Menurut sang istri, jika Malin Kundang anak saudagar dari desa tersebut maka tak mungkin wanita tua yang miskin itu adalah ibunya.
Malin Kundang yang malu kepada sang istri segera melepaskan pelukan Mande Rubayah dan menghempaskan tubuh renta itu hingga sang ibu terjatuh.
“Saya mengenalmu wanita tua miskin tak tahu diri. Jangan sembarangan mengaku sebagai ibuku!" ujar Malin Kundang.
Mande Rubayah tidak percaya akan sikap Malin Kundang yang kasar itu masih berusaha menanyakan maksud perilaku sang anak.
“Apa maksudmu, Malin? Ini ibu, Malin. Ibu yang melahirkan dan membesarkanmu,” kata sang ibu sambil menangis.
Namun hati Malin Kundang ternyata tetap keras dan berpura-pura tak mengakui sang ibu karena tak ingin kehilangan muka di depan istrinya.
“Tak mungkin ibuku seperti engkau! Ibuku bukan orang miskin yang bau dan kotor!” kata Malin Kundang.
Malin Kundang pun akhirnya memutuskan mengajak istrinya kembali ke kapal dan pergi dari tempat itu.
Hati Mande Rubayah begitu sakit mendengar kata-kata Malin Kundang, anak semata wayang yang selalu ia tunggu dan rindukan.
Orang-orang desa yang melihat hal itu pun terpana melihat perlakuan anak kepada ibunya itu dan memutuskan untuk kembali ke rumah masing-masing.
Sementara Mande Rubayah yang sakit hati pun berdoa kepada Tuhan sambil terisak-isak.
Jika benar bahwa sosok yang tadi dipeluknya memang bukan sang anak maka ia merasa ikhlas.
Namun jika benar sosok tadi adalah Malin Kundang anaknya, maka Mande Rubayah berdoa agar Tuhan menghukum dengan mengutuknya menjadi batu.
Setelah Mande Rubayah selesai berdoa, sketika datang angin kencang dan badai yang menghempas kapal Malin Kundang dan membuatnya hancur seketika.
Tubuh malin kundang dan serpihan kapalnya hanyut ke tepi pantai dan seketika berubah menjadi batu.
Sumber:
www.indonesia-osaka.org
jateng.tribunnews.com
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.