Keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat telah memaafkan Richard Eliezer alias Bharada E. Hal itu dituturkan ayah Brigadir J, Samuel Hutabarat.
"Tanggapan kami dari orangtua almarhum, memang selalu diajarkan selaku kita umat beragama. Apalagi Eliezer mengakui kesalahannya. Apabila kita tidak memaafkan seseorang yang sudah mengakui kesalahannya, itu berarti kita sudah bersalah juga," tuturnya, Selasa.
Samuel menerangkan, saat itu, Bharada E diperintah oleh atasannya, Ferdy Sambo, untuk menembak Yosua.
"Dalam hal ini, kami memaklumi posisi RE (Richard Eliezer) dalam peristiwa itu. RE kan yang diperintah oleh atasannya untuk menghabisi nyawa almarhum Yosua. Oleh karena itu, kami memafkan Eliezer. tapi kita ikuti terus proses hukum yang berjalan," jelasnya.
Permintaan maaf Bharada disampaikan usai sidang dakwaan yang digelar di PN Jakarta Selatan, Selasa. Richard mengaku tak bisa menolak permintaan Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J.
Baca selengkapnya: Keluarga Brigadir J Maafkan Bharada E, Maklumi Posisi Richard Eliezer yang Diperintah Ferdy Sambo
Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana marah sewaktu menggelar inspeksi mendadak (sidak) di lokasi pembangunan Pasar Wates, Kediri, Jawa Timur, Senin (17/10/2022).
Emosi Dhito meluap saat menemukan spesifikasi material yang digunakan dalam pembangunan Pasar Wates tak sesuai dengan dokumen perencanaan.
Ia juga sempat mengecek material plafon dengan cara menendangnya. Material plafon itu ternyata mudah jebol. Dhito lantas meminta agar plafon dibongkar.
"Kualitasnya menurut njenengan (Anda) bagaimana, kalau tidak sesuai kenapa dipasang?" tanya Dhito pada konsultan pengawas.
Dhito mengungkapkan, proyek tersebut dikerjakan menggunakan uang rakyat. Oleh karena itu, pengerjaannya harus sungguh-sungguh, terutama terkait material.
Baca selengkapnya: Marah dan Tendang Material Plafon Saat Sidak Pembangunan Pasar Wates, Bupati Kediri: Mau Ditaruh di Mana Muka Saya
Amin Farih, dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang menjadi terdakwa kasus suap seleksi perangkat desa di Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Amin menyebutkan bahwa uang suap Rp 830 juta yang diterimanya ialah bonus.
"Uang itu sebagai bonus di luar nota kesepahaman antara UIN dan para kepala desa yang menjalin kerja dalam seleksi perangkat desa itu," sebutnya, Senin.
Amin menjelaskan, uang Rp 830 juta yang diterimanya didapat dari perantara yakni Imam Jaswadi dan Saroni. Amin juga mengaku tidak melaporkan uang ratusan juta rupiah tersebut sebagai gratifikasi.
Mantan Kanit Tipikor Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Kepolisian Resor (Polres) Demak Iptu Saroni dan Kepala Desa Cangkring Imam Jaswadi turut menjadi terdakwa dalam kasus suap ini.
Baca selengkapnya: Dosen UIN Semarang Sebut Uang Suap Seleksi Perangkat Desa di Demak sebagai Bonus
Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Balikpapan, Ahmad Riyadi; Kontributor Solo, Fristin Intan Sulistyowati | Editor: Robertus Belarminus, David Oliver Purba, Pythag Kurniati, Dita Angga Rusiana)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.