Salin Artikel

Mengenal Anoa Si Kerbau Kerdil dari Sulawesi

GORONTALO, KOMPAS.com –  Anoa (Bubalus sp) sang kerbau kerdil merupakan satwa dilindungi yang banyak menarik perhatian peneliti dan masyarakat.

Terdapat 2 jenis anoa di Pulau Sulawesi, anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) dan anoa pegunungan (Bubalus quarlesi).

Keunikan dan kekhasan anoa membuat satwa liar ini memiliki banyak julukan, fauna maskot Sulawesi, fauna duta (ambassador Sulawesi/Indonesia), spesies kunci (keystone species of forest ecosystem), spesies payung (umbrella species in Sulawesi) dan juga sebagai spesies bendera (flagship species for conservation in Sulawesi).

Kehidupan anoa ini dipaparkan oleh Abd Haris Mustari, seorang peneliti anoa dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) pada webinar yang berjudul "Apa kabar anoa di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone".

“Anoa gunung lebih liar, lebih lincah, lebih kecil fisiknya. Badannya memang harus kecil untuk  “berakrobat” di habitatnya yang lebih tinggi,” kata Abd Haris Mustari, Selasa (26/7/2022).

Meskipun Abd Haris Mustari menyebut ada 2 jenis anoa, namun ia menyiratkan dalam waktu dekat ini akan ada hasil penelitian yang akan dipublikasikan terkait jenis anoa ini. Dimungkinkan, jenisnya akan bertambah.

Menurutnya, anoa merupakan satwa yang kehidupannya sangat bergantung pada hutan primer, ia bisa hidup antara ketinggian 0-2500 meter hingga di atas 3000 meter untuk jenis anoa pegunungan.

Anoa juga sangat bergantung pada ketersedian air, biasa ditemukan sebagai individu yang soliter atau 1-3 individu dalam satu kelompok, biasanya ini satu keluarga atau induk dengan anaknya. Dalam setahun hanya ada 1 kelahiran.

“Berat anoa dataran rendah antara 70-110 kilogram, sedangkan untuk anoa pegunungan beratnya lebih rendah hanya 5—60 kilogram,” ujar Abd Haris Mustari.

Daerah yang suka didatangi anoa, yaitu di sekitar sumber air seperti sungai, danau, rawa, mata air, feeding ground yang digunakan sebagai sumber minum maupun untuk mandi/berkubang.

Anoa juga senang berada di sekitar pohon yang sedang berbuah terutama jenis-jenis buah yang disukai oleh satwa seperti beringin (Ficus sp), dongi/dengen (Dillenia ochreata, D serrate, D celebica), moniwang (Parkia roxburghii), rao (Dracontomelon dao dan D mangiferum), pangi (Pangium edule), sukun hutan (Artocarpus elastic) dan anoa juga menyukai area sekitar hutan riparian (riverine forest), hutan mangrove ketika saat air laut surut, serta hutan di sekitar mata air panas dan sumber sesapan garam mineral (salt lick).

Dalam paparannya, pembicara dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Niken Wuri Handayani menyajikan kebijakan konservasi anoa.

Menurutnya, anoa merupakan satwa liar milik negara yang merupakan aset bagi negara, dapat dilihat dari nilai dan fungsinya terhadap lingkungan.

Misalnya, nilai guna langsung (produk fisik), nilai guna tidak langsung (jasa lingkungan), nilai eksisting, nilai warisan, dan nilai pilihan lainnya.

“Anoa menjadi aset negara adalah dengan tidak kehilangan materi genetik, jenis, dan ekosistem yang tidak tergantikan, yang sangat penting bagi kelangsungan kehidupan manusia,” kata Niken Wuri Handayani.

Niken juga menjelaskan ukuran keberhasilan pengelolaan satwa liar antara lain diukur dari manfaat satwa liar sebagai aset negara terhadap negara dan rakyat, kesadaran, regulasi yang berpihak terhadap satwa, peningkatan populasi di habitat alaminya, dan pemulihan populasi akibat degradasi.

Ia juga mengingatkan jika kehilangan suatu spesies sebagai entitas ekologi akan berdampak pada terganggunya kestabilan (berupa rantai makanan) sebuah ekosistem dan terancamnya spesies lain dari kepunahan.

Dalam pengelolaan anoa di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, dua orang staf balai Dini Rahmanita seorang Pengendali ekosistem Hutan (PEH) muda dan Haydin Rais menyajikan sistem pemantauan dan pengolahan data.

Haydin Rais dan tim dari Wildlife Conservation Society (WCS) Program Sulawesi sudah melakukan monitoring anoa dengan menggunakan kamera jebak (camera trap).

Data lapangan yang diambil di tengah kawasan konservasi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone ini kemudian diolah oleh Dini Rahmanita.

Proses pengolahan data ini sangat penting sebagai sajian informasi yang membantu proses pengambilan keputusan, upaya pelestarian, publikasi ilmiah hingga informasi ke masyarakat. Proses pengolahan data ini juga digunakan sebagai bahan penyadartahuan masyarakat.

“Kabar anoa di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone kami informasikan kepada masyarakat melalui webinar ini, tenaga-tenaga muda kami di lapangan telah melakukan monitoring dan pengolahan data,” kata Kepala Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Supriyanto.

Webinar yang dimoderatori Ajeng Mawaddah Puyo yang juga menyandang Duta Burung ini merupakan kolaborasi antara Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) dengan Perkumpulan Biodiversitas Gorontalo (BIOTA), The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Gorontalo. 

https://regional.kompas.com/read/2022/07/26/205512878/mengenal-anoa-si-kerbau-kerdil-dari-sulawesi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke