KUPANG, KOMPAS.com - Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat adanya sejumlah masalah sosial yang menjadi dampak keberadaan para pengungsi asal Afghanistan dan Pakistan di Kota Kupang.
Hal itu disampaikan Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM Marciana Dominika Jone, saat membuka kegiatan konsinyering tata tertib bagi pengungsi di wilayah Kota Kupang yang digelar Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kupang, Kamis (13/10/2022).
Kegiatan yang digelar di Hotel Kristal itu dihadiri sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi NTT, Pemerintah Kota Kupang, Polri, Kejaksaan, dan TNI.
Baca juga: Unjuk Rasa Pengungsi Afghanistan di Tanjungpinang Ricuh, Warga Resah Massa Ganggu Lalu Lintas
Marciana menyebutkan, pengungsi asal Afghanistan dan Pakistan yang ada di Kota Kupang saat ini berjumlah 197 orang.
Dengan perincian, Afghanistan sebanyak 194 orang dan dari Pakistan berjumlah tiga orang. Dari jumlah itu, 31 orang di antaranya adalah anak-anak.
Ratusan pengungsi itu ditempatkan di tiga penginapan yakni Hotel Lavender 81 orang, Hotel Ina Boi 55 orang, dan Hotel Kupang Inn 61 orang.
"Keberadaan pengungsi ini juga bukan hanya masalah hak asasi manusia, tapi juga menciptakan masalah sosial di Kota Kupang. Sehingga, saya mengajak semua teman-teman bahu-membahu melihat ini sebagai masalah bersama," kata Marciana.
Marciana menjelaskan, sejumlah masalah sosial yang terjadi, yaitu para pengungsi pria kedapatan berhubungan dengan perempuan asal Kota Kupang.
Kemudian, ada pengungsi yang mengonsumsi minuman keras dan meninggal.
Tak hanya itu, pengungsi juga masih mengonsumsi minuman keras dan membuat keributan di permukiman warga.
Bahkan, belum lama ini ada pengungsi pria yang naik ke jembatan dan hendak bunuh diri.
"Selain itu, anak-anak pengungsi yang bersekolah, mereka tidak bisa dapat ijazah karena tidak memiliki nomor induk kependudukan," ungkap dia.
Sehingga, para pengungsi itu kerap menggelar aksi demonstrasi di Kantor Gubernur NTT, DPRD NTT, serta Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM NTT.
Kondisi itu, lanjut dia, perlu perhatian serius dari semua pihak di Kota Kupang, termasuk Pemerintah Provinsi NTT.
Marciana menjelaskan, pada Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016, khususnya Pasal 25, tertulis jelas bahwa yang punya kewenangan menyusun tata tertib pengungsi asal luar negeri yakni Pemerintah Daerah.