Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi Tolak Tenaga Honorer Dihapus: Pelayanan Masyarakat Akan Lumpuh

Kompas.com - 25/08/2022, 10:02 WIB
Farid Assifa

Penulis

KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menolak rencana penghapusan tenaga honorer.

Pihaknya sepakat dengan komisi lain di DPR bahwa rencana penghapusan tenaga honorer itu dikaji ulang. Sebab, jika rencana itu diberlakukan, pelayanan publik dikhawatirkan akan terganggu.

Menurut Dedi, jika dulu pengangkatan PNS atau ASN didasari oleh masa pengabdian, maka permasalahan seperti saat ini tidak akan terjadi. Namun kini kebijakan tersebut sudah tidak berlaku lagi.

"Seiring dengan kebijakan yang berubah ini memang ada kelemahan titik itu yang seharusnya ada larangan pengangkatan tenaga honorer, tapi (pengangkatan honorer) tetap dilakukan pada akhirnya terjadi penumpukan pada hari ini," kata Dedi kepada Kompas.com dalam keterangan tertulis, Kamis (25/8/2022).

Baca juga: Nasib Guru Honorer Terkatung-Katung, Disdikbud Padang: Kami Akan Perjuangkan

Pria yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi ini mengaku usulan kaji ulang penghapusan tenaga honorer itu sudah disampaikan saat Rapat Pimpinan Komisi IV, Komisi VII, Komisi IX dan Komisi X di Gedung DPR RI, Selasa (23/8/2022) lalu.

Kang Dedi mengatakan, para pekerja honorer yang sudah lama bekerja pada bidang yang ditekuni akan sulit bersaing dengan pelamar baru. Sebab secara logika orang yang sudah lama bekerja tidak lagi berpikir soal akademik, namun mereka fokus pada pekerjaan dan keluarga.

"Sedangkan mereka yang baru lulus perguruan tinggi aspek-aspek akademiknya sangat kuat, jadi ketika tes mereka akan selalu kalah dengan sarjana baru. Makin lama mereka (honorer lama) makin tidak terangkat dan jadi problem," ucapnya.

Kedua, kata Dedi, hari ini banyak orang berpikir bahwa seluruh problem bisa diselesaikan dengan tes akademik yang bersifat komputerisasi.

Kemudian pertanyaannya adalah apakah sopir alat berat dan truk paham mengoperasikan komputer?

"Jangankan komputer mereka pegang pensil 2B saja kadang gemetar. Sehingga mereka yang punya pengabdian jelas pada masyarakat, pengabdian yang jelas pada pekerjaan yang berpuluh-puluh tahun sampai kiamat tidak akan terangkat," kata Dedi.

"Akibatnya di daerah lulusan ASN itu banyak tetapi tenaga yang dibutuhkan daerah tetap tidak ada yang isi. Tukang sapu tidak ada isi, sopir truk tidak ada yang isi, OB tidak ada yang isi, akhirnya nanti ASN numpuk di administrasi," beber Dedi.

Akibatnya kini postur anggaran lebih banyak terserap untuk tenaga administrasi. Hal tersebut bisa dilihat dari grafik anggaran yang hari ini habis oleh Tambahan Perbaikan Penghasilan (TPP). Sementara untuk anggaran pembangunan mengalami penurunan tajam.

"Sifat TPP itu orang kerja dan tidak kerja itu sama karena sifatnya administratif. Karena sifatnya administratif orang ngumpul difoto kemudian dipakai laporan untuk pimpinan lalu jadi uang. Akhirnya sifatnya administratif," ujarnya.

Ditambah lagi pengelompokan kepegawaian yang mengakibatkan disparitas penggajian. Misal sektor pertanian masuk kelompok dengan gaji rendah. Berbeda dengan honorer sekretariat daerah yang bertugas melayani pimpinan akan mendapat honor yang jauh lebih besar.

"Bayangin orang bekerja riil pada produksi gajinya lebih rendah dibanding dengan orang yang kerjanya tenaga protokol bupati. Jadi sistem ini harus segera dibedah," ucapnya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ibu Melahirkan di Ambulans karena Jalan Rusak, Dinkes Kalbar Bersuara

Ibu Melahirkan di Ambulans karena Jalan Rusak, Dinkes Kalbar Bersuara

Regional
[POPULER NUSANTARA] Pabrik Sepatu Bata di Karawang Tutup | Kades di Blora Tewas Tersengat Listrik

[POPULER NUSANTARA] Pabrik Sepatu Bata di Karawang Tutup | Kades di Blora Tewas Tersengat Listrik

Regional
Ketiduran Sambil Bawa Emas, Nenek 87 Tahun Jadi Korban Perampokan

Ketiduran Sambil Bawa Emas, Nenek 87 Tahun Jadi Korban Perampokan

Regional
Kemenkes Berikan Beasiswa Kedokteran Khusus untuk Anak Asli Natuna

Kemenkes Berikan Beasiswa Kedokteran Khusus untuk Anak Asli Natuna

Regional
Banjir Sembakung Jadi Perhatian Nasional, Pemda Nunukan Dapat Bantuan 213 Unit Rumah dari BNPP

Banjir Sembakung Jadi Perhatian Nasional, Pemda Nunukan Dapat Bantuan 213 Unit Rumah dari BNPP

Regional
Gempa Magnitudo 5,2 Guncang Wilayah Lumajang

Gempa Magnitudo 5,2 Guncang Wilayah Lumajang

Regional
Wilayah Rawan Banjir Kiriman Malaysia Jadi Sasaran TMMD, Kodim 0911/NNK Siapkan Lahan Pangan

Wilayah Rawan Banjir Kiriman Malaysia Jadi Sasaran TMMD, Kodim 0911/NNK Siapkan Lahan Pangan

Regional
6 WNI Jadi Tersangka Penyelundupan WN China ke Australia

6 WNI Jadi Tersangka Penyelundupan WN China ke Australia

Regional
Korban Tungku Meledak di Lampung Bertambah Jadi 4 Orang, Polisi Selidiki Penyebabnya

Korban Tungku Meledak di Lampung Bertambah Jadi 4 Orang, Polisi Selidiki Penyebabnya

Regional
Pilkada Demak: Dua Orang Mendaftar ke Gerindra, Ada yang Diantar Klub Sepak Bola

Pilkada Demak: Dua Orang Mendaftar ke Gerindra, Ada yang Diantar Klub Sepak Bola

Regional
Nekat Rebut Kalung Emas Lansia, Jambret di Brebes Babak Belur Dihakimi Massa

Nekat Rebut Kalung Emas Lansia, Jambret di Brebes Babak Belur Dihakimi Massa

Regional
Mawar Camp Gunung Ungaran di Semarang: Daya Tarik, Aturan, dan Harga Tiket

Mawar Camp Gunung Ungaran di Semarang: Daya Tarik, Aturan, dan Harga Tiket

Regional
Tak Hafal Lagu Indonesia Raya Saat Bikin KTP, Gadis di Nunukan Mengaku Dilecehkan ASN Disdukcapil

Tak Hafal Lagu Indonesia Raya Saat Bikin KTP, Gadis di Nunukan Mengaku Dilecehkan ASN Disdukcapil

Regional
Sabtu, Wali Kota Semarang Bakal Daftar Pilkada 2024 di DPC PDI-P

Sabtu, Wali Kota Semarang Bakal Daftar Pilkada 2024 di DPC PDI-P

Regional
Polisi Tangkap Preman yang Acak-acak Salon Kecantikan di Serang Banten

Polisi Tangkap Preman yang Acak-acak Salon Kecantikan di Serang Banten

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com