Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Anoa Si Kerbau Kerdil dari Sulawesi

Kompas.com - 26/07/2022, 20:55 WIB
Rosyid A Azhar ,
Khairina

Tim Redaksi

 

GORONTALO, KOMPAS.com –  Anoa (Bubalus sp) sang kerbau kerdil merupakan satwa dilindungi yang banyak menarik perhatian peneliti dan masyarakat.

Terdapat 2 jenis anoa di Pulau Sulawesi, anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) dan anoa pegunungan (Bubalus quarlesi).

Keunikan dan kekhasan anoa membuat satwa liar ini memiliki banyak julukan, fauna maskot Sulawesi, fauna duta (ambassador Sulawesi/Indonesia), spesies kunci (keystone species of forest ecosystem), spesies payung (umbrella species in Sulawesi) dan juga sebagai spesies bendera (flagship species for conservation in Sulawesi).

Baca juga: Bobby, Anoa Koleksi Kebun Binatang Surabaya Mati Diduga karena Faktor Usia

Kehidupan anoa ini dipaparkan oleh Abd Haris Mustari, seorang peneliti anoa dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) pada webinar yang berjudul "Apa kabar anoa di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone".

“Anoa gunung lebih liar, lebih lincah, lebih kecil fisiknya. Badannya memang harus kecil untuk  “berakrobat” di habitatnya yang lebih tinggi,” kata Abd Haris Mustari, Selasa (26/7/2022).

Meskipun Abd Haris Mustari menyebut ada 2 jenis anoa, namun ia menyiratkan dalam waktu dekat ini akan ada hasil penelitian yang akan dipublikasikan terkait jenis anoa ini. Dimungkinkan, jenisnya akan bertambah.

Menurutnya, anoa merupakan satwa yang kehidupannya sangat bergantung pada hutan primer, ia bisa hidup antara ketinggian 0-2500 meter hingga di atas 3000 meter untuk jenis anoa pegunungan.

Anoa juga sangat bergantung pada ketersedian air, biasa ditemukan sebagai individu yang soliter atau 1-3 individu dalam satu kelompok, biasanya ini satu keluarga atau induk dengan anaknya. Dalam setahun hanya ada 1 kelahiran.

“Berat anoa dataran rendah antara 70-110 kilogram, sedangkan untuk anoa pegunungan beratnya lebih rendah hanya 5—60 kilogram,” ujar Abd Haris Mustari.

Daerah yang suka didatangi anoa, yaitu di sekitar sumber air seperti sungai, danau, rawa, mata air, feeding ground yang digunakan sebagai sumber minum maupun untuk mandi/berkubang.

Anoa juga senang berada di sekitar pohon yang sedang berbuah terutama jenis-jenis buah yang disukai oleh satwa seperti beringin (Ficus sp), dongi/dengen (Dillenia ochreata, D serrate, D celebica), moniwang (Parkia roxburghii), rao (Dracontomelon dao dan D mangiferum), pangi (Pangium edule), sukun hutan (Artocarpus elastic) dan anoa juga menyukai area sekitar hutan riparian (riverine forest), hutan mangrove ketika saat air laut surut, serta hutan di sekitar mata air panas dan sumber sesapan garam mineral (salt lick).

Baca juga: Setelah Gajah dan Orang Utan, Giliran Anoa yang Mati di Kebun Binatang Surabaya

Dalam paparannya, pembicara dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Niken Wuri Handayani menyajikan kebijakan konservasi anoa.

Menurutnya, anoa merupakan satwa liar milik negara yang merupakan aset bagi negara, dapat dilihat dari nilai dan fungsinya terhadap lingkungan.

Misalnya, nilai guna langsung (produk fisik), nilai guna tidak langsung (jasa lingkungan), nilai eksisting, nilai warisan, dan nilai pilihan lainnya.

“Anoa menjadi aset negara adalah dengan tidak kehilangan materi genetik, jenis, dan ekosistem yang tidak tergantikan, yang sangat penting bagi kelangsungan kehidupan manusia,” kata Niken Wuri Handayani.

Niken juga menjelaskan ukuran keberhasilan pengelolaan satwa liar antara lain diukur dari manfaat satwa liar sebagai aset negara terhadap negara dan rakyat, kesadaran, regulasi yang berpihak terhadap satwa, peningkatan populasi di habitat alaminya, dan pemulihan populasi akibat degradasi.

Ia juga mengingatkan jika kehilangan suatu spesies sebagai entitas ekologi akan berdampak pada terganggunya kestabilan (berupa rantai makanan) sebuah ekosistem dan terancamnya spesies lain dari kepunahan.

Dalam pengelolaan anoa di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, dua orang staf balai Dini Rahmanita seorang Pengendali ekosistem Hutan (PEH) muda dan Haydin Rais menyajikan sistem pemantauan dan pengolahan data.

Haydin Rais dan tim dari Wildlife Conservation Society (WCS) Program Sulawesi sudah melakukan monitoring anoa dengan menggunakan kamera jebak (camera trap).

Data lapangan yang diambil di tengah kawasan konservasi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone ini kemudian diolah oleh Dini Rahmanita.

Proses pengolahan data ini sangat penting sebagai sajian informasi yang membantu proses pengambilan keputusan, upaya pelestarian, publikasi ilmiah hingga informasi ke masyarakat. Proses pengolahan data ini juga digunakan sebagai bahan penyadartahuan masyarakat.

“Kabar anoa di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone kami informasikan kepada masyarakat melalui webinar ini, tenaga-tenaga muda kami di lapangan telah melakukan monitoring dan pengolahan data,” kata Kepala Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Supriyanto.

Webinar yang dimoderatori Ajeng Mawaddah Puyo yang juga menyandang Duta Burung ini merupakan kolaborasi antara Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) dengan Perkumpulan Biodiversitas Gorontalo (BIOTA), The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Gorontalo. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mengabdi Tanpa Batas meski Honor Setipis Kertas...

Mengabdi Tanpa Batas meski Honor Setipis Kertas...

Regional
Sejarah dan Makna Lambang Tut Wuri Handayani atau Logo Kemendikbudristek

Sejarah dan Makna Lambang Tut Wuri Handayani atau Logo Kemendikbudristek

Regional
Abu Vulkanik Gunung Ruang Selimuti Bandara Sam Ratulangi Manado

Abu Vulkanik Gunung Ruang Selimuti Bandara Sam Ratulangi Manado

Regional
3 Hari Dicari, Penambang yang Tertimbun Galian Batubara Belum Ditemukan

3 Hari Dicari, Penambang yang Tertimbun Galian Batubara Belum Ditemukan

Regional
Cerita Penumpang Pesawat Terdampak Penutupan Bandara Sam Ratulangi, Terancam Tak Bisa Liburan ke Luar Negeri

Cerita Penumpang Pesawat Terdampak Penutupan Bandara Sam Ratulangi, Terancam Tak Bisa Liburan ke Luar Negeri

Regional
Gempa M 5,5 Terjadi di Halmahera Barat, Tak Berisiko Tsunami

Gempa M 5,5 Terjadi di Halmahera Barat, Tak Berisiko Tsunami

Regional
Dimas Tewas Dianiaya Sesama Tahanan di Pekanbaru, 5 Orang Jadi Tersangka

Dimas Tewas Dianiaya Sesama Tahanan di Pekanbaru, 5 Orang Jadi Tersangka

Regional
Mantan Wakil Gubernur Maluku Daftar Cagub di PDI-P

Mantan Wakil Gubernur Maluku Daftar Cagub di PDI-P

Regional
Pekanbaru Siap Gelar Rakerwil I Apeksi 2024, Pj Walkot Muflihun: Persiapan Sudah Tuntas

Pekanbaru Siap Gelar Rakerwil I Apeksi 2024, Pj Walkot Muflihun: Persiapan Sudah Tuntas

Regional
Demo di Banjarnegara Ricuh, Fasum Rusak, 2 Polisi Luka, Ini Pemicunya

Demo di Banjarnegara Ricuh, Fasum Rusak, 2 Polisi Luka, Ini Pemicunya

Regional
Angka Stunting di Lamongan Turun Drastis, Bupati Yuhronur Efendi Paparkan Caranya

Angka Stunting di Lamongan Turun Drastis, Bupati Yuhronur Efendi Paparkan Caranya

Regional
Kakek di Serang Banten Lecehkan Remaja Lalu Diunggah ke Medsos

Kakek di Serang Banten Lecehkan Remaja Lalu Diunggah ke Medsos

Regional
Kunker ke NTB, Presiden Jokowi Akan Resmikan Jalan Inpres dan Bendungan Tiu Suntuk

Kunker ke NTB, Presiden Jokowi Akan Resmikan Jalan Inpres dan Bendungan Tiu Suntuk

Regional
Panen Padi Triwulan I-2024 di Lamongan Berhasil, Rata-rata 7,34 Ton Per Hektar

Panen Padi Triwulan I-2024 di Lamongan Berhasil, Rata-rata 7,34 Ton Per Hektar

Regional
Gelar Halal Bihalal Bersama Jajarannya, Mas Dhito Sampaikan Ini ke Pegawai Pemkab Kediri

Gelar Halal Bihalal Bersama Jajarannya, Mas Dhito Sampaikan Ini ke Pegawai Pemkab Kediri

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com