KOMPAS.com - Nasib para petani kelapa sawit terkatung-katung pasca-delapan pabrik pengolahan kelapa sawit di Bengkulu menghentikan sementara operasi pengolahan crude palm oil (CPO).
Menurut Jon Simamora, Sekretaris DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo) Provinsi Bengkulu, kondisi itu sangat menyengsarakan para petani.
Baca juga: Harga Anjlok, Petani Kelapa Sawit di Bengkulu Biarkan Buah Jatuh Membusuk
"Imbasnya kepada petani sangat parah. Alasannya, 60 persen perkebunan kelapa sawit adalah milik swadaya. Jadi bisa dibayangkan pengaruhnya bagi para petani," katanya kepada Kompas.com, Senin (6/6/2022).
"Ditambah lagi, sistem buka-tutup dari pabrik menimbulkan antrean panjang berpuluh-puluh kilo para petani yang hendak menjual CPO di pabrik. Antreannya pun bisa mencapai empat hari," kata pria yang juga menjabat Wakil Sekjend DPP Apkasindo tersebut.
Baca juga: Tak Ada Pembeli, 8 Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit di Bengkulu Tutup Sementara
Melihat kondisi itu, Jon mendesak pemerintah untuk turun tangan dan mendorong upaya ekspor pabrik-pabrik kelapa sawit.
"Polemik ini seharusnya tak terjadi, apalagi Presiden Jokowi sudah membuka kran eskpor untuk pabrik untuk melakukan ekspor dan harganya pun masih lumayan tinggi di tataran pasar interasional," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Bengkulu Riki Gunarwan mengatakan, ada delapan pabrik pengolahan kelapa sawit di Bengkulu memilih untuk menghentikan operasinya sementara.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.