Agnes mengungkapkan, siswanya turun ke sawah sebagai bagian dari kegiatan ekstrakulikuler pertanian.
Pelajaran ekstra ini bagian dari salah mata pelajaran pertanian yang turut diajarkan sekolah.
"Ini kegiatan ekstra kulikuler bagian dari mata pelajaran pertanian organik yang juga mereka pelajari dalam kelas," kata Agnes.
Pelajaran ini membangun karakter, selain mata pelajaran utama.
Belajar langsung ke lapangan membangun penghargaan anak pada usaha dan hasilnya.
Karenanya, sejak dini, anak-anak menghargai usaha apapun yang dilakukan orang, termasuk pekerjaan petani sebagaimana kehidupan agraris di Pagerharjo.
“Ini mengajari anak agar menghargai semua karya dan ciptaan Tuhan, termasuk salah satunya hasil dari bertani,” kata Agnes.
Para bocah pun tampak riang terjun ke lumpur sawah. Mereka tidak takut dengan becek, katak yang sesekali ditemui, hingga belut.
Baca juga: Tertabrak Motor Saat Menyeberang, Lansia di Kulon Progo Meninggal Setibanya di Rumah Sakit
Pelajaran ekstra turun ke ladang dan sawah berlangsung satu kali satu pekan di antara Selasa, Rabu dan Kamis.
Tiap kelas menghabiskan dua jam mata pelajaran atau sekitar 30 menit tiap mata pelajaran.
Mereka kembali ke kelas untuk belajar, didahului membersihkan diri dahulu dan ganti pakaian seragam.
Florentinus Sunardi dan Supriyati jadi pendamping ekstra pertanian di area sawah.
Sunardi menceritakan, belajar di sawah bukan berarti mendorong anak menjadi petani, tetapi sebagai pengetahuan di sambi bermain.
Belajar dimulai lewat mengenal, sekaligus merasakan, hingga membangkitkan penghargaan pada kerja keras dan bangga pada hasil yang ikut mereka rasakan.
“Sehingga, (jangan) kalau makan tidak dihabiskan. Dari sini, mereka tahu betapa sulit dan kerasnya para petani. Sehingga anak-anak menghargai makanan,” kata Sunardi.