BENGKULU, KOMPAS.com-Pemerintah Provinsi Bengkulu memperketat penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Kendaraan pengangkut batu bara dan crude palm oil (CPO) di Bengkulu tidak lagi diizinkan menggunakannya.
"Untuk angkutan logistik dan komoditas selain Batu Bara dan CPO, masih bisa menggunakan BBM bersubsidi, tapi untuk (angkutan) batu bara dan CPO tidak boleh lagi," jelas Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah usai menerima audiensi Pertamina dan perwakilan pemegang usaha angkutan batu bara, Selasa (12/7/ 2022).
Baca juga: Pabrik Semen SBI Manfaatkan Sampah Olahan sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti Batu Bara
Selanjutnya, para pemegang izin usaha pertambangan (IUP) serta penyedia jasa angkutan untuk kedua komoditas tersebut bakal dipanggil.
Kemudian diatur penerapan pengetatan untuk menghindarkan penggunaan BBM bersubsidi.
Hal ini, kata Rohidin, sebagai tindak lanjut dari Surat Edaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang penggunaan kendaraan bermotor untuk kegiatan pengangkutan mineral dan batu bara tertanggal 9 April 2022.
"Kita memahami bahwa negara berupaya mengontrol ketersediaan, dan penyaluran BBM bersubsidi agar lebih tepat sasaran. Kita di daerah tentu menyesuaikan, dengan kondisi ekonomi masyarakat, kondisi ekonomi dunia usaha," ujarnya.
Baca juga: Hari Pertama Beli BBM Bersubsidi Pakai MyPertamina di Bandung, Masih Pendaftaran
Sebelumnya, saat inspeksi ke beberapa SPBU di Kota Bengkulu beberapa waktu lalu Menteri ESDM Arifin Tasrif sempat menemukan angkutan industri perusahaan tambang, memakai BBM bersubsidi jenis solar.
"BBM bersubsidi bukan untuk angkutan industri. Angkutan besar industri ini lah yang mengakibatkan berkurangnya stock untuk masyarakat yang membutuhkan BBM bersubsidi," kata Arifin yang juga menyiapkan sistem pendisiplinan bagi angkutan industri yang memakai BBM bersubsidi.
Sementara, Kadis ESDM Provinsi Bengkulu Mulyani menegaskan para pemegang IUP dan jasa pengangkutan CPO di Bengkulu diminta menginventarisasi kemudian menyerahkan data angkutan yang beroperasi untuk industri tersebut.
"Kamis, mereka dipanggil dan diminta menyerahkan datanya," demikian Mulyani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.