Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berencana Gugat Pemerintah Australia di Pengadilan Canberra, Masyarakat Adat NTT Minta Dukungan Pemerintah Pusat

Kompas.com - 22/10/2022, 19:43 WIB
Muhamad Syahrial

Editor

KOMPAS.com - Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor, Ferdi Tanoni, menyampaikan bahwa masyarakat adat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) akan menggugat Pemerintah Australia.

"Kami masyarakat adat yang bermukim di Laut Timor dan Gugusan Pulau Pasir akan segera membawa kasus Gugusan Pulau Pasir ini ke Pengadilan Australia di Canberra," kata Ferdi kepada Kompas.com, Sabtu (22/10/2022).

Dia mengatakan, rencana gugatan tersebut merupakan respons masyarakat atas aksi Pemerintah Australia yang mengeklaim Pulau Gugusan Pasir secara sepihak.

Pengakuan sepihak Pemerintah Australia atas Pulau Pasir memang menuai kecaman dari masyarakat Indonesia.

Pasalnya, menurut Ferdi, Pulau yang berada sekira 120 Km dari Pulau Rote itu masuk ke dalam wilayah NTT.

Baca juga: Kronologi Warga NTT Kena Tipu Polisi Gadungan, Dijanjikan Hendak Undang Aa Gym hingga Puluhan Juta Raib

Abaikan desakan untuk keluar

Ferdi menjelaskan, Pemerintah Australia selama ini selalu mengabaikan desakan kepada mereka untuk keluar dari Pulau Pasir.

Bukannya pergi, dia menambahkan, mereka justru melakukan aktivitas pengeboran minyak bumi di kawasan gugusan pulau tersebut.

"Padahal kawasan tersebut adalah mutlak milik masyarakat adat Timor, Rote, Sabu, dan Alor,” tegasnya.

Buktinya, Ferdi membeberkan, ada sejumlah kuburan leluhur masyarakat Rote dan artefak lain di Gugusan Pulau Pasir.

Nelayan asal NTT atau wilayah lain pun, lanjut Ferdi, kerap berisitirahat di Pulau Pasir usai lelah berburu ikan atau teripang.

Baca juga: Australia Klaim Pulau Pasir, Masyarakat Adat NTT Bakal Gugat ke Pengadilan Canberra

Rencana gugatan di Pengadilan Canberra

Dia menuturkan, Australia mulai mengeklaim Pulau Pasir sebagai wilayahnya dimulai sejak adanya nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia dan Australia pada 1974.

"Hal ini merugikan Indonesia yang terbukti dengan banyaknya temuan itu," paparnya.

Menurut Ferdi, Australia selama ini telah bertindak semaunya di Pulau Pasir seolah kawasan itu adalah miliknya, padahal gugusan pulau tersebut adalah hak mutlak milik masyarakat adat Timor, Rote, Sabu, dan Alor.

Oleh sebab itu, sesuai instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Februari 2022 lalu, dia mendorong Kementerian Sekretariat Negara RI untuk segera menerbitkan izin prakarsa pembuatan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Optimalisasi Penyelesaian Kasus Montara.

Baca juga: Daftar Jadi Bintara Polri, Mahasiswa Asal NTT Ditipu Oknum Polisi, Pelaku Minta Rp 225 Juta dan Sebidang Sawah Siap Panen

"Kami meminta Pemerintah Pusat agar mendukung kami menggugat di Pengadilan Canberra," pungkasnya.

Diminta hentikan aktivitas pengeboran minyak

Sebelumnya, Pusat Penelitian Jubilee Australia dan Yayasan Peduli Timor Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), juga telah memprotes pembukaan pelepasan area eksplorasi minyak bumi di Gugusan Pulau Pasir oleh Pemerintah Australia pada tahun 2020 lalu.

"Kita sampaikan protes ke Pemerintah Australia sejak tahun 2020 lalu," kata Ferdi yang juga Ketua Yayasan Peduli Timor Barat, kepada Kompas.com, Minggu (18/9/2022).

Ferdi menilai, membuka pelepasan area eksplorasi minyak bumi di Gugusan Pulau Pasir dapat berdampak buruk bagi masyarakat NTT.

"Area pelepasan minyak itu, jelas lebih dekat dengan Indonesia dari pada Australia," terangnya.

Baca juga: Mengaku Polisi, Pria Asal Tasikmalaya Tipu 4 Warga NTT, Korban Rugi Rp 55 Juta

Dia melanjutkan, areal pelepasan minyak itu bahkan berjarak lebih dekat dengan dibandingkan sumur Montara yang telah menghancurkan perairan NTT sejak 2009.

"Kalau sumur Montara itu sekitar 250 kilometer dari Indonesia, tapi areal minyak yang terbaru ini hanya sekira 150 kilometer. Ini jelas akan lebih berbahaya lagi bagi laut kita di NTT," ucapnya.

Ferdi mengatakan, surat protes itu pun telah dibalas oleh Pemerintah Australia, namun tak ada jawaban memuaskan yang mereka berikan.

"Mereka telah menjawab surat kami dengan seenaknya dan katakan seolah wilayah Gugusan Pulau Pasir merupakan milik Australia," keluhnya.

Baca juga: Sebelum Dibawa ke Polda NTT, Aipda AA Diperiksa di Polres Rote Ndao Selama 2 Hari

Menurutnya, pihaknya bisa mempersilakan Pemerintah Australia melanjutkan aktivitasnya di Pulau Pasir bila dapat memberikan bukti-bukti yang sah kepada Pemerintah Indonesia dan masyarakat adat di Laut Timor NTT yang membuktikan bahwa gugusan pulau tersebut memang miliknya.

"Selaku pemegang mandat hak ulayat masyarakat adat di Laut Timor termasuk di Gugusan Pulau Pasir, kami menyatakan dengan tegas bahwa Gugusan Pulau Pasir merupakan hak milik masyarakat adat Timor-Rote-Sabu dan Alor sejak lebih dari 500 tahun yang lalu," tegasnya.

"Kami juga minta Pemerintah Australia menghormati hak ulayat masyarakat adat bangsa Indonesia sebagaimana anda hormat terhadap hak-hak ulayat masyarakat adat Aborigin di Australia," tandasnya.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere | Editor: Teuku Muhammad Valdy Arief, Reni Susanti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kades di Flores Timur Jadi Tersangka Korupsi Dana Desa Rp 670 Juta

Kades di Flores Timur Jadi Tersangka Korupsi Dana Desa Rp 670 Juta

Regional
Terima Opini WTP dari BPK, Mas Dhito: Komitmen Pemkab Kediri Laksanakan Tata Keuangan Daerah

Terima Opini WTP dari BPK, Mas Dhito: Komitmen Pemkab Kediri Laksanakan Tata Keuangan Daerah

Regional
Korupsi Pembangunan Hotel Rp 22,6 Miliar, Eks Bupati Kuansing Ditahan

Korupsi Pembangunan Hotel Rp 22,6 Miliar, Eks Bupati Kuansing Ditahan

Regional
Kronologi Siswa SMP Bunuh Bocah 7 Tahun di Sukabumi, Korban Disodomi Dua Kali oleh Pelaku

Kronologi Siswa SMP Bunuh Bocah 7 Tahun di Sukabumi, Korban Disodomi Dua Kali oleh Pelaku

Regional
Ibu Rumah Tangga Pengedar Sabu di Balikpapan Ditangkap, Barang Bukti 33,5 Gram

Ibu Rumah Tangga Pengedar Sabu di Balikpapan Ditangkap, Barang Bukti 33,5 Gram

Regional
Truk Tabrak Truk di Bawen Tewaskan 1 Orang, Warga: Dari Atas Kencang, lalu 'Bres'

Truk Tabrak Truk di Bawen Tewaskan 1 Orang, Warga: Dari Atas Kencang, lalu "Bres"

Regional
Pegawai Ditangkap Kasus Perdagangan Burung, Bea Cukai Kalbagbar: Bukan Penyelundupan

Pegawai Ditangkap Kasus Perdagangan Burung, Bea Cukai Kalbagbar: Bukan Penyelundupan

Regional
Penimbun Solar Subsidi Ditangkap Saat Tidur di Salatiga, Kantongi 19 Nomor Pelat Kendaraan

Penimbun Solar Subsidi Ditangkap Saat Tidur di Salatiga, Kantongi 19 Nomor Pelat Kendaraan

Regional
Wujudkan SDM Unggul, Gubernur Kalteng Sugianto Luncurkan Berbagai Program Pendidikan

Wujudkan SDM Unggul, Gubernur Kalteng Sugianto Luncurkan Berbagai Program Pendidikan

Regional
Terjatuh Saat Jual Babi di Pasar, Seorang Petani di Sikka Meninggal

Terjatuh Saat Jual Babi di Pasar, Seorang Petani di Sikka Meninggal

Regional
Jalan Pantura Demak-Kudus Tersendat Lagi, Polisi Belakukan 'Contraflow'

Jalan Pantura Demak-Kudus Tersendat Lagi, Polisi Belakukan "Contraflow"

Regional
Berencana Kuras Isi Minimarket, Komplotan Bandit sampai Sewa Mobil untuk Kabur

Berencana Kuras Isi Minimarket, Komplotan Bandit sampai Sewa Mobil untuk Kabur

Regional
Istri Mantan Bupati Ikut Ramaikan Bursa Pilkada Banyumas

Istri Mantan Bupati Ikut Ramaikan Bursa Pilkada Banyumas

Regional
Video Viral Pendaki Nyalakan 'Flare' di Gunung Andong, Pengelola Merasa Kecolongan

Video Viral Pendaki Nyalakan "Flare" di Gunung Andong, Pengelola Merasa Kecolongan

Regional
Curhat Anak Korban Pembunuhan yang Mayatnya Disimpan Dalam Koper di Cikarang

Curhat Anak Korban Pembunuhan yang Mayatnya Disimpan Dalam Koper di Cikarang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com