Malam semakin larut dan udara dingin menggigit kulit, kami pun mengakhiri perbincangan. Mawi menggunakan kapal kayu menuju kawasan penyanggah Taman Nasional Kerinci Seblat.
Keesokan harinya, Sabtu (6/8/2022), saya mengikuti Mawi, beberapa mantan pemburu lain, dan perwakilan dari LSM Lingkar Inisiatif, lembaga yang fokus dalam kegiatan konservasi satwa langka dilindungi di wilayah TNKS dan sekitarnya.
Kami tiba di Desa Muara Kuis, Kabupaten Musi Rawas Utara, Sumatra Selatan, yang menjadi titik awal patroli sapu jerat ke hutan.
Di sini, Mawi dan teman-temannya juga sehari-hari mencari ikan untuk diasap sebagai alternatif penopang hidup usai berhenti berburu.
Dengan menggunakan kapal kayu selebar satu meter, Mawi mengajak saya menyusuri sungai memasuki kawasan penyangga TNKS.
Kera hitam Siamang, kicauan burung, dan deru mesin kapal menemani perjalanan selama dua jam.
Udara segar yang dihembuskan barisan pohon-pohon rindang menyejukkan panas terik siang itu.
Di tengah jalan, kapal menepi. Mawi lalu menunjuk tumpukan batu yang memecah aliran sungai.
"Di sana orang dimakan harimau, sisa paha saja dan ditaruh di atas batu itu. Lalu, warga meminta saya melindungi kampung," kata Mawi mengenang kejadian pada 1971.
Dalam satu tahun itu, kata dia, lima warga desa dibunuh harimau. Ini adalah titik awal Mawi, yang saat itu masih remaja tanggung mulai berburu harimau.
Mawi memburu harimau pertamanya bersama sahabatnya, Rahmad Sentosa Abadi yang kini diabadikan menjadi sebuah patung di Desa Sebelat, Rejang Lebong, Bengkulu.
Harimau itu, lanjut dia, dibunuhnya dengan hantaman kayu ke kepala. Lalu, Mawi menggunakan tangan untuk melepas kulit yang menempel dengan daging.
Mawi juga menggunakan sebilah pisau untuk memisahkan tulang dari daging harimau.
Hasilnya, berupa kulit dan tulang, dijual dengan harga Rp 30.000 di Pasar Rupit, Musi Rawas Utara.
Dalam perjalanannya, Mawi menjadi ketagihan. Bahkan, dia mengaku pernah tinggal di dalam hutan selama satu tahun untuk berburu harimau.
Mawi tidak akan pulang ke kampung sebelum membunuh harimau. "Saya makan daging harimau untuk bertahan di hutan saat itu," kenangnya.
Kapal yang kami tumpangi terus menyusuri sungai, beberapa kali melawan arus air, lalu bersandar di pinggir sungai, dekat sebuah gubuk kayu.
Tim patroli dengan sigap memotong bambu, mendirikan tenda dan memasak makan malam di sana.
Baca juga: Terkena Tilang, Bocah 10 Tahun Pura-pura Kerasukan Harimau di Depan Polisi
Gelap pun menghampiri. Deru air sungai bersahutan dengan suara serangga menemani malam.
Beberapa kunang-kunang menghampiri tenda yang diterangi api unggun.
Ditemani kopi hangat, Mawi mengaku tidak pernah diserang harimau dan tidak ada sedikit pun rasa takut saat menghadapi hewan itu.
Sebaliknya, dia merasa sangat bergairah dan bahagia saat bertemu harimau.
"Seperti [melihat] tumpukan uang yang bergerak," kenangnya.
Usai berbincang-bincang, dibantu senter kecil, Mawi dan rekan pemburu lain menyisir sungai dengan kapal untuk menebar jala ikan dan mengambilnya esok pagi.
"Ikannya diasap dan dijual ke kampung. Hasilnya, ya tidak seberapa," katanya yang juga menggantungkan hidup pada madu Sialang.
Mawi dan rekan-rekan berkemas untuk memulai patroli.
Di sepanjang jalan setapak yang terus menanjak dan licin, Mawi melangkah dengan cepat dan kokoh. Saya tertinggal jauh di belakang.
Tua tidak terlihat dalam gerak dan wajah Mawi. Kartu tanda penduduk miliknya menunjukkan usia 70 tahun, walau ia memperkirakan umurnya kurang dari itu, sekitar 65 tahun.
Setiap masuk ke hutan, Mawi tidak pernah menggunakan baju dan pelindung kaki. Padahal pacet, duri, dan ranting-ranting tajam mengintai dari atas tanah dan batang pohon.
Sambil sesekali mengisap rokok di tangan kanannya, ia mengaku badannya terasa panas.
Mungkin, katanya, karena dahulu sering memakan daging harimau untuk bertahan hidup di dalam hutan.
Baca juga: BKSDA Aceh Turunkan Tim Usir Harimau Masuk ke Perkebunan Warga
Melintasi hutan, Mawi menceritakan perjalanan awal pertobatannya.
Saat itu, kenangnya, Mawi bertemu seorang pria yang ingin membeli harimau. Dia adalah Iswadi dari Lingkar Inisiatif.
"Awalnya dia ikut ke hutan, pura-pura beli, suruh berburu. Kemudian dia minta saya berhenti dan dibawa berhenti. Saya dikasih alternatif kegiatan, dan dibawa patroli," katanya.
Butuh dua tahun bagi Mawi untuk menanggalkan semua alat perburuannya, mulai dari senapan hingga jerat sling baja.
Salah satu alasan terberatnya meninggalkan dunia perburuan adalah kehilangan mata pencaharian.
Berhenti berburu, Mawi mengaku kini tidak memiliki pendapatan.
Baca juga: Harimau Mangsa Induk Sapi dengan Luka di Paha, Warga Aceh Timur Resah
Kemampuan satu-satunya yang dimiliki Mawi hanyalah tentang harimau mulai dari teknik dan pola pikir para pemburu, medan di dalam hutan, hingga tingkah laku harimau.
Mawi pun berharap agar pilihan hidup yang telah dia ambil dapat dipikirkan dan dipertimbangkan secara utuh oleh negara.
"Kalau minta [ke negara] saya tidak berani, tapi kami minta tolong diperhatikan."
"Saya takut pemburu lain yang telah bertobat akan kembali lagi berburu. Percuma saya bertobat kalau yang lain kembali berburu. Harimau akan punah," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.