KOMPAS.com - Sejumlah warga Kota Yogyakarta mengeluhkan kebijakan pemerintah soal kewajiban pembeli bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi wajib memakai aplikasi mypertamina.
Kebijakan itu rencananya akan diterapkan di sejumlah kota pada 1 Juli 2022.
Joni (58), warga Kota Yogyakarta, mengatakan, kebijakan tersebut tak memudahkan masyarakat namun justru membuat ribet.
Baca juga: Ogah Pakai MyPertamina, Beberapa Warga Bandung Pilih Beli Bensin di Cimahi
Selain itu, katanya, ada kesan diskriminasi bagi warga yang tak memiliki ponsel pintar.
"Kalau suruh antre gitu kan lama harus menunjukkan itu, nggak setuju ribet dan ngerepoti. Kasihan masyarakat lain yang enggak punya HP," katanya ditemui di Selasar Malioboro, Rabu (29/6/2022).
Baca juga: Warga Yogya Keluhkan Ribet Beli Pertalite Pakai Aplikasi, Ini Penjelasan Pertamina
Senada, warga Yogyakarta lainnya, Trisno (49), juga menyoroti kebijakan itu masih belum dipahami banyak orang.
"Belum tentu paham aplikasi, misalnya orangtua kehabisan bensin harus buka-buka aplikasi. Kebanyakan yang tahu cucunya, terlalu sulit satu liter dua liter dipersulit," katanya.
Baca juga: Kasus Oknum Pegawai Bank Curi Uang Nasabah Rp 5 M di Riau, Apa Itu Phishing dan Skimming?
Dr. Antonius Budisusila, SE, M.Soc.Sc, salah satu staf Pengajar Program Studi (Prodi) Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma (USD), Yogyakarta, menjelaskan, percepatan digitalisasi pembayaran memang berpotensi memunculkan masalah.
Hal ini salah satunya karena kurangnya edukasi dan sosialisasi ke masyarakat. Selain itu, kemajuan teknologi saat ini tak diimbangi dengan edukasi digital bagi masyarakat.
"Memang akan tetap jadi masalah. Masyarakat melek banking dan e-banking masih terbatas. Lompatan ke e-payments memerlukan tingkat melek digital yang tinggi. Digital divide yang tinggi dan melek digital yang rendah menjadi masalah pada setiap introduksi digitalisasi yang terus bergulir," katanya kepada Kompas.com, Kamis (30/6/2022).
Budi menjelaskan, transformasi digital berjalan secara bertahap, dari manual hingga ke full digital.
Peran pemerintah dalam mengedukasi masyarakat seiring perkembangan teknologi informasi akan lebih dioptimalkan.
"Transformasi digital harus bertahap manual, semi hibrid, hibrid dan full digital. Sejalan itu edukasi warga harus dilakukan oleh semua lini pelayanan negara, baik pusat, daerah, maupun desa," kata pria yang juga menjadi Direktur PT Trisakti Pilar Persada di DIY dan penulis buku "Transformasi Ekonomi Indonesia Pasca Pandemi Covid-19" tersebut.
"Di tengah sistem jaringan yang tidak sempurna dan belum merata, sistem backup konvensional harus dilakukan. Tepatnya ya sistem hibrid lebih on poin untuk negara kita," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.