Bila telah sepakat dan membentuk struktur kecil, maka para pengurus itu menentukan jadwal operasional waktu longgar yang memungkinkan masyarakat menyetorkan sampahnya ke bank sampah yang dibentuk.
“Yang mengedihkan itu biasanya pengurusnya ya itu itu terus, ya Bu RT ya pengurus PKK, ya pengurus FKK, merangkap semuanya,” imbuh Lia.
Sementara itu di Mijen, Semarang, Penggerak Bank Sampah Polaman Resik Sejahtera, Haryono langsung membentuk di tingkat kelurahan. Keresahannya pada sampah yang tidak terkelola di desanya mendorongnya untuk bertindak.
“Saya mendirikan bank sampah ini tahun 2019 lalu. Awalnya juga dikira ‘orang gila’,” ujar pria berusia 65 tahun itu.
Ia tak langsung disambut positif oleh masyarakat sekitar. Namun setelah memahami dan melihat hasilnya, kini ia mendapat dukungan.
Sejak 2019 hingga sekarang dari 723 KK warga Polaman, sejumlah 140 KK telah bergabung menjadi anggotanya dan rutin menyetorkan pilahan sampah rumah tangga setiap Sabtu.
Baca juga: Drone yang Awasi Pembuang Sampah di Bantaran Kali Beroperasi Pekan Depan
“Ya pendapatan dari jual sampah kadang Rp 800.000, kadang juga Rp 1,2 juta. Jualnya juga hanya tiap Sabtu dan Minggu saja,” jelasnya.
Warga penyetor sampah yang telah dipilah dari rumah itu mendapat dibayar dengan uang tunai maupun tabungan sesuai keinginan masing-masing.
Pengurus kemudian menjual sampah yang terkumpul dari anggotanya ke pengepul dengan harga tawar tertinggi.
“Hasil dari penjualan juga dibagi. Tetapi biasanya tukang pilahnya yang mendapat bagian paling besar. Karena kan tidak mudah memilah sampah itu,” katanya.
Pihaknya kini merambah ke budidaya magot untuk mengurai sampah organik dan menjadi pakan ternak. Lalu peroduksi pupuk yang sudah banyak terjual.
Lebih lanjut, Lia mengungkapkan masalah yang sering dialami warga yang sudah berkomitmen membentuk bank sampah dan mulai memilah itu tidak adanya lahan untuk menyiman pilahan sampah.
Baca juga: Menyusuri Kali Ciliwung Sepanjang 2,5 Km, Sampah Bekas Kemasan Saset Jadi Pemandangannya...
Akhirnya warga berinisiatif menyepakati pengumpulan di satu hari dan langsung menjualnya ke pengepul di hari yang sama.
Tak hanya itu, Lia juga terus menggalakkan bahwa persoalan sampah bukan hanya tanggung jawab perempuan, tapi juga laki-laki. Bahkan anggota keluarga perlu diedukasi untuk memiliki kesadaran memilah sampah bersama-sama.
“Jadi sampah itu bukan melulu soal perempuan. Kalau biasanya yang milah sampah di rumah itu perempuan, nah bagaimana bapak-bapak ini kita libatkan. Di Polaman saja ini malah ada Pak Haryono yang jadi ketuanya,” tegas Lia.
Pasalnya 90 persen pengurus bank sampah yang didampingi kebanyakan dikelola oleh kaum perempuan. Secara tak langsung ini menunjukkan perempuan memiliki kepekaan lebih terhadap masalah sampah.
Ia berharap seterusnya lebih banyak masyarakat yang sadar dan terdorong untuk memilah sampahnya sendiri. Sedangkan anggota yang sudah ada tetap konsisten menyetor hasil pilahan ke bank sampah.
Bahkan di tingkat lebih serius, bank sampah dapat menjadi perusahaan dan didaftarkan secara hukum menjadi Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
“Kalau bank sampah berarti Bumdes berbadan hukum. Nah ini punya kekuatan lebih,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.