Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nestapa Ganda Perempuan Difabel Korban Kekerasan Seksual

Kompas.com - 16/11/2022, 19:33 WIB
Tri Indriawati,
Khairina

Tim Redaksi

SRAGEN, KOMPAS.com-Seorang anak perempuan berlari menyambut kedatangan Kompas.com di salah satu rumah di Sragen, Jawa Tengah, Jumat (4/11/2022). Senyum ceria menghiasi wajahnya. Sekilas, tidak tampak bahwa dia kini telah menjadi seorang ibu.

Jalan hidup RH, anak perempuan penyandang disabilitas intelektual itu, berubah drastis setelah ia menjadi korban kekerasan seksual. Ia harus menjalani kehamilan dan melahirkan di usianya yang baru 14 tahun.

Gadis seusianya, barangkali tengah beranjak remaja dan sedang menikmati asyiknya bersekolah. Namun, tidak demikian halnya dengan RH.

Baca juga: Pertama di Bangka Belitung, Korban Kekerasan Seksual Terima Uang Restitusi

Fisik RH barangkali sudah terlihat seperti gadis remaja, tetapi jiwanya masih sangat muda. Ia masih senang berlari-larian layaknya anak-anak berusia 7 atau 8 tahun.

Terlahir dengan kondisi spesial di tengah keluarga berekonomi pas-pasan, RH terpaksa putus sekolah. Ia bahkan tidak tamat sekolah dasar (SD).

Sebelum kejadian naas itu menimpanya, RH sehari-hari berkeliling pasar di desa setempat untuk meminta-minta. Hingga akhirnya, pada suatu hari di bulan Januari 2022, ibunda RH merasakan kejanggalan pada kondisi anaknya. RH telat datang bulan.

Merasa khawatir dan curiga, sang ibu kemudian membawa RH ke dokter. Hal yang dikhawatirkan pun terjadi. RH diketahui tengah hamil satu bulan. Sang ibu kemudian membawa RH pulang dengan perasaan tidak karuan.

Keesokan harinya, sang ibu pun dikagetkan dengan kedatangan petugas-petugas dari dinas sosial, perangkat desa dan kecamatan, hingga aparat kepolisian. Kabar tentang kehamilan RH ternyata sudah dilaporkan kepada pihak berwenang oleh dokter yang memeriksanya.

“Saya kaget, karena sebenarnya tidak pernah lapor ke mana-mana, tahu-tahu ramai didatangi orang-orang. Lalu, kami ditawari, apakah mau diajak ke RC (Sentra Terpadu Prof Dr Soeharso) Solo,” ujar ibu RH ketika berbincang dengan Kompas.com di rumahnya.

Baca juga: Kasus Kekerasan Seksual Anak di Ambon Meningkat, PJ Wali Kota: Mencengangkan

Tidak berselang lama, RH, ibu, ayah, dan adiknya dibawa ke Sentra Terpadu Prof Dr Soeharso Solo. Di sana, RH menjalani pemulihan trauma. Sementara itu, orang tua RH mendapatkan pelatihan keterampilan bekerja dan adiknya bisa terus bersekolah.

Mereka tinggal di Sentra Terpadu Prof Dr Soeharso hingga RH melahirkan bayinya pada Agustus 2022 lalu.

“Sebenarnya belum waktunya lahir, tapi anaknya suka lari-lari. Dia tidak menyadari sedang hamil. Lalu, dia terjatuh, lalu dibawa ke rumah sakit dan bayinya harus dilahirkan lewat operasi caesar,” tutur ibu RH sembari menimang cucunya dalam gendongan.

Sang ibu bercerita, hingga kini, RH pun belum terlalu menyadari bahwa ia telah menjadi seorang ibu dan memiliki bayi. Ia masih senang bermain berlari-larian seperti anak pada umumnya.

Oleh karena itu, bayi RH pun harus diasuh sang nenek dan tidak mendapatkan air susu ibu (ASI) yang mencukupi.

“Belum bisa menyusui, ya minumnya susu pakai dot,” kata ibu RH.

Buntunya proses hukum


Selama RH dan keluarganya mendapatkan perlindungan, pemulihan trauma, dan pelatihan di Sentra Terpadu Prof Dr Soeharso, penyelidikan terhadap kasus kekerasan seksual yang menimpa anak disabilitas mental itu sebenarnya sudah berlangsung.

Berdasarkan keterangan RH, ada dua orang lansia yang diduga sebagai pelaku kekerasan seksual terhadapnya. Kedua lansia itu adalah tetangga RH.

“Salah satu tersangka mengakui perbuatannya, sedangkan satu pelaku lainnya mengaku melakukan hubungan atas dasar suka sama suka,” tutur Suhartiningsih, Fasilitator Lapangan Pusat Pengembangan dan Pelatihan Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat (PPRBM) Solo yang menjadi pendamping korban.

Baca juga: Bukan Pondok Pesantren Biasa, Dayah Diniyah Darussalam Jadi Rumah Aman untuk Korban Kekerasan Seksual di Aceh

Namun, meski telah ada dua orang yang diduga kuat sebagai pelaku kekerasan seksual terhadap RH, mereka tidak pernah ditangkap. Kasus tersebut bahkan akhirnya berujung damai.

Keterangan korban yang berubah-ubah disebut menjadi salah satu kendala dalam proses hukum. Terlebih, korban sempat mengalami trauma hingga sulit diajak berkomunikasi.

Keluarga pun akhirnya hanya bisa pasrah menerima kenyataan bahwa pelaku pemerkosaan terhadap RH, yang merupakan tetangga mereka sendiri, masih bebas beraktivitas tanpa pernah dihukum. Kini, mereka memilih fokus merawat bayi dan memulihkan kondisi RH.

Kisah RH barangkali masih lebih baik jika dibandingkan dengan dua perempuan disabilitas korban kekerasan seksual di Sukoharjo, SA dan PA. Kedua perempuan dengan kondisi disabilitas intelektual itu menjadi korban kekerasan seksual hingga hamil, tetapi tidak dapat memperjuangkan keadilan melalui jalur hukum.

Kasus SA dan PA sempat dilaporkan ke polisi oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) setempat pada 2021 lalu. Namun, laporan tersebut kemudian justru dicabut oleh keluarga korban.

Tidak berhenti di sana, keluarga juga terkesan ingin menutupi kasus kekerasan seksual tersebut dengan menyembunyikan korban. Korban SA diungsikan ke rumah kerabatnya di lain desa, sedangkan PA dititipkan kepada keluarga yang tinggal di Jakarta.

“Memang keluarga tidak menghendaki untuk proses (hukum) lebih lanjut. Penyelesaian kami kemudian situasinya dengan (keluarga) korban,” tutur Fitri Haryani, Manager Divisi Pencegahan Penanganan Kekerasan Berbasis Masyarakat (PPKBM) Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM) Solo.

Baca juga: Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Sesama Jenis di UNS Solo, Korban Difasilitasi Melapor

“Posisinya kemudian, mereka enggak mau melanjutkan pelaporan, hanya sebatas anaknya diungsikan keluar wilayah, ke saudara. Lebih untuk menghindari stigma, lebih pada menutupi aib,” kata Fitri menerangkan.

Fitri menerangkan, pada banyak kasus kekerasan seksual terhadap perempuan difabel, khususnya penyandang disabilitas intelektual, proses hukum memang kerap buntu.

Sulitnya memintai keterangan dari korban menjadi salah satu penyebab buntunya proses penyelidikan polisi. Di lain sisi, bukti-bukti langsung atas kasus kekerasan seksual yang menimpa korban juga sulit didapatkan.

Dalam kondisi tersebut, kesaksian korban tentu menjadi salah satu kunci pengungkapan kasus. Namun, di hadapan hukum, kesaksian korban kekerasan seksual dari masyarakat disabilitas, kerap disangsikan.

Padahal, sesuai Pasal 7 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), kekerasan seksual terhadap korban penyandang disabilitas atau anak, semestinya bisa diproses hukum tanpa delik aduan. Oleh sebab itu, meskipun tidak ada laporan dari keluarga korban terkait kasus kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas, aparat tetap dapat menegakkan proses hukum.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa proses hukum kasus kekerasan seksual terhadap perempuan disabilitas belum berjalan dengan baik.

“Ini kan yang masih menjadi catatan adalah bagaimana korban bisa menjadi bukti atau saksi di dalamnya,” kata Fitri.

“Dalam prosesnya, meski bukan lagi delik aduan, tapi kan tidak bisa keterwakilan itu (kesaksian korban) disampaikan oleh orang lain. Kalau korban dalam prosesnya tidak kooperatif, tidak bisa dipanggil, kemudian prosesnya seperti apa?” terang Fitri.

“Ini yang menjadi belum menjadi terobosan karena ini masih menjadi sandungan teknis pemeriksaan,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Fitri menilai, dibutuhkan sebuah terobosan dalam pemeriksaan korban dan saksi dalam penyelidikan kasus kekerasan seksual terhadap disabilitas. Misalnya, keterangan korban bisa diambil melalui penamping atau tenaga ahli.

“Kecuali sekarang ada kelonggaran terkait bukti penguat. Misalnya, ada beberapa lewat media kan bisa bisa bukti penguat.”

“Bisa juga kalau memang pendamping, tenaga ahli, dan psikolog, kalau misal boleh dianggap sebagai keterwakilan sebenarnya bisa menjadi terobosan (dalam penyelidikan),” kata Fitri menjelaskan.

Stigma dan pengucilan


Selain soal sulitnya proses hukum, persoalan serius lainnya yang dihadapi perempuan disabilitas korban kekerasan seksual adalah stigma dan pengucilan dari masyarakat.

Ketua Paguyuban Disabilitas SEHATI Sukoharjo, Edy Supriyanyo, mengungkapkan, penyandang disabilitas belumlah dianggap setara dalam masyarakat. Oleh karena itu, ketika ada perempuan disabilitas yang menjadi korban kekerasan seksual, proses hukum dan penegakan keadilan untuk mereka pun sulit diupayakan.

Inilah yang terjadi pada FE, seorang anak perempuan penyandang disabilitas intelektual di Sukoharjo, yang telah tiga kali menjadi korban kekerasan seksual. Pada 2016 lalu, FE diperkosa hingga hamil oleh seorang pria lansia yang merupakan tetangganya sendiri. Hingga kini, pelaku tidak pernah dihukum dan kasus ini berakhir damai.

Baca juga: Gubernur BEM Fisip Unri Diduga Lakukan Kekerasan Seksual terhadap Mahasiswi, Terduga Membantah

FE pun melahirkan bayinya. Bayi itu kemudian diasuh ibunda FE, yang juga merupakan penyandang disabilitas serta pernah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Nestapa FE tidak berhenti di sana. Pada 2020, FE kembali menjadi korban kekerasan seksual. Kali ini, pelakunya adalah seorang pria lansia yang menyewa kios di rumahnya. Sama seperti kasus pertama, pelaku pun tidak pernah dihukum.

Kemudian, pada September 2022, FE diculik oleh seorang pembeli di warung ibunya. Ia dibawa lari ke daerah Gunung Kidul dan mendapat kekerasan seksual.

“Dia kan bantu-bantu di warung ibunya, lalu dibawa lari orang asing. Sampai malam hari enggak ketemu, dicari-cari info di beberapa jaringan, akhirnya anak ini ditemukan di Polsek Wonosari,” terang Edy.

“Anak (FE) ditinggalkan sendiri (oleh pelaku). Saat ditanya, dia mengaku telah mendapatkan kekerasan seksual,” kata Edy menambahkan.

Edy mengungkapkan, meski telah berkali-kali menjadi korban kekerasan seksual, FE tidak pernah mendapatkan keadilan. Proses hukum sering kali terhambat di pemerintah desa yang cenderung menginginkan kasus berakhir damai.

“Sampai sekarang belum ada (pelaku) yang ditangkap. Kami selalu terhambat proses di desa yang justru seringkali menyalahkan korban,” ujar Edy.

“Semestinya, proses hukum berlanjut, sehingga ada efek jera dan kasus kekerasan seksual kepada perempuan disabilitas tidak lagi terulang,” kata Edy menambahkan.

****
Liputan ini merupakan bagian dari program Pelatihan & Story Grant 'Mengubah Narasi Gender di Media Melalui Jurnalisme Konstruktif' yang dilaksanakan oleh Magdalene.co atas dukungan Austalian Government dan Investing in Women serta bekerja sama dengan SEJUK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dirundung, Puluhan Siswi SMA Wira Bhakti Gorontalo Lari dari Sekolah

Dirundung, Puluhan Siswi SMA Wira Bhakti Gorontalo Lari dari Sekolah

Regional
Dituding Lecehkan Gadis Pemohon KTP, ASN Disdukcapil Nunukan: Saya Tidak Melakukan Itu

Dituding Lecehkan Gadis Pemohon KTP, ASN Disdukcapil Nunukan: Saya Tidak Melakukan Itu

Regional
Longsor di Pinrang, Batu Seukuran Mobil dan Pohon Tumbang Tutupi Jalan

Longsor di Pinrang, Batu Seukuran Mobil dan Pohon Tumbang Tutupi Jalan

Regional
Transaksi Seksual di Balik Pembunuhan Gadis Muda Dalam Lemari di Cirebon

Transaksi Seksual di Balik Pembunuhan Gadis Muda Dalam Lemari di Cirebon

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Sedang

Regional
Lontaran Pijar Gunung Ibu Capai 1.000 Meter di Bawah Bibir Kawah

Lontaran Pijar Gunung Ibu Capai 1.000 Meter di Bawah Bibir Kawah

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Siang Ini Berawan

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Siang Ini Berawan

Regional
Mati Terkena Tombak, Bangkai Paus Kerdil Terdampar di Botubarani

Mati Terkena Tombak, Bangkai Paus Kerdil Terdampar di Botubarani

Regional
Ibu Melahirkan di Ambulans karena Jalan Rusak, Dinkes Kalbar Bersuara

Ibu Melahirkan di Ambulans karena Jalan Rusak, Dinkes Kalbar Bersuara

Regional
[POPULER NUSANTARA] Pabrik Sepatu Bata di Karawang Tutup | Kades di Blora Tewas Tersengat Listrik

[POPULER NUSANTARA] Pabrik Sepatu Bata di Karawang Tutup | Kades di Blora Tewas Tersengat Listrik

Regional
Ketiduran Sambil Bawa Emas, Nenek 87 Tahun Jadi Korban Perampokan

Ketiduran Sambil Bawa Emas, Nenek 87 Tahun Jadi Korban Perampokan

Regional
Kemenkes Berikan Beasiswa Kedokteran Khusus untuk Anak Asli Natuna

Kemenkes Berikan Beasiswa Kedokteran Khusus untuk Anak Asli Natuna

Regional
Banjir Sembakung Jadi Perhatian Nasional, Pemda Nunukan Dapat Bantuan 213 Unit Rumah dari BNPP

Banjir Sembakung Jadi Perhatian Nasional, Pemda Nunukan Dapat Bantuan 213 Unit Rumah dari BNPP

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com