juni-Agustus 2021.

Baca juga: Cabuli 10 Bocah, Tukang Cukur Rambut di Serang Bujuk Korban Pakai Uang dan Rokok

Survei itu malah menemukan jumlah IPS rokok di Solo bukannya turun tapi naik dari 2019. Hasil survei pada tahun lalu itu menunjukkan adanya temuan sebanyak 1.572 IPS rokok.

Rinciannya, 240 IPS rokok ditemukan di Kecamatan Banjarsari, 258 di Kecamatan Laweyan, 346 di Kecamatan Jebres, 529 di Kecamatan Serangan, dan 199 di Kecamatan Pasar Kliwon.

Dengan ini, FAS telah mengeluarkan rekomendasi kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Solo agar dapat mengeluarkan larangan IPS rokok untuk mendukung capaian kota layak anak (KLA) kategori Paripurna.

"Anak-anak di Solo sudah dikepung iklan rokok di mana-mana. Kami sedang coba dijerumuskan agar tertarik dengan rokok," kata Caca saat diwawancara Kompas.com, Selasa (14/11/2022).

Dia mencermati keadaan pada 2021 itu masih tak jauh beda dengan saat ini.

Caca melihat sendiri banyak iklan rokok masih bertebaran di Solo. Beberapa memang dekat dengan sekolah dan ruang publik lain yang termasuk KTR berdasarkan Perda KTR No. 9 tahun 2019.

Dia mencontohkan ada baliho iklan rokok masih terpampang jelas di perempatan Mapolresta Solo. Di situ padahal sangat dekat dengan SMAN 4 Surakarta dan Kawasan Stadion Manahan.

Lebih jauh, Caca mengutip hasil survei cepat IPS rokok di sekitar sekolah yang dilakukan oleh Yayasan Kakak bersama Pemuda Penggerak pada 2-9 Maret 2022. Faktanya, survei tersebut menemukan masih ada banyak IPS rokok yang “mewarnai” sekolah-sekolah di Solo, yakni mencapai 962 buah.

“Sangat disayangkan bahwa implementasi KTR masih kurang, terlebih di kawasan sekolah. Pemerintah seharusnya bisa lebih memperhatikan lagi perkara ini dengan mencegah upaya industri rokok menjaring anak-anak menjadi perokok pemula,” tutur Caca.

Meski begitu, dia yakin Pemkot Solo ke depan akan lebih memperhatikan nasib anak-anak untuk terhindar dari rokok. Dia menuturkan, pemerintah yang baik pasti memedulikan hak anak-anak.

Caca sendiri sempat mendengar kabar bahwa Pemkot saat ini sedang menyusun revisi Perda tentang Reklame yang di dalamnya kemungkinan turut mengatur soal larangan iklan rokok.

Dia berharap hal itu benar-benar terjadi dan bisa terwujud dalam waktu dekat. Caca ingin aturan larangan iklan rokok dapat diberlakukan secara maksimal di seluruh atau 100 persen wilayah Solo.

Anggota Forum Anak Solo menggelar aksi pungut puntung rokok di Taman Monjari, Banjarsari, Solo pada 2021. Ini bagian dari upaya anak-anak untuk menyuarakan penegasan pengawasan terhadap pemberlakuan Perda Nomor 9 tahun 2019 tentang KTR.Dokumen Forum Anak Solo Anggota Forum Anak Solo menggelar aksi pungut puntung rokok di Taman Monjari, Banjarsari, Solo pada 2021. Ini bagian dari upaya anak-anak untuk menyuarakan penegasan pengawasan terhadap pemberlakuan Perda Nomor 9 tahun 2019 tentang KTR.

FAS sebelumnya menyesalkan larangan iklan rokok tak sekalian diatur dalam Perda KTR yang diterbitkan pada Desember 2019.

Caca bercerita, anggota FAS sendiri pernah melakukan audiensi dengan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka pada Januari 2021.

Dalam kesempatan itu, anggota FAS turut menyampaikan harapan Pemkot bisa lebih optimal dalam memberikan perlindungan terhadap anak-anak, termasuk dengan membuat larangan iklan rokok.

Baca juga: Kasus Sopir Pengangkut Rokok Ilegal di Tol Kertosono Dilimpahkan ke Kejari Nganjuk

Menurut dia, anggota FAS juga pernah menemui Ketua DRPD Solo dan Wakil Ketua DRPD Solo pada November 2021 untuk meminta dukungan agar Solo bisa meraih predikat KLA Paripurna.

Dalam hal ini, anggota FAS berharap kepada DPRD agar dapat pula mendorong terwujudkan larangan IPS rokok di seluruh wilayah Solo. Sebab, keberadaan IPS rokok itu lah yang terus menjadi penjegal Solo jadi kota layak anak tingkat Paripurna.

Sejak 2016, Solo hanya bisa mendapatkan predikat KLA utama.

Caca menuturkan, FAS juga telah melakukan beberapa upaya lain untuk mendorong Solo menjadi Kota Layak Anak karegori Paripurna.

Ini termasuk dengan menggelar aksi pungut puntung rokok di KTR untuk melihat implementasi Perda Solo No. 9 tahun 2019 tentang KTR apakah sudah berjalan dengan baik atau belum.

Sayangnya, dalam beberapa kesempatan, anggota FAS masih menemukan banyak puntung rokok di sejumlah tempat yang menjadi KTR.

Misalnya, pada aksi bulan Juni 2021, ada 1.295 puntung rokok yang ditemukan FAS di area Taman Jaya Wijaya Mojosongo dan 465 puntung rokok di area Monjali Monumen Banjarsari.

FAS juga punya program live Instagram yang ditujukan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, terutama anak-anak muda terkait bahaya rokok. Dalam forum tersebut, FAS pernah pula melakukan diseminasi hasil monitoring IPS rokok.

“Ini bagian dari upaya kami untuk memberi tahu teman-teman lebih luas agar kita sama-sama waspada terhadap iklan rokok,” ucap dia.

Sementara, belum lama ini, FAS bersama Yayasan Kakak, Pemuda Penggerak, Gempita, Karang Taruna Indonesia (KTI) Kelurahan Jebres telah menggelar acara Promosi Aplikasi Pantau KTR dan Launching Buku Kampung Bebas Asap Rokok (KBAR) di Taman Cerdas Soekarno Hatta, Kelurahan Jebres.

Ketua Pemuda Penggerak, Aprilia Dian Asih Gumelar, menjelaskan acara ini diadakan agar KBAR dapat dikembangkan lebih luas. Begitu juga dengan aplikasi Pantau KTR, diharapkan bisa dipergunakan lebih luas oleh masyarakat.

Pantau KTR adalah aplikasi sistem informasi berbasis teknologi yang dibuat untuk membuka akses masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan dan melaporkan pelanggaran Perda KTR di suatu wilayah, sehingga bisa ditindaklanjuti oleh penanggung jawab. Aplikasi ini dibikin oleh Yayasan Pusaka Indonesia.

Sedangkan KBAR adalah program yang diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam implementasi kebijakan KTR.

Bukan hanya di Solo dan Sragen

Saat dimintai informasi, Ketua FAS, Caca juga menyebut tidak ada kesepakatan di antara pengurus forum anak di Soloraya untuk melakukan survei IPS rokok ataupun menjalankan kampanye anti-rokok.

Menurut dia, aksi tersebut lahir lebih karena adanya inisiatif dari masing-masing pengurus forum anak.

Caca sendiri senang ketika melihat pengurus forum anak di daerah lain di Soloraya sama-sama telah melakukan survei IPS rokok atau gencar melakukan upaya-upaya lain kaitannya dengan kampanye perlindungan anak terhadap rokok.

Dia memandang, kondisi tersebut membuka peluang terwujudnya kawasan bebas iklan rokok yang lebih luas di Soloraya.

“Solo ini kan sempit (wilayahnya). Banyak dari kami juga bepergian ke daerah sekitar, misalnya ke Solo Baru (Sukoharjo) atau Colomadu (Karanganyar). Harapannya ketika di Solo bisa bebas iklan rokok nanti, di daerah lain juga begitu,” ujar dia.

Selain di Solo dan Sragen, anak-anak yang tergabung dalam forum anak di Karanganyar juga sudah melakukan survei IPS rokok di wilayah mereka.

Saat dimintai informasi, Ketua Yayasan Kakak, Shoim Shariyati, menyebut kondisi di Karanganyar juga tak jauh beda dengan di Solo maupun Sragen, yakni masih dikepung banyak iklan rokok.

Berdasarkan survei yang dilakukan Forum Anak Karanganyar (Forakra) bersama Yayasan Kakak dan Pemuda Penggerak pada 11-17 Juli 2021, ditemukan masih ada sebanyak 907 IPS rokok yang tersebar di 11 kecamatan di Bumi Intanpari.

Meski begitu, selama mendampingi perjuangan Forum Anak, Shoim melihat, secara umum para pemimpin daerah di Soloraya merespons positif harapan dari anak-anak terkait adanya pembatasan atau pelarangan iklan rokok di wilayah masing-masing.

Dia mencontohkan, Wali Kota Solo telah menyatakan komitmen kepada anak-anak akan mempertimbangkan apakah Solo bakal secara total atau tidak dalam melarang keberadaan iklan rokok.

“Yang kami lihat di Solo, saat ini sedang proses untuk menuju pelarangan iklan rokok. Tapi, apakah berani total atau tidak, kami tunggu keputusannya lewat Perda Penyelenggaraan Reklame baru. Mudah-mudahan Solo berani melarang iklan rokok di 100 persen wilayah sesuai harapan anak-anak,” ucap Shoim.

Menurut dia, Bupati Sragen dan Bupati Karanganyar juga telah menyampaikan komitmen untuk melakukan kajian lebih lanjut soal larangan iklan rokok di wilayah mereka atas harapan anak-anak.

Menurut dia, sementara yang baru ditunjukkan oleh Bupati Sragen dan Karanganyar setelah ditemui anak-anak adalah dengan tegas melarang atau menertibkan iklan rokok yang belum berizin.

Bupati Sragen diketahui telah mengimbau kepada para camat untuk membersihkan iklan rokok ilegal yang beredar di wilayah mereka. Bupati Yuni termasuk sudah menggempur gapura atau tugu rokok yang sempat dilaporkan oleh anggota Forasi.

“Imbauan penertiban IPS rokok ilegal sudah ditekankan berulang-ulang kepada camat-camat di Sragen. Jadi action-nya sudah. Tapi, kemarin anak-anak sudah menyampaikan bahwa itu perlu juga diwujudkan dalam surat edaran, surat instruksi, atau peraturan tertulis. Sehingga IPS yang sudah dicopot atau dihancurkan ya selesai, tidak muncul yang baru. Pemkab pun sudah mengatakan akan membikinnya. Itulah yang akan dikawal anak-anak selanjutnya agar diwujudkan,” jelas Shoim.

Sementara itu, setelah diadakan audiensi, Bupati Karanganyar sempat melakukan aksi bersama dengan Forum Anak Karanganyar untuk mencopoti iklan-iklan rokok yang tak berizin.

Berbeda dengan di Sragen, Pemkab Karanganyar sudah melakukan tindak lanjut dengan menerbitkan surat intruksi ke kecamatan untuk bisa membersihkan juga iklan rokok ilegal di wilayah.

Dengan ini, di Karanganyar, kata Shoim, anak-anak selanjutnya akan melakukan advokasi untuk pelarangan iklan rokok yang berizin yang telah dikatakan Bupati akan dikaji lebih dulu.

“Jadi memang respons para kepala daerah ini positif. Ya kami memahami bahwa dalam menentukan kebijakan, pemerintah kadang tidak bisa langsung frontal. Dalam hal ini kami setidaknya melihat adanya dukungan dari kepala daerah sebagai embrio menuju kebijakan pelarangan iklan rokok secara menyeluruh. Terlebih ini menyangkut rokok karena kadang juga masih pro dan kontra di tingkat masyarakat,” jelas dia.

Tak hanya di Solo, Sragen, dan Karanganyar, dia menyampaikan, Yayasan Kakak juga tengah mendukung Forum Anak dari Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Wonogiri dalam mengkampanye perlindungan anak terhadap rokok.

Shoim menyampaikan, sudah ada rencana dari Forum Anak di Sukoharjo dan Wonogiri untuk melaksanakan survei keberadaan IPS rokok dan menggelar audiensi dengan kepala organisasi daerah (OPD) yang diyakini mendukung, hingga kepala daerah.

Karena belum memiliki Perda KTR seperti di Solo, Sragen, atau Karanganyar, menurut dia, anak-anak di Sukoharjo dan Wonogiri awal mulanya menginginkan Pemerintah Daerah mereka bisa lebih dulu untuk menerbitkan aturan tersebut. Diharapkan, larangan iklan rokok juga diatur sekaligus di Perda KTR itu.

Shoim menjelaskan alasan keterlibatan Yayasan Kakak dalam kegiatan Forum Anak di Soloraya dalam kampanye anti-rokok tidak lain adalah karena Yayasan Kakak bagaimanapun adalah LSM yang memiliki kepedulian dalam persoalan perlindungan anak.

Yayasan Kakak menjalankan aksi ini didasarkan pada semangat ingin mewujudkan Kota layak Anak atau Kabupaten Layak Anak di Soloraya.

Menurut Shoim, hal itu bukan semata-mata soal suatu daerah bisa memperoleh penghargaan dari pemerintah pusat, tapi lebih kepada realisasi pemenuhan hak-hak anak sesuai standar KLA.

“Nah, kalau bicara tentang pengendalian tembakau, itu sebenarnya juga masuk sebagai amanah dari KLA. Karena di indikator 17, memang ada penilaian ketersediaan KTR dan larangan IPS rokok,” jelas dia.

Shoim pun sangat mengapresiasi keberadaan anak-anak yang dengan semangat mau menyisihkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menyuarakan kampanye anti-rokok demi kepentingan anak-anak lain juga.

Dia merasa, aksi anak-anak ini laik ditiru oleh anak-anak dari daerah lain demi mempersiapkan masa depan dengan lebih baik.

“Kalau bicara KLA, perlu dipahami bahwa, bapaknya anak-anak ya kepala derahnya. Itu amanah dari kebijakan. Jadi Bapak/Ibu Bupati atau Walikota sudah semestinya siap mendengarkan harapan anak-anak dan berupaya memenuhinya. Forum anak ini kan memang punya peran sebagai pelopor dan pelapor. Sebagai pelopor, anak-sanak salah satunya yakni bisa melakukan monitoring IPS rokok,” ucap Shoim.

Pemerintah daerah mendengar usulan anak-anak

Bupati Sragen Jawa Tengah, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, saat di Rumah Dinas Bupati, Selasa (17/5/2022).KOMPAS.COM/Fristin Intan Sulistyowati Bupati Sragen Jawa Tengah, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, saat di Rumah Dinas Bupati, Selasa (17/5/2022).

Saat dimintai tanggapan, Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati, memberikan apresiasi kepada anak-anak di Forum Anak Sukowati yang terlibat dalam aksi menyuarakan larangan iklan rokok di Sragen demi kesehatan generasi muda.

Dia setuju dengan apa yang sudah dilakukan oleh anak-anak tersebut. Namun, dia berharap, anak-anak jangan hanya fokus menyoroti persoalan iklan rokok, tapi juga berjuang memberi taulanda untuk bisa memberi tahu teman-teman sebaya terkait bahaya rokok.

“Jangan (menyuarakan) larangan iklan rokok saja, tapi bagaimana sesama generasi muda bisa memberi tauladan untuk memberi tahu teman-teman sebaya akan bahaya rokok,” ucap dia saat diwawancarai pada Senin (5/12/2022).

Ketika disinggung soal adanya harapan dari anak-anak akan larangan iklan rokok yang lebih luas di Sragen hingga ke desa-desa sebagai bagian dari upaya perlindungan terhadap generasi penerus, Yuni menyatakan setuju dengan usulan tersebut.

Untuk merealisasikan hal itu, Bupati menuturkan, Pemkab salah satunya akan mendorong desa-desa dapat menerbitkan peraturan terkait larangan iklan rokok.

“Kami mendengar aspirasi anak-anak. Perda larangan merokok (nanti) untuk diikuti dengan Perdes (peraturan desa),” jelas dia.

Saat disinggung soal besaran pendapatan daerah Sragen dari pajak reklame iklan rokok, Bupati Yuni mengakui jika jumlahnya tak signifikan.

Dia menyebut, total pendapatan daerah dari iklan kurang lebih hanya Rp800 juta per tahun. Itu sudah termasuk dengan iklan rokok. Sedangkan besaran PAD Sragen bisa mencapai Rp350 miliar per tahun.

Meski begitu, ketika ditanya lebih lanjut soal apakah mungkin Sragen ke depan membuat kebijakan larangan IPS rokok di 100 persen wilayah untuk mendorong capaian KLA, Yuni tak menjawab dengan lugas.

Dia hanya menyatakan komitmen Pemkab yang jelas tidak akan pernah meminta sponsor dari rokok selama dirinya menjadi Bupati.

Selain itu, Bupati Yuni menyampaikan keyakinan bahwa iklan rokok bukanlah penyebab utama anak-anak menjadi perokok pemula.

“Menurut ibu, lebih besar pengaruhnya lingkungan mulai dari keluarga untuk anak-anak mencoba merokok. Seorang ayah perokok bisa dipastikan kemungkinan besar anaknya juga perokok. Iklan menjadi salah satu faktor pendukung saja,” ungkap dia.

Dengan ini, Bupati pun mengajak anak-anak untuk menjadi contoh dan berkampanye tentang keburukan rokok kepada teman-teman sebayanya.

Dia menyampaikan terima kasih kepada anak-anak yang selalu konsisten bersuara dan mengingatkan sesmaa akan bahaya rokok.

“Perlu kerja keras bersama. Ibu keliling Sragen, di desa yang notabene minim baliho iklan rokok ada beberapa anak di bawah umur yang merokok. Ada juga anak usia SMP. Ibu tanya apa yang bikin mereka merokok, dijawab, ‘bapak di rumah juga merokok enggak apa-apa’. Prihatin sekali,” ucap dia.

Bupati Yuni pun mengimbau kepada masyarakat Sragen khususnya, untuk tidak merokok di depan anak-anak dan di dalam lingkungan keluarga.

Dia bahkan berharap warga yang masih merokok untuk bisa berhenti saat ini juga demi kebaikan bersama.

Perda KTR tidak cukup untuk bisa capai KLA

Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Solo, Purwanti berdiskusi dengan Forum Anak Solo di Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Senin (13/6/2022).KOMPAS.com/LABIB ZAMANI Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Solo, Purwanti berdiskusi dengan Forum Anak Solo di Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Senin (13/6/2022).

Saat dimintai konfirmasi, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Pendidik, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Solo, Purwanti, membenarkan keberadaan iklan rokok masih menjadi kendala bagi Kota Solo untuk bisa memperoleh predikat KLA kategori Paripurna.

Kota Solo terhitung lima tahun terakhir “hanya” bisa mendapat penghargaan KLA kategori Utama dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Dia menyampaikan, agar benar-benar berstatus KLA Paripurna, sebuah daerah memang tidak boleh ada iklan rokok. Sementara Solo belum bisa mewujudkan kondisi tersebut.

Purwanti pun mengamini temuan FAS bahwa masih ada banyak iklan rokok di Solo yang berpotensi mendorong anak-anak menjadi perokok pemula.

DP3AP2KB sendiri, kata dia, sudah seringkali memanfaatkan data hasil survei IPS rokok oleh FAS untuk menyuarakan pentingnya pengaturan iklan rokok di jajaran eksekutif maupun legislatif.

“Berdasarkan hasil pantauan itu lah kami melakukan advokasi kepada kepala-kepala OPD terkait,” ucap Purwanti saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (5/12/2022).

Dia melihat ketika dilakukan koordinasi dengan DP3AP3KB, para kepala OPD lain secara umum mendukung apa yang diharapkan anak-anak akan adanya pembatasan iklan rokok di luar ruangan.

Misalnya, Purwanti bercerita, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Solo merespons positif ketika dirinya menyampaikan keresahan bahwa Solo belum juga bisa mencapai predikat KLA kategori Paripurna karena iklan rokok.

“Jadi saya kontak Kepala Bapenda. Intinya, saya sampaikan, meski kita sudah meraih penghargaan KLA Utama, rasanya risih kalau masih ada dari kita belum memberikan hak secara penuh kepada anak-anak. Iklan rokok masih tidak sesuai ketentuan. Nah, saya mendengar sendiri, Kepala Bapenda menyambut positif kaitannya dengan usulan pembatasan iklan rokok ini. Beliau berkata, ‘oke kami upayakan’,” ucap Purwanti.

Dia mengeklaim pernah juga membangun koordinasi mendalam dengan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Solo dan Bagian Hukum Setda Solo terkait perlunya kebijakan pembatasan iklan rokok yang semata-mata untuk mendukung perlindungan anak.

Purwanti menyebut, keberadaan Perda KTR sejak 2019 tidak cukup untuk membuat Solo menjadi KLA kategori Paripurna. Sebab, Perda tersebut tak sampai melarang keberadaan IPS rokok.

Dia mengatakan, untuk saat ini sebenarnya ada kabar baik bahwa Pemkot sedang menyusun Perda tentang Penyelenggaraan Reklame baru.

Dalam draf Raperda yang dibuat oleh Bapenda Solo itu, pengaturan reklame iklan rokok turut disinggung.

Tetapi, Purwanti menyebut, pengaturan itu memang tidak sampai melarang iklan rokok di semua wilayah Solo sesuai usulan DP3AP3KB.

Meski begitu, bukan tidak mungkin hal tersebut dapat berubah mengingat Raperda tentang Penyelenggaran Reklame masih dalam proses pembahasan di Panitia Khusus (Pansus) DPRD Solo.

Dia pun berharap anggota Pansus dapat mendukung Solo bebas iklan rokok.

“Saat ini ada revisi Perda Reklame. Kami sejak awal intens ikut dalam pembahasan-pembahasan Raperda mulai di jajaran eksekutif. Target kami untuk IPS rokok ini sebenarnya clean,” ucap Purwanti.

Dia membenarkan masih ada OPD yang mempertimbangkan pendapatan daerah dari iklan rokok sehingga belum mendukung larangan iklan rokok berlaku di 100 persen wilayah Solo.

DP3AP3KB sendiri memandang apabila Solo bebas iklan rokok, Pemkot sebenarnya akan lebih diuntungkan.

Dia menyampaikan, tidak adanya iklan rokok memang bisa mengurangi PAD. Tapi, menurut Purwanti, pengurangan pendapatan itu tak sebanding dengan dampak rokok yang bisa membuat orang jadi sakit.

Jadi, daripada untuk mengobati, dana APBD lebih baik dimanfaatkan untuk pencegahan.

“Iklan rokok itu merusak anak-anak. Pada kenyataannya, iklan rokok selalu dikemas dalam tampilan yang sangat menarik. Rokok tidak disajikan sebagai hal yang membahayakan. Konten iklan rokok yang memuat nilai-nilai percaya diri, setia kawan, kreativitas, maco, berani dan lain sebagainya cocok dengan citra diri yang banyak diinginkan remaja,” jelas Purwanti.

Saat dimintai tanggapan, Kabid Penagihan dan Keberatan Bapenda Solo, Widiyanto, membenarkan pada tahun ini Pemkot ada agenda penyusunan Raperda tentang Penyelenggaraan Reklame untuk mengganti Perda Kota Surakarta No. 5 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Reklame.

Kabid Penagihan dan Keberatan Bapenda Solo, Widiyanto. Saat ditemui di ruang kerjanya pada Senin (5/12/2022), dia mengatakan tahun ini Pemkot ada agenda penyusunan Raperda tentang Penyelenggaraan Reklame untuk mengganti Perda Kota Surakarta No. 5 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Reklame. Pengaturan reklame turut diusulkan dalam draf Raperda tersebut.KOMPAS.com/IRAWAN SAPTO ADHI Kabid Penagihan dan Keberatan Bapenda Solo, Widiyanto. Saat ditemui di ruang kerjanya pada Senin (5/12/2022), dia mengatakan tahun ini Pemkot ada agenda penyusunan Raperda tentang Penyelenggaraan Reklame untuk mengganti Perda Kota Surakarta No. 5 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Reklame. Pengaturan reklame turut diusulkan dalam draf Raperda tersebut.

Dia memastikan, di draf Raperda tentang Penyelenggaraan Reklame tersebut, sudah dimasukkan pengaturan tentang iklan rokok yang bertujuan untuk mendukung capaian Solo Kota Layak Anak.

Pengaturan itu berupa larangan pemasangan iklan rokok minimal berjarak kurang dari 200 meter dari sekolah yang termasuk KTR.

Saat disinggung mengapa Bapenda tidak mengusulkan larangan iklan rokok di 100 persen wilayah Solo, dia menjawab karena pihaknya masih mempertimbangkan pendapatan daerah.

“Tidak langsung kami hilangkan seluruh reklame rokok karena kami masih mengandalkan untuk pendapatan daerah. Kalau usul rapat, memang masih dianggap cukup signifikan (besaran iklan rokok) untuk pajak rekalme. Besarannya antara 12-15 persen dari penerimaan pajak reklame,” ucap Widiyanto di ruang kerjanya.

Berdasarkan data dari Bapenda, pada tahun ini, masih ada 156 reklame rokok yang berdiri di Solo. Besaran penerimaan daerah dari pajak reklame rokok tersebut mencapai Rp1,75 miliar.

Meski demikian, jika usulan pembatasan iklan rokok harus berjarak minimal 200 meter dari sekolah tersebut disahkan, Widiyanto melihat, lambat laun iklan rokok juga akan menghilang di Solo.

“Jadi itu nanti natasnya 200 meter dari sekolah. Padahal sekolah di Solo sudah tersebar di seluruh wilayah kelurahan. Kalau itu diterapkan, lambat laun reklame rokok juga akan berkurang signifikan, lalu hilang,” kata dia.

Di samping itu, dalam draf Raperda tentang Penyelenggaraan Reklame, Bapenda juga telah mengusulkan untuk larangan pemasangan reklame rokok di jalan protokol untuk pembatasan.

Jalan protokol yang dimaksud, seperti Jl. Slamet Riyadi, Jl. Urip Sumoharjo, Jl. Jenderal Sudirman, Jl. Kolonel Sutarto, dan Jl. Adisucipto.

“Untuk kebijakan akhirnya, nanti kan tergantung dari hasil pembahasan di Dewan. Saat ini Raperda masih dibahas di Pansus,” jelas Widiyanto.

Dia memastikan, dalam penyusunan draf Raperda Penyelenggaraan Reklame ini, Bapenda selalu melibatkan OPD teknis. Ini termasuk dari DP3AP3KB, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), DPMPTSP, Bagian Hukum Setda, hingga Dishub.

“Kami selalu melibatkan dinas terkait. Kententuan untuk reklame rokok itu memang usulan dari Dinas Perlindungan Anak (DP3AP3KB) untuk mendukung KLA dan sudah kami masukkan,” jelas dia.

Widiyanto tidak memberikan izin Kompas.com membaca draf Raperda tentang Penyelenggaraan Reklame baru yang disusun Bapenda karena sudah dalam pembahasan Pansus di DPRD Solo.

Saat dimintai konfirmasi, Ketua Pansus Raperda Penyelenggaraan Reklame di DPRD Solo, Wahyu Haryanto, enggan banyak berkomentar terkait adanya usulan pembatasan iklan rokok di draf Raperda dari Pemkot Solo. Alasannya, Raperda tersebut masih dalam pembahasan oleh anggota Pansus.

“Ini kan dalam proses penjelasan dari OPD-OPD yang diberi tugas oleh Pemkot ya. Jadi nanti teman-teman (DPRD) juga mencermati di situ. Yang jelas Perda ini supaya mendukung keindahan kota, mendukung estetika, dan perkembangan kota,” jelas dia pada Kamis (15/12/2022).

Ketika ditanya apakah pembahasan terkait pembatasan iklan rokok berjalan alot, Politikus PDIP itu hanya menjawab, semua pada dasarnya berjalan lancar.

Dia mengatakan Pembahasan Raperda Rokok oleh Pansusu ditarget rampung akhir Desember ini. Tapi, untuk jadwal rapat Paripurna pembahasan Raperda tersebut masih belum ditentukan.

“Sebetulnya tidak hanya di masalah rokok ya yang dibahas dalam Raperda Reklame ini. Masalah yang lain juga dibahas supaya kota Solo ini tidak terjadi polusi visual. Biar penataannya iklan sesuai dengan estetika. Jadi kalau di reklame ini kan yang dibahas mulai adanya perencanaan, perizinan, pengawasan, dan pengendalian. Jadi diatur secara terintegrasi semuanya. Intinya itu,” jelas dia.

Klaim industri rokok

Saat dimintai tanggapan, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wachjudi, menampik iklan rokok selama ini dibuat atau dirancang oleh industi rokok untuk menyasar anak-anak atau anak muda di bawah 18 tahun.

Dia mencoba meyakinkan bahwa semua produsen rokok adalah industri yang sangat taat terhadap peraturan dari pemerintah.

Dalam hal ini, Benny menjamin para produsen rokok pasti membuat iklan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

“Kalau ada anggapan iklan rokok menyasar anak-anak, jelas itu tidak benar. Karena ketentuan iklan (rokok) juga sangat ketat. Ini termasuk wajib mencantumkan penanda atau tulisan ‘18+’, tidak boleh pakai tokoh kartun, tidak menampilkan anak, dan seterusnya,” kata dia via sambungan telepon, Selasa (20/12/202).

Benny mengatakan, iklan rokok di media luar ruangan sendiri punya aturan tambahan yang dia yakini telah ditepati oleh para produsen rokok.

Dia hafal sesuai pasal 31 PP Nomor 109 Tahun 2012, iklan produk tembakau di media luar ruangan antara lain harus memenuhi ketentuan seperti tidak diletakkan di KTR; tidak diletakkan di jalan utama atau protokol; harus diletakkan sejajar dengan bahu jalan dan tidak boleh memotong jalan atau melintang; serta dilarang melebihi ukruran 72 meter persegi.

“Kalau kita lihat, iklan rokok kan sudah diatur di PP Nomor 109 tahun 2012. Dibaca saja mulai dari pasal 25. Kesimpulannya ya tidak benar iklan rokok menyasar anak-anak,” ucap Benny.

Saat disinggung soal adanya dorongan dari anak-anak di beberapa kota/kabupaten di Soloraya agar pemerintah daerah mereka memberlakukan larangan iklan rokok untuk mencegah penambahan jumlah perokok anak, dia menganggap, tindakan itu hanya akan bikin lelah mereka sendiri dan pemerintah jika mengabulkan.

“Urutannya kan enggak bisa Perda bertentangan dengan peraturan pemerintah (pusat). Nah, sementara, peraturan pemerintah tidak melarang iklan rokok. Jadi, ya nanti capek saja. Jadi tidak dibenarkan karena iklan itu hak konsumen,” terang Benny.

Dia pun mengisyaratkan akan melakukan perlawanan jika ada pemerintah daerah yang mengeluarkan kebijakan larangan iklan rokok.

“Hanya akan capek saja. Jika akhirnya Perda disusun dengan melarang (iklan rokok), kami bisa mengajukan judicial review misalnya. Ya yang untung lawyer saja,” ucap dia

Menurut Benny, Pemerintah Daerah sebaiknya mengawasi saja implementasi PP Nomor 109 tahun 2012 kaitannya dengan iklan rokok ini.

“Jadi kalau mau dilakukan, Pemda ya tinggal mengawsi saja. Misal ada iklan yang gedenya 100 meter persegi, tinggal dirobohkan saja sebenarnya. Penempatan iklan itu kan hasil koordinasi dengan Pemda. Pemda jadi punya kewenangan untuk menjalankan aturan itu,” tutur Benny.

Lagi pula, dia menyebut, berdasarkan hasil penelitian dari Universitas Brawijaya -tanpa menjelaskan secara rinci-, iklan rokok tidak termasuk sebagai penyebab utama prevalensi perokok anak di Indonesia bisa naik.

Menurut Benny, faktor-faktor yang memengaruhi prevalensi perokok anak melainkan adalah keluarga merokok, pendidikan ayah, lingkungan sosial, kondisi rumah tangga, dan lingkungan sekolah.

Dia mengeklaim, Gaprindo sendiri berharap jumlah perokok anak di Indonesia semakin berkurang.

Oleh karena itu, asosiasinya telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah penjualan rokok kepada anak usia di bawah 18 tahun. Salah satunya upayanya, yakni Gaprindo mencantumkan peringatan larangan menjual rokok kepada anak di bawah 18 tahun.

Selain itu, kata dia, Gaprindo juga membuat situs web khusus yaitu www.cegahperokokanak.id untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar rokok jangan sampai berada di tangah anak.

“Gaprindo 100 persen berkomitmen untuk tidak menjual rokok kepada anak di bawah umur. Kami melakukan sosialisasi dan edukasi,” ucap Benny.

Dia berkata, Gaprindo selama ini telah rutin menggelar sosialisasi dan edukasi secara langsung khususnya ke tempat-tempat ritel. Gaprindo juga bekerja sama dengan sejumlah asosiasi ritel untuk berkolaborasi dalam pelarangan penjualan rokok kepada anak.

Saat disinggung soal berapa anggaran yang rata-rata disediakan produsen rokok untuk memasang iklan di berbagai media, Benny mengaku tidak mengetahui secara pasti. Menurut dia, besarannya di setiap perusahaan bisa berbeda-beda.

Yang jelas, kata Benny, pemasangan iklan rokok di media luar ruangan telah berkontribui juga terhadap pendapatan daerah.

Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Willem Petrus Riwu belum juga membalas pesan WhatsApp (WA) yang dikirim Kompas.com sejak Selasa pagi untuk bisa melakukan wawancara perihal mimpi anak-anak hidup di kota tanpa iklan rokok. Padahal, pesan itu tampak telah terbaca.

Dia juga tidak mengangkat telepon reguler dari Kompas.com pada Rabu (21/12/2022). 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Warga di Ponorogo Tandu Nenek Sejauh 2 Km Berobat, Derita Jalan Rusak Bertahun-tahun

Cerita Warga di Ponorogo Tandu Nenek Sejauh 2 Km Berobat, Derita Jalan Rusak Bertahun-tahun

Regional
Ketua MAKI Siap Bantu Blora Ajukan JR UU HKPD, Bupati Arief Sambut dengan Tangan Terbuka

Ketua MAKI Siap Bantu Blora Ajukan JR UU HKPD, Bupati Arief Sambut dengan Tangan Terbuka

Regional
Liburan Bareng Sekolah, Murid TK di Musi Rawas Tewas Tenggelam di Kolam Renang

Liburan Bareng Sekolah, Murid TK di Musi Rawas Tewas Tenggelam di Kolam Renang

Regional
Wisata Pagubugan Melung di Banyumas: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Wisata Pagubugan Melung di Banyumas: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Regional
Tingkatkan Semangat Nasionalisme, Bupati Blora Bagikan Bendera Merah Putih Saat Upacara Hari Lahir Pancasila

Tingkatkan Semangat Nasionalisme, Bupati Blora Bagikan Bendera Merah Putih Saat Upacara Hari Lahir Pancasila

Regional
Arif Sugiyanto Resmi Dapat Rekomendasi dan Surat Tugas dari 3 Partai untuk Pilkada Kebumen

Arif Sugiyanto Resmi Dapat Rekomendasi dan Surat Tugas dari 3 Partai untuk Pilkada Kebumen

Regional
Gempa M 5,2 Guncang Manokwari Papua Barat, Ikut Dirasakan di Biak

Gempa M 5,2 Guncang Manokwari Papua Barat, Ikut Dirasakan di Biak

Regional
Curug Gomblang di Banyumas: Daya Tarik, Jam Buka, dan Rute

Curug Gomblang di Banyumas: Daya Tarik, Jam Buka, dan Rute

Regional
Gempa M 5,2 Guncang Ransiki Papua Barat, Tak Berpotensi Tsunami

Gempa M 5,2 Guncang Ransiki Papua Barat, Tak Berpotensi Tsunami

Regional
Daftar Bupati melalui PKB, Ketua NU Kabupaten Semarang Siap Jadi Katalisator Koalisi

Daftar Bupati melalui PKB, Ketua NU Kabupaten Semarang Siap Jadi Katalisator Koalisi

Regional
Buntut Kasus Perundungan Siswi SD di Ambon, Polisi Gelar Sosialiasi Stop Bullying di Sekolah

Buntut Kasus Perundungan Siswi SD di Ambon, Polisi Gelar Sosialiasi Stop Bullying di Sekolah

Regional
Masalah Biaya Teratasi, Jenazah TKI Banyumas di Jepang Segera Dipulangkan ke Tanah Air

Masalah Biaya Teratasi, Jenazah TKI Banyumas di Jepang Segera Dipulangkan ke Tanah Air

Regional
Polresta Ambon Beri Trauma Healing untuk Siswi SD Korban Pemerkosaan Oknum Polisi

Polresta Ambon Beri Trauma Healing untuk Siswi SD Korban Pemerkosaan Oknum Polisi

Regional
Sumur Minyak Ilegal Aceh Timur Meledak, BPMA Minta Proses Hukum Pelaku

Sumur Minyak Ilegal Aceh Timur Meledak, BPMA Minta Proses Hukum Pelaku

Regional
Mujito Racuni 4 Kambing Milik Tetangga, Mengaku Sakit Hati karena Tak Boleh Dibeli

Mujito Racuni 4 Kambing Milik Tetangga, Mengaku Sakit Hati karena Tak Boleh Dibeli

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com