KOMPAS.com - Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor, Ferdi Tanoni, menyampaikan bahwa masyarakat adat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) akan menggugat Pemerintah Australia.
"Kami masyarakat adat yang bermukim di Laut Timor dan Gugusan Pulau Pasir akan segera membawa kasus Gugusan Pulau Pasir ini ke Pengadilan Australia di Canberra," kata Ferdi kepada Kompas.com, Sabtu (22/10/2022).
Dia mengatakan, rencana gugatan tersebut merupakan respons masyarakat atas aksi Pemerintah Australia yang mengeklaim Pulau Gugusan Pasir secara sepihak.
Pengakuan sepihak Pemerintah Australia atas Pulau Pasir memang menuai kecaman dari masyarakat Indonesia.
Pasalnya, menurut Ferdi, Pulau yang berada sekira 120 Km dari Pulau Rote itu masuk ke dalam wilayah NTT.
Ferdi menjelaskan, Pemerintah Australia selama ini selalu mengabaikan desakan kepada mereka untuk keluar dari Pulau Pasir.
Bukannya pergi, dia menambahkan, mereka justru melakukan aktivitas pengeboran minyak bumi di kawasan gugusan pulau tersebut.
"Padahal kawasan tersebut adalah mutlak milik masyarakat adat Timor, Rote, Sabu, dan Alor,” tegasnya.
Buktinya, Ferdi membeberkan, ada sejumlah kuburan leluhur masyarakat Rote dan artefak lain di Gugusan Pulau Pasir.
Nelayan asal NTT atau wilayah lain pun, lanjut Ferdi, kerap berisitirahat di Pulau Pasir usai lelah berburu ikan atau teripang.
Baca juga: Australia Klaim Pulau Pasir, Masyarakat Adat NTT Bakal Gugat ke Pengadilan Canberra
Dia menuturkan, Australia mulai mengeklaim Pulau Pasir sebagai wilayahnya dimulai sejak adanya nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia dan Australia pada 1974.
"Hal ini merugikan Indonesia yang terbukti dengan banyaknya temuan itu," paparnya.
Menurut Ferdi, Australia selama ini telah bertindak semaunya di Pulau Pasir seolah kawasan itu adalah miliknya, padahal gugusan pulau tersebut adalah hak mutlak milik masyarakat adat Timor, Rote, Sabu, dan Alor.
Oleh sebab itu, sesuai instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Februari 2022 lalu, dia mendorong Kementerian Sekretariat Negara RI untuk segera menerbitkan izin prakarsa pembuatan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Optimalisasi Penyelesaian Kasus Montara.
"Kami meminta Pemerintah Pusat agar mendukung kami menggugat di Pengadilan Canberra," pungkasnya.
Sebelumnya, Pusat Penelitian Jubilee Australia dan Yayasan Peduli Timor Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), juga telah memprotes pembukaan pelepasan area eksplorasi minyak bumi di Gugusan Pulau Pasir oleh Pemerintah Australia pada tahun 2020 lalu.
"Kita sampaikan protes ke Pemerintah Australia sejak tahun 2020 lalu," kata Ferdi yang juga Ketua Yayasan Peduli Timor Barat, kepada Kompas.com, Minggu (18/9/2022).
Ferdi menilai, membuka pelepasan area eksplorasi minyak bumi di Gugusan Pulau Pasir dapat berdampak buruk bagi masyarakat NTT.
"Area pelepasan minyak itu, jelas lebih dekat dengan Indonesia dari pada Australia," terangnya.
Baca juga: Mengaku Polisi, Pria Asal Tasikmalaya Tipu 4 Warga NTT, Korban Rugi Rp 55 Juta
Dia melanjutkan, areal pelepasan minyak itu bahkan berjarak lebih dekat dengan dibandingkan sumur Montara yang telah menghancurkan perairan NTT sejak 2009.
"Kalau sumur Montara itu sekitar 250 kilometer dari Indonesia, tapi areal minyak yang terbaru ini hanya sekira 150 kilometer. Ini jelas akan lebih berbahaya lagi bagi laut kita di NTT," ucapnya.
Ferdi mengatakan, surat protes itu pun telah dibalas oleh Pemerintah Australia, namun tak ada jawaban memuaskan yang mereka berikan.
"Mereka telah menjawab surat kami dengan seenaknya dan katakan seolah wilayah Gugusan Pulau Pasir merupakan milik Australia," keluhnya.
Baca juga: Sebelum Dibawa ke Polda NTT, Aipda AA Diperiksa di Polres Rote Ndao Selama 2 Hari
Menurutnya, pihaknya bisa mempersilakan Pemerintah Australia melanjutkan aktivitasnya di Pulau Pasir bila dapat memberikan bukti-bukti yang sah kepada Pemerintah Indonesia dan masyarakat adat di Laut Timor NTT yang membuktikan bahwa gugusan pulau tersebut memang miliknya.
"Selaku pemegang mandat hak ulayat masyarakat adat di Laut Timor termasuk di Gugusan Pulau Pasir, kami menyatakan dengan tegas bahwa Gugusan Pulau Pasir merupakan hak milik masyarakat adat Timor-Rote-Sabu dan Alor sejak lebih dari 500 tahun yang lalu," tegasnya.
"Kami juga minta Pemerintah Australia menghormati hak ulayat masyarakat adat bangsa Indonesia sebagaimana anda hormat terhadap hak-hak ulayat masyarakat adat Aborigin di Australia," tandasnya.
Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere | Editor: Teuku Muhammad Valdy Arief, Reni Susanti)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.