Bagi perempuan rimba, untuk sampai pada titik orangtua membayar tebus perjodohan (lamaran) itu tidak mudah.
Tentu harus memiliki keberanian dan keberuntungan. Juliana memiliki keduanya, berani dan beruntung.
Sebab dia berani mengutarakan mimpinya untuk kuliah. Bruntung karena lelaki yang melamarnya, apabila jadi menikah akan membawanya jauh dari kedua orangtuanya.
"Takut juga. Tapi karena dorongan kuat untuk kuliah dan Pundi Sumatera (NGO pendamping Orang Rimba), akhirnya berani juga, untuk melawan tradisi," kata Juliana.
Baca juga: Cerita Orang Rimba Tak Diberi Pinjaman oleh Bank, padahal Punya Keahlian
Pernikahan dini di kalangan Orang Rimba sudah mentradisi. Juliana menuturkan, sepupunya menikah di usia 16 tahun atau saat masih kelas 2 sekolah menengah kejuruan.
Teman dekat lainnya, yang putus sekolah karena menikah di usia 14 tahun saat duduk di kelas 2 sekolah menengah pertama.
"Yang paling muda itu ada, kelas 5 SD sudah nikah. Itu belum balig," sebut Juliana.
Tantangan lain dari Juliana untuk kuliah adalah rayuan dari kakak tertuanya. Dia membujuk Juliana dengan memberikan 3 hektar sawit, jika ingin berhenti kuliah.
"Tidak mau kebun sawit. Walaupun dikasih 100 hektar plus mobil, tetap saya pilih kuliah," kata anak kedua dari 4 saudara ini.
Baca juga: Cerita Orang Rimba Tak Diberi Pinjaman oleh Bank, padahal Punya Keahlian
Anak perempuan dari ayah bernama Samsu ini, menjadi korban bahan olok-olokan (bullying) dari kerabat dekat atau ibu-ibu di tempat Juliana berasal.
"Kamu ngapain kuliah, nanti juga balik ke hutan (dusun), balik ke dapur. Enaklah berhenti kuliah bantu orangtua kerja. Kasihan sama orangtua harus kerja keras," kata Juliana.
Perkataan dari orang-orang ini membuat remuk hati Juliana. Sehingga memunculkan hasrat untuk kembali ke kampung dan berhenti kuliah.
"Saat-saat genting itu, kakak-kakak pendamping dari Pundi Sumatera menguatkan, meminta saya jangan menyerah," kata perempuan yang sudah kuliah 4 semester ini.